Makan Bakso Tukul Arwana :p
9 Oktober 2014
Pagi ini, kegalauan terjadi, setelah
sebelumnya saya disibukkan dengan perkuliahan (sok sibuk), tiba-tiba Tarek,
sahabat saya yang sedang menempuh study di Qairo University membagikan
foto saya tentang Mafaza, tempat dimana kami bertemu tiga bulan yang lalu.
“I Love this place and I will be back
soon” tulisnya di dinding facebooknya. Saya tersenyum, kemudian saya balas
komentar, “I wanna call you now on BBM”. Mulailah kegalauan terjadi disini,
duh, ini curhat akhir pekan bener ini kayaknya.
Tarek beberapa kali menghubungi saya
melalui BBM, meski sebenarnya kebanyakan nggak ada suaranya. Mungkin saja signal
sedang ngambek pagi ini. Hampir setengah jam berlalu, dan saya cuma mendengar
ucapan salam dari Tarek yang berulang kali dan dia tidak berhasil mendengar
suara saya selain ucapan salam juga, hahaha. Sebenarnya saya lebih suka Video
Call melalui Skype jika dengan teman-teman yang jauh. Skype lebih menarik bagi
saya, ketimbang aplikasi yang lain, dan masalahnya, Tarek tipe orang yang
jarang online skype *gigitJari*.
Pertemuan saya dan Tarek sebenarnya
terjadi pas dia stay di Mafaza untuk beberapa waktu pas Ramadhan kemarin, meski
cuma kurang lebih tiga hari bersama, namun kedekatan kami cukup terjalin, dan
banyak hal-hal kocak yang kami lakukan bersama. Saya masih ingat saat Tarek
berkenalan dengan saya,
Tarek Selalu Pake Gamis Panjang Berwarna Putih :p
“What is your name?” Tanya saya,
sambil tersenyum (lebih tepatnya nyengir)
“My name is….(tarek langsung berlagak
sedang menarik sesuatu, kayak orang konyol) kemudian tersenyum dan berharap
saya memahami apa yang dia maksud.
“What do you mean?” ujar saya meminta
penjelasan.
“My name is …(mengulangi hal yang
sama).”
Duh ini orang ngomong apa, sih. Saya
pun menyerah.
“My name is Tarek, in Indonesian you
call this with “Tarek”, right?”
Kami pun tertawa terbahak di pojokan masjid.
Tarek tipe anak muda yang tidak suka
jejaring sosial, dia lebih suka membaca buku. Iya, beda banget dengan saya.
Fiuh. Selama di Mafaza, setiap hari kerjaan saya dan Tarek adalah pergi ke
pasar dan membeli berbagai macam bahan masakan, tomat, cabe, jeruk, beras dan
lain sebagainya. Tarek selalu memakai gamis panjang, sedangkan saya memilih
pake celana panjang dan kaos oblong kalo ke pasar, udah persis kayak tukang
ojeknya. Dan setiap ke pasar, pasti bakalan rame deh pasarnya, karena banyak
yang motretin dia, sedangkan saya cuma melongo, sambil berharap ada yang motret
atau setidaknya minta foto bareng ama saya, gitu hahahaha. Becanda.
Tarek tidak bisa berbahasa Indonesia,
hanya bisa bahasa Arab dan sedikit Inggris, jadi saya harus menerjemahkan apa yang
mau dia beli ke para penjual disana.
Pose Lebay haha
“You are famous, dude,” goda saya
padanya. Tarek Cuma nyengir, kemudian bilang,
“It’s weird, looks like a superstar,”
Saya terkekeh,
“yeah,,,”
Kejadian demikian selalu terjadi
selama tiga hari saya menemani dia ke pasar. Setiap mau ke pasar, saya selalu
menggodanya.
“Be ready, the local are curious
about you. May be they will take your pictures again, so, be nice, dude.”
Setelah ke pasar, kegiatan
selanjutnya adalah masak, dan saya tidak pernah mau ikut campur kerjaan Tarek
kalo sudah di dapur, saya mau jadi penonton dan tukang masak saja.
Lain lagi kalo setelah tharawih,
kerjaan selanjutnya adalah kuliner. Duh, gagal sudah proses diet saya saat
Tarek ada di Mafaza #halah. Tarek paling suka dengan bakso, dan tentu saja saya
dengan senang hati mengajak dia mencari tempat makan yang dia mau, secara, dia
yang selalu bayarin kalo pas makan di luar #plak #dijitak. Setelah makan bakso,
lanjut cari ice cream. Kadang sampai larut nggak tidur, karena ngobrol ngalur
ngidul di pojokan masjid. Dan kerennya, Tarek selalu membaca Al Quran sebelum
tidur, meski kami sudah ngoceh sampe larut.
Setelah Tarek kembali ke Mekah
kemudian kembali ke kampusnya dai Qairo University , dia selalu mengirim pesan
baik melalui Facebook maupun BBM.
“I really love Indonesia. I wanna go
back again. After my graduation Insha Allah I will go back to Indonesia, I
wanna marry someone from Indonesia.”
Biasanya saya cuma tertawa membaca
pesannya. Meski sebenarnya Tarek memang terlihat nyaman selama beberapa hari di
Purwokerto dan kota-kota lain di Indonesia, itu terlihat dari cara dia
berinteraksi dengan penduduk lokal
Kalo pas lagi nelpon saya, Tarek ini
udah kayak teriak aja ngomongnya,
“Ustadzzzzz….” Kata ini yang biasanya
mengawali obrolan setelah terlebih dahulu ia mengucapkan salam.
Sebenarnya,
jarak bukanlah alasan untuk tidak menjalin hubungan baik satu sama lain. Saya
dan sekian banyak teman-teman di belahan dunia yang lain, tetap berusaha
menjalin komunikasi satu sama lain, berusaha untuk saling berbagi dan tentu
saja berharap untuk bisa kembali berjumpa di lain waktu, tidak hanya dengan
bertatap muka melalui Video Call, tapi benar-benar bisa bertemu langsung dan
melanjutkan kehidupan dengan aneka warna dalam indahnya persahabatan. Ini satu
dari sekian banyak sahabat saya yang saya ceritakan, lain waktu saya akan
cerita lagi teman-teman yang lain. *berasa penting*
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan