Les tambahan penting, nggak sih?
Saya pernah mengajukan pertanyaan ini
kepada beberapa murid saya dan mereka memiliki jawaban tersendiri tentang keputusan
yang mereka ambil. Dan saya menghargai itu.
Hari ini, saya pun akhirnya akan
memulai menjadi salah satu peserta kursus Bahasa Inggris (lagi), tidak
tanggung-tanggung, saya akan mengikuti les Bahasa Inggris setiap hari Senin
sampai dengan Jumat, dari pukul 15.30 sampai 17.00, kebayang gimana capeknya? Padahal
setiap hari saya harus kerja sampai pukul 14.30.
Sekarang saya les di dua tempat, di
LIA dan UPT Bahasa Universitas Jendral Soedirman.
Saya sudah ikut les di LIA sejak
beberapa bulan yang lalu, dan saya merasakan perkembangan yang cukup baik, baik
dari pengucapan, dan juga tata bahasa. Sedangkan di UPT Bahasa Unsoed baru akan
dimulai pekan depan, hari ini adalah pretest.
“Ustadz, ngapain ikutan les, bukannya
udah pintar Bahasa Inggris?” Tanya beberapa anak didik saya.
Pintar? Haha
Saya itu memang aktif berbicara
Bahasa Inggris, karena memang pernah punya obsesi besar terhadap Bahasa Inggris
pas kuliah dulu.
Sejak SMP dan SMA, Bahasa Inggris
adalah pelajaran yang paling menakutkan bagi saya dan saya paling malas belajar
Bahasa Inggris. Sudah berbagai macam cara dilakukan agar saya suka dengan yang
berbau Inggris ini, tapi tetap saja gagal dan saya tidak pernah menyukainya.
Sampai akhirnya, saat saya
mendapatkan beasiswa Sarjana di Perguruan Tinggi Swasta di Jakarta, saya dituntut
untuk bisa berbahasa Inggris. Ah, saat itu rasanya seperti disuruh makan
sesuatu yang tidak saya sukai. Kesel dan malu juga tiap kali diminta berbicara
Bahasa Inggris, tapi saya hanya bisa bengong, bahkan saya pernah diketawain
karena tidak bisa mengeja tulisan dosen di papan tulis. Iya, saya pernah
ditertawakan sedemikian rupa oleh mahasiswa-mahasiswa lain.
Sejak saat itu, saya memutuskan untuk
ambil les di LIA, karena memang LIA yang dekat dengan kampus. Ada English First
yang terkenal itu, tapi biayanya selangit untuk ukuran mahasiswa yang hanya
mengandalkan beasiswa untuk hidup di tanah rantau yang baru saya tempati.
Cukup lama saya ikut les, hampir tiga
semester, dan yang saya ambil saat itu adalah Conversation. Dalam jangka waktu
satu semester, saya bisa cuap-cuap di kelas, yang awalnya ditertawakan,
akhirnya dijadikan tempat untuk bertanya setiap kali ada tugas Bahasa Inggris. Setiap
akhir pekan, saya pergi ke Kota Tua, yang kebetulan dekat rumah Mami, seseorang
berhati mulia yang menjadi Ibu saya di rantauan. Saya berusaha untuk bisa
berbicara bahasa Inggris dengan beberapa turis yang saya temui, yang penting
yang saya ajak bicara bisa paham dengan apa yang saya ucapkan, saya tidak terlalu
memerhatikan tata bahasa.
Bahasa itu sebenarnya tergantung
kebiasaan. Meski kamu hafal ribuan kosa kata dalam bahasa tertentu, tapi nggak
pernah kamu praktikkan, kamu nggak akan bisa ngomong dengan bahasa yang sedang
kamu pelajari. Jadi pas les, saya selalu berusaha mempraktikkan apa yang
diajarkan oleh guru saya di tempat les.
Di kampus, setiap kali ada acara,
saya sering diminta menjadi MC. Suatu ketika, saat saya sedang berada di istana
Negara, saat acara Maulid Nabi (kalo nggak salah), saya sempat diminta untuk
menggantikan penerjemah bagi para duta besar. Karena penerjemah yang diberi
tugas oleh pihak istana terlambat datang. Saya harus masuk ke dalam suatu
ruangan, memakai headset, kemudian diminta untuk membaca teks yang sudah
diberikan. Setiap MC utama berbicara, harus saya terjemahkan sesuai teks yang
sudah ada di hadapan saya. Tidak sulit memang, toh saya hanya diminta untuk
membaca teks yang sudah ada. Tapi, nggak begitu lama kemudian, penerjemah
datang dan saya lolos dari ketidaknyamanan itu haha. Padahal sudah keringatan,
meski diruangan yang full AC, secara istana Negara, mana ada panas.
Nah, sekarang, saya ingin memperbaiki
kemampuan Bahasa Inggris saya yang masih jauh dari kata bagus. Saya nol dalam
hal Tata Bahasa, saya buta jika ditanya dengan hal-hal yang berkaitan dengan
aturan bahasa dan sebangsanya. Saya nyerah kalo disuruh nulis dalam bahasa
Inggris, karena dituntut untuk bisa tata bahasa. Ah, saya jadi malu dengan diri
sendiri, Cuma bisa ngomong tapi nggak paham dengan aturan bahasa yang ribet
ituh #elusdada.
Saya itu cuma bisa ngomong sedikit saja,
bisa reading juga sedikit #hening, selebihnya saya nggak paham. Fiuhhh ngapain
aja saya selama ini.
Karena masih sangat kurang dengan
Bahasa Inggris, saya memutuskan untuk belajar tata Bahasa, baik belajar mandiri
maupun belajar dengan ikut les tambahan.
Sekarang saya mulai sibuk, mulai
pekan depan, saya sudah siap dengan rutinitas les yang membuat saya bakalan
lebih lelah dari sebelumnya. Tapi saya sudah siap kok dengan kesibukan baru
ini, toh ini adalah pilihan saya.
Dalam hidup, kadang kita dihadapkan
dalam pilihan-pilihan, dan setiap pilihan yang kita ambil selalu memiliki
resiko tersendiri, bukan? Tidak ada pilihan yang tidak beresiko, entah itu baik
maupun buruk, dan setelah kita memutuskan untuk memilih, kita harus siap
menjalani semuanya dengan baik, kan?
Sebenarnya, ini juga bagian dari
persiapan saya yang sedang sibuk menyiapkan diri untuk melanjutkan kembali
Studi saya yang sempat tertunda, dan saya selalu berdoa semoga Tuhan memberi
saya kemudahan dalam melanjutkan cita-cita saya. Hidup saya harus terus menjadi
lebih baik dari sebelumnya, harus ada kemajuan-kemajuan yang saya targetkan,
untuk bisa menjadi lebih baik lagi.
Bukankah orang yang beruntung adalah
orang yang hari ini lebih baik dari sebelumnya?
Saya ingin menjadi lebih baik lagi,
tentunya.
Semoga Allah memberkahi.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan