Teman satu kamar waktu di rumah singgah pascasarjana UIN Malang
13 Agustus 2014
Di dalam kampus pascasarjana, ada guest house yang disediakan oleh pihak
kampus. Saya belum langsung memesan kamar, belum bertanya lebih lanjut tentang
harga dan fasilitas yang tersedia, karena ingin berkeliling kota terlebih dahulu
sampai esok hari. Perjalanan saya semakin panjang, sedari siang sampai lepas
isya, saya pergi menempuh perjalanan sekian jauh untuk mengenal keindahan kota
malang baik kala siang maupun malam. Malang adalah kota yang cantik dan teduh. Saya
mulai jatuh cinta dengan kota ini.
Jarum jam di tangan sudah menunjukkan
pukul sembilan malam, setelah seharian berkeliling ke berbagai macam tempat,
saatnya untuk kembali, mencari tempat untuk istirahat. Dari masjid alun-alun
kota saya kembali ke masjid Universitas Muhammadiyah Malang, namun sudah gelap,
tidak ada tanda-tanda kehidupan di masjid ini. Tidak ada terlihat aktifitas
jamaah di dalam masjid, semua sudah gelap. Ada tiga orang mahasiswa yang
berjaga di salah satu kamar yang ada di masjid, Saya menghampiri mereka,
menanyakan kemungkinan ada kamar untuk transit sementara. Biasanya, di
masjid-masjid besar, disediakan kamar-kamar untuk transit bagi mereka yang
datang dari jauh sebagai wujud pelayanan terhadap ummat. Namun sayang, masjid
sebesar ini tidak menyediakan kamar transit.
Malam semakin larut, udara malam semakin
menusuk kulit. Jaket yang saya bawa
sudah kotor dan berbau. Saya hanya membawa satu jaket, terpaksa saya memakainya
kembali meski sudah bau dan kotor, agar tubuh tetap hangat di tengah dinginnya
udara. Saya berjalan menuju pom bensin yang bersebelahan dengan masjid, masuk
ke dalam mushalla kecil di dalamnya, berselonjor, kemudian membuka laptop dan
berselancar sejenak di dunia maya mencari penginapan di sekitar UMM. Saya
mencoba menghubungi beberapa hotel, namun kebanyakan penuh. Setelah mencoba
beberapa kali, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke hotel Helios yang tidak
jauh dari stasiun Malang. Hotel ini banya direkomendasikan oleh para traveller.
Angkutan sudah sepi, bahkan mungkin
sudah tidak ada lagi yang beroperasi di jam segini. Jam sudah menunjukkan pukul
sepuluh lebih. Dengan bantuan seorang tukang ojek, Saya pergi ke beberapa
penginapan yang lain, karena ternyata penginapan Helios sedang penuh. Tidak
mengapa, bapak yang mengendarai motor begitu baik, ia menghantarkan saya ke
berbagai hotel, dan memastikan saya bisa istirahat dengan baik malam ini. Setelah
pencarian yang cukup melelahkan, akhirnya saya bisa menginap di sebuah hotel
yang tidak jauh dari stasiun.
Jalanan sudah semakin lengang, saya duduk
di balkon hotel yang menghadap ke jalan raya. Lalu lalang kendaraan sudah tidak
terlihat, hanya beberapa motor yang terlihat melintas, sepi dan hening.
Saya mempelajari buku TPA yang masih
belum terlalu saya pahami, semua butuh proses yang tidak mudah. Inilah yang
disebut sebuah perjuangan, bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang lebih maka
kita harus berusaha lebih. Namun perlu diingat, bahwa kita hanya bisa berusaha,
selebihnya Allah yang menentukan mana yang terbaik bagi kita, asal kita bisa
mengambil pelajaran dari semua peristiwa yang kita lalui di dalam hidup.
Pagi menjelang siang, ada banyak yang
bejualan di sekitar hotel, mulai dari makanan kelas menengah ke atas, sampai
makanan yang ada di kedai-kedai pinggir jalan, semua menggugah selera.
“Jangan lupa nyobain rawon, itu
makanan wajib kalo lagi di Malang,” begitu pesan Bu Syifa.
Berbicara soal makanan selalu membuat
saya lapar.
Sudah saatnya untuk check out dari hotel, Saya menuju hotel
UMM INN yang tidak jauh dari Universitas Muhammadiyah Malang. Konon, ini
merupakan hotel pendidikan pertama yang dikelola oleh pihak kampus UMM. Namun
semua kamar penuh. Seorang teman memberitahu tentang rumah singgah di belakang
gedung pascasarjana UIN Malang yang sempat terlupakan.
“Nginap di Pascasarjana saja,
250.000,/malam, bisa buat berdua. Kualitasnya berbintang. Kan lebih murah kalo
dibagi dua,” ucapnya melalui telepon.
“Ini tawaran yang menarik,” pikirk
saya singkat. Tidak perlu menunggu waktu lama, saya langsung ke kampus dan
menemui pihak pengelola rumah singgah. Disinilah saya bertemu dengan
orang-orang hebat dari berbagai macam daerah. Ada yang datang dari Palu,
Makasar, Jambi, Cirebon, Surabaya, dan berbagai macam daerah yang lain. Mereka
semua adalah orang-orang hebat di bidangnya masing-masing. Kami berkomunikasi
satu sama lain dengan bahasa Arab. Saya yang jarang berbincang dengan Bahasa
Arab terpaksa harus mengikuti perbincangan mereka.
Kami saling mengenal satu sama lain,
saling berbagi pengalaman, saling memberi semangat. Kebanyakan mereka akan
mengambil S3 Pendidikan Bahasa Arab. Saya banyak belajar dari mereka tentang
arti sebuah perjuangan untuk meraih mimpi.
Ada seorang bapak yang sudah berusia
56 tahun, beliau baru akan melanjutkan program doktor.
“Belajar itu tidak mengenal batas
usia, tidak terbatas pada bangku sekolah saja. Ada banyak hal yang tidak kita
dapatkan dari dunia pendidikan. Maka perlu adanya pengembangan diri. Jangan
mengandalkan dunia kampus saja,” ucap beliau di sela-sela perbincangan kami.
Selain itu, ada beberapa anak muda
yang tidak jauh beda umurnya dengan saya, mereka sedang menempuh pendidikan doktor,
bahkan ada yang baru mau masuk program doktor, namun sudah menulis buku yang
diterjemahkan dalam tiga bahasa. Setelah kuliah doktor, ia akan berkeliling ke
tiga Negara untuk mempresentasikan karyanya. Ini adalah pengalaman yang luar
biasa, dan memicu semangat saya untuk bisa menjadi lebih baik lagi.
Hakikatnya, belajar adalah sebuah
proses perbaikan diri dari tidak tahu menjadi tahu. Sesungguhnya belajar yang
baik adalah yang bisa mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semakin dalam ilmu
yang kita miliki, semakin takut kita akan Allah. Karena ada banyak orang yang
lancang melanggar aturan-aturan Allah, meninggalkan perintah Allah, karena
tidak adanya rasa takut kepada Allah.
Kami kembali ke kamar masing-masing,
istirahat penuh dan mempersiapkan diri untuk mengikut tes masuk pascasarjana
esok hari.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan