Setiap kali mudik ke bengkulu, dari airport saya selalu berusaha untuk mampir ke pondok pesantren tempat saya menuntut ilmu waktu masih SMP dan SMA. Mudik kali ini saya bermalam satu malam di pondok, bertemu dengan beberapa kawan yang masih setia mengabdi di pondok meski santrinya hanya tersisa 5 orang saja, berbeda jauh dengan kondisi 7 tahun yang lalu saat saya masih berada di pondok. Kala itu, pesantren ini merupakan pesantren terbesar dan terbaik di Bengkulu dan tentu saja termegah. Dan kini, semua tinggal cerita yang entah kapan akan kembali terulang masa kejayaannya. Saat menunaikan shalat subuh di masjid pesantren yang juha sudah lapuk dan semakin tak terawat, saya menangis, teringat akan almarhum Buya dan Papi yang sudah berjuang sedemikian hebatnya demi membangun sebuah lembaga pendidikan bagi mereka yang kurang mampu dan kini pesantren sudah berada di ujung tanduk karena tidak adanya sumber dana untuk mengembangkannya kembali. Sejak Papi meninggal, keadaan memang beru...