Skip to main content

Why should you accept yourself?

“Kenapa saya tidak sesukses dia?”

“Kenapa saya tidak sepintar dia?

“Kapan saya akan bisa menjadi kaya seperti dia?”

“Kenapa dia bisa lebih bahagia dari saya?”

“Kenapa hidupnya lebih damai dari saya?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sering  muncul dalam kehidupan kita. Tidak harus semua, paling tidak ada salah satu yang muncul dalam benak kita. Pertanyaan-pertanyaan ini sering kali akan muncul ketika kita merasa orang lain lebih beruntung dari kita dalam banyak hal.

Seringkali, berawal dari pertanyaan-pertanyaan tersebut hingga akhirnya muncul cemas, insecure, tidak percaya diri, merasa gagal atau bahkan merasa diri tidak bernilai sama sekali. Jika sudah begini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi; menjadi orang yang ambisius atau malah menjadi orang yang berhenti di tempat (staying on the spot).

Seseorang yang tidak bisa menerima diri sendiri (self acceptance) akan menjadi orang yang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Hal ini yang akan menjadikannya semakin ambisius dalam menjadi hidup.

Agar kita tidak terjebak dalam rasa ‘Insecure’, ada satu kemampuan yang bisa dikembangkan. Kemampuan itu adalah ‘Self Acceptance/Penerimaan Diri’. Penerimaan diri merupakan keadaan dimana seseorang bersedia menerima dirinya dari segi fisik, social economy, kelebihan, serta kekurangan yang ada pada dirinya.

Dengan menerima diri sendiri, kita akan berdamai dengan kondisi dan apa yang ada pada diri kita, baik itu kelebihan maupun kekurangan.

Ada yang berpendapat bahwa penerimaan diri artinya kita jalan di tempat, tidak berkembang, dan kita tidak mengusahakan perubahan dalam hidup. Pendapat ini tentu saja salah kaprah. Karena dengan penerimaan diri, kita akan lebih menyadari ketidakmampuan kita, kekurangan kita, sehingga kita bisa memperbaikinya.

Langkah awal sebelum kita merubah sesuatu adalah sadar akan ketidaksempurnaan, yakni, hal yang ingin kita ubah adalah sesuatu yang perlu diubah. Jika kita tidak sadar tentang hal yang akan kita perbaiki, kita tidak akan pernah tahu apa yang harus dilakukan untuk menjadi lebih baik. Dengan menerima kekurangan, kita tahu apa yang harus diperbaiki tanpa harus memiliki rasa kecil hati. Senada dengan apa yang dinyatakan oleh Carl Juang:

“We cannot change anything unless we accept it.” (Carl Jung)

Setelah itu, pertanyaan yang akan muncul adalah ‘Bagaimana cara untuk menerima diri sendiri?’

1.       Mengenal siapa diri

Seseorang bisa menerima dirinya dengan cara mengenal siapa dirinya dan mampu melihat dirinya sebagai diri yang utuh. Tidak hanya dalam kepahitan, tapi juga disaat yang tepat.

2.       Memahami kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri

Ini tidak hanya berarti mengetahui bagian terburuk kita, tetapi juga mampu memperhatikan, mengidentifikasi, dan mengakui kebaikan dalam diri kita. Potensi manusia dan kemampuan kita dalam belajar dari kehidupan akan menjadi lebih baik.

 

3.       Berdamai dengan kekurangan yang ada pada diri

Kita perlu bersikap baik dan membiarkan diri kita mengalami emosi negatif. Tetapi jelaslah dengan emosi, pemikiran, dan situasi kita sendiri. Dengan demikian kita akan belajar lebih baik tentang sebuah situasi. Hal ini akan membantu diri kita menjadi seseorang yang lebih baik hari ini dan esok.

 

4.       Mencintai diri sendiri

Kita harus memahami bahwa apa yang kita lihat dari kehidupan orang lain hanyalah sebagian dari hidupnya. Jadi, mencintai diri sendiri tanpa syarat apapun adalah sebuah keharusan. Karena kita adalah manusia yang unik dengan sekian banyak kelebihan. Membandingkan diri kita dengan orang lain adalah cara ampuh untuk menjadikan kita sakit secara mental maupun fisik.

 

“Happy to be ME and I Love ME”

 

@rayyan.zahid


Comments

Post a Comment

Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat ...

Paralayang Batu

Salam. Tiga hari terakhir, saya lagi banyak kerjaan (baca: tugas kuliah ama jalan-jalan, hehe). Kebetulan Reimer, sahabat saya dari Rotterdam-Holland sedang berkunjung ke Malang. Sebagai sahabat yang baik, tentunya saya mau mengajak dia menjelajahi Malang dan sekitarnya, dong, hehe. Sejak Minggu saya sudah menemani Reimer jalan-jalan. Saya hanya menemai ketika kuliah sudah selesai aja, sih. Biasanya dari ashar sampai malam. Nah, selain kelayapan di Malang, saya mengajak Reimer untuk menikmati keindahan pemandangan dari atas ketinggian Gunung Banyak yang merupakan tempat bagi kamu yang berani uji nyali untuk terbang dari ketinggian dengan bantuan parasut atau biasa dikenal dengan Paralayang.

Tentang Tato

Bermula dari tweets saya yang membahas tentang tato, sekarang saya ingin menjadikannya sebuah artikel. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, atau menghakimi orang-orang yang mempunyai tato. Tulisan ini dari sudut pandang agama (Islam) dan medis. Tentunya ini hanya sebatas pengetahun saya saja. Saya pernah menanyakan alasan bertato kepada teman-teman yang mempunyai tato. Sebagian besar jawabannya adalah “seni, keren, punya makna tersendiri, laki banget, dan sebagainya” . Tato tidak hanya digemari Kaum Adam, namun Kaum Hawa pun juga menggemari tato. Saya pernah membaca, tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang berarti “tanda”. Para ahli menyimpulkan bahwa tato sudah ada sejak tahun 12.000 Sebelum Masehi.  Lantas bagaimana Islam memandang tato?  Sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya sebagai landasan utama umat Islam hidup. Allah swt. memberikan kita pedoman dalam menjalani hidup. Di dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat...