Salah Satu Gedung UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
12 Agustus 2014
Bus sudah memasuki Kota Malang yang
dingin, kami berhenti di terminal Arjosari. Berdasarkan informasi yang saya dapat
melalui internet, saya masih harus naik angkot dengan tulisan AL untuk bisa
sampai ke UIN Maulana Malik Ibrahim, dimana mimpi sejak sekian lama telah saya ukir. Mimpi untuk bisa belajar di UIN
Maliki memang sudah mendarah daging. Padahal, saat kuliah sarjana dulu, saya tidak
pernah akan mengira untuk bisa sejauh ini melangkah. Namun inilah kehendak
Tuhan, Ia dengan mudah memindahkan tempat kita untuk berjuang.
Saya menghirup udara segar di kota
yang benar-benar baru. Saya belum mengenal siapapun di kota ini, ini adalah
kedatangan saya yang pertama kali di kota ini, dan semoga saya bisa bertahan
demi sebuah impian.
Perjalanan demi perjalanan yang saya lalui
selalu mengajarkan banyak hal, bertemu dengan orang-orang baru dengan latar
belakang budaya yang berbeda, dan itu semua mengajarkan saya akan kedewasaan
diri. Saya selalu mengambil banyak pelajaran dalam setiap langkah demi langkah
kehidupan. Bumi Allah ini luas, dimana pun kita berada, kita bisa menjadi hamba
yang baik, asal ada kesungguhan di dalam hati untuk berjuang menegakkan hukum-hukum
Allah di muka bumi ini.
Bangunan itu begitu megah, saya memperhatikan setiap sudut bangunannya
yang dikelilingi rimbunnya pohon-pohon yang menjulang. Sejuk udara menusuk
kulit. Saya mengeratkan jaket yang saya pakai.
Saya sedang berdiri di depan gerbang UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
“Pak, tempat pendaftaran pascasarjana
di sebelah mana?” Saya bertanya pada seorang security yang sedang bertugas. Tampaknya ia sudah berjaga sejak
malam, kulihat kusut wajahnya yang mengantuk.
“Pendaftaran Pascasarjana langsung di
kantor Pascasarjana, Mas, di daerah Batu.” Jawabnya sambil mengusap kedua
matanya yang merah. Mungkin saja ia belum tidur.
“Dari sini kesana naik apa, Pak?”
“Mas naik jurusan Landungsari,
kemudian ambil angkot ke arah Batu, nanti turun pas di depan Pascasarjana UIN, tanya
aja dengan supirnya, pasti tahu.” Jelasnya lebih lanjut.
Saya mengangguk, kemudian
menyalaminya sambil mengucap terimakasih.
Saya bergegas menuju kantor
Pascasarjana, jarum jam di tangan sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Hari
ini adalah hari terakhir pendaftaran. Seorang pegawai administrasi menerima
semua berkas yang saya bawa, kemudian memberikan selembar tanda terima. Lega
rasanya, sudah menyerahkan semua persyaratan dan tinggal menunggu tanggal 14
Agustus untuk tes masuk.
Di depan kampus Pascasarjana terdapat
sebuah masjid yang indah, meski tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Saya
meletakkan semua barang bawaan ke lantai dua, kemudian mengambil air wudhu di
lantai bawah. Saya menunaikan shalat dhuha, sebagai ucapan syukur atas karunia
yang telah Allah berikan pada saya selama ini. Saya mengucap doa-doa pada-Nya,
semoga impian-impian yang selama ini saya yakini bisa terwujud.
Setelah shalat dhuha, saya menghampiri
seorang laki-laki yang sedang membaca Al Quran di pojok masjid, kami saling
kenal satu sama lain, ternyata dia juga calon mahasiswa Pascasarjana, namun
kami mengambil jurusan yang berbeda. Dia mengambil jurusan Pendidikan Bahasa
Arab, sedangkan saya mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam.
Belum tertulis di dalam catatan
harian saya alamat tempat tinggal saya sementara. Tes masih dua hari lagi,
sedangkan saya tidak mengenal siapapun di kota ini.
“Kamu itu nekad banget, Mas. Masa
pergi nggak kenal satu orang pun dan masih belum tahu harus nginep dimana.”
Komentar seorang perempuan yang kebetulan duduk di samping saya selama
perjalanan dari Purwokerto. Saya hanya tersenyum mendengar ucapannya. Ini
bukanlah yang pertama kalinya saya seperti ini. Saya sudah sering bepergian dan
tidak pernah ada masalah dimana saya akan menginap. Biasanya Masjid yang
menjadi pilihan saya. Tenang rasanya bisa tidur di masjid, bangun malam
kemudian bermunajat kepada Allah SWT.
Saya membuka juz keempat dari Al
Quran kecil yang saya bawa, saya membaca ayat demi ayat Ilahi, tidak terasa air
mata saya tumpah saat melantunkan kalam Ilahi yang sejak lama saya cintai. Tuhan
memang begitu baik, memberi saya kesempatan untuk belajar sedikit demi sedikit
tentang kalam-Nya.
Sudah hampir dzuhur, saya memilih
untuk shalat di Masjid Universitas Muhammadiyah Malang yang terletak tidak
begitu jauh dari gedung Pascasarjana. Disinilah Saya bertemu dengan berbagai
macam orang, saling kenal satu sama lain. Saya memang tipe orang yang berani
mengenalkan diri pada orang-orang yang saya temui. Dengan demikian, saya tidak
merasa asing di tempat yang baru saya singgahi. Selalu ada cara membuat saya
betah dan mulai mencintai suasana di tempat ini.
Kota Batu memang terkenal dengan
sejuknya udara yang berembus. Bahkan di siang hari seperti ini, saya harus
mengenakan jaket tebal agar tidak kedinginan.
Di tengah dinginnya udara,
bayang-bayang anak-anak di sekolah melintas tak beraturan. Ribuan kenangan
tentang mereka seketika hadir begitu saja. Saya terdiam, tertunduk, kemudian
kembali menyentuh dada yang mulai sesak. Bahkan di tengah dinginnya udara,
kehangatan kasih antara saya dan murid-murid tak mampu dihilangkan begitu saja.
Saya merindukan mereka, meski baru sehari saya berpisah dengan mereka. Tapi ini
adalah bagian dari pilihan saya.
Anak-anakku, mungkin kalian tidak
tahu betapa berat hatiku berpisah dengan kalian semua. Namun Saya percaya,
kalian akan tumbuh menjadi anak-anak yang shaleh/shalehah. Amin.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan