Satu
bulan pertama di Purwokerto gue memang selalu pake sepeda. Meski sepeda ini
adalah hasil minjem. Sepeda minjem menjadi satu-satunya alat transportasi yang
gue gunakan menjelalah Purwokerto. Sering nyasar nggak jelas, pernah jatuh ke
selokan, pernah dikerjain sepeda yang tiba-tiba lepas rantainya padahal udah
mau maghrib, pernah dimarahin orang gara-gara salah jalan, pernah mendorong
sepeda pas jalanan menanjak terjal dan banyak lagi pengalaman yang gue dapatkan
selama bersepeda.
Di antara sekian banyak pengalaman
itu, yang paling gue ingat adalah saat gue baru sadar bahwa dompet gue hilang.
Setelah selesai sepedaan biasanya gue istirahat sebentar, kemudian mandi dan
langsung menuju ke masjid dekat asrama. Gue jadi alim ceritanya. Setelah shalat
isya, gue mau beli makan dan pusing tujuh keliling nyari dompet nggak
ketemu-ketemu. Hingga malam semakin larut, gue masih nggak bisa menemukan
dompet ajaib gue itu. Padahal gue udah laper banget.
Seandainya dompet gue bisa di miss
call, gue pasti nggak segalau ini, haha
Karena nggak tahu dimana letak
dompet gue, akhirnya gue galau dan curhat di jejaring sosial sambil menahan
perut yang sudah mulai teriak meminta asupan makanan. Pada saat itu gue masih
aktif di facebook dan belum punya akun twitter. Besok paginya gue baru
sadar, kayaknya dompet gue jatuh pada saat keliling bersepeda. Gue pasrah
sekaligus bingung. Gue bingung karena seluruh uang ada di dalam dompet, seluruh
kartu ATM juga ada di dalam dompet (ceritanya gue punya beberapa kartu ATM yang
semuanya kosong #plak). Seluruh identitas gue juga di dalam dompet. Kalian bisa
bayangkan betapa pusingnya gue nggak punya duit, nggak punya identitas dan
nggak punya pacar. Eh maksud gue nggak punya ATM.
Setidaknya kalo kartu ATM gue nggak
ikutan hilang, gue bisa mengambil uang dan gue bakalan bebas dengan yang
namanya galau akut ini. Tapi masalahnya seluruh kartu ATM gue kabur ke dunia
antah berantah bersamaan dengan dompet berwarna coklat tua lusuh itu.
Pukul sembilan pagi gue langsung
pergi ke kantor polisi terdekat, melaporkan tentang kehilangan yang baru gue
alami. Yang jelas gue bener-bener melaporkan bahwa gue kehilangan belahan jiwa
gue yang pergi membawa hati gue yang tinggal separoh, erghh mulai kumat
nih gue. Maksud gue, gue melaporkan bahwa gue kehilangan dompet.
“Ada surat keterangan domisili,
Mas?” Pak Polisi nanyain surat keterangan domisili.
Nah
lo, mampus gue. Gue aja baru sebulan di Purwokerto, jadi gue nggak kenal dengan
yang namanya pengurus desa. Setelah bertanya ke sana-sini, akhirnya gue tahu
bahwa tempat gue minta surat keterangan domisili adalah atasan gue sendiri,
haha parah nih. Kok bisa gue sampai nggak tahu. Surat domisili akhirnya gue
dapatkan dengan mudah. Hanya membayar uang sebesar lima ribu rupiah hasil
minjem (lagi).
Setelah
surat keterangan domisili dapat, gue langsung mengayuh sepeda ke kantor polisi.
Gue minta surat keterangan kehilangan yang akan gue jadikan sebagai pengantar
untuk membuat kartu ATM lagi. Karena gue nggak bawa kartu tabungan, dan nggak
punya KTP. Jadi satu-satunya jalan ya minta surat keterangan kehilangan dari
polisi. Begitulah yang gue yakini.
Matahari
sudah mulai terik banget, surat keterangan polisi akhirnya selesai dibuat. Gue
langsung menuju Bank BRI yang kebetulan berada pas di depan kantor polisi. Tapi
lagi-lagi gue harus bersabar, karena BRI yang gue datangi tidak bisa melakukan
pembuatan kartu ATM. Gue harus ke BRI cabang Purwokerto. Masih dengan penuh
kesabaran, gue pergi mengayuh sepeda menuju ke Bank BRI cabang yang berada
tidak jauh dari alun-alun kota.
Baju
gue udah basah karena keringat. Pas masuk ke dalam Bank, jadi segerrrrr. Gue
langsung mengambil nomor antrian, dan duduk manis di kursi yang sudah
disediakan bagi nasabah. Setelah sekian lama ngantri dan mulai jenuh, nomor
urut antrian gue akhirnya disebut. Gue langsung melenggang patah-patah haha,
maksudnya gue langsung menuju ke counter kemudian menceritakan perasaan
gue yang sesungguhnya bahwa gue jatuh cinta. Lah ini Bank apa biro jodoh sih?
#kalem
Gue
menceritakan kepada pihak Bank bahwa gue baru saja kehilangan kartu ATM dan gue
bermaksud membuat kartu ATM baru.
“Ada
KTP, Mas?”
Gue
cuma bisa menggelengkan kepala penuh khusyu.
“Ada
buku tabungan, Mas?”
Lagi-lagi
gue cuma bisa menggeleng penuh khusyu dan khidmat layaknya sedang
berhadapan dengan calon mertua yang galaknya minta ampun. Kesel. Apes banget
gue.
“Maaf,
Mas. Kami tidak bisa melakukan proses pembuatan kartu ATM baru tanpa adanya
kartu identitas dari nasabah yang bersangkutan. Mas bisa minta surat keterangan
domisili sebagai pengganti kartu identitas pribadi untuk bisa mengajukan
pembuatan kartu ATM baru.”
“Tadi
saya sudah membuat kartu domisili, Mbak. Tapi untuk meminta surat keterangan
kehilangan dari polisi.”
“Baik
kalau begitu. Silahkan buat kembali surat keterangan domisili dan silahkan
datang lagi kesini jika surat keterangan domisili sudah ada.”
Gue
keluar Bank sambil menahan nafas yang mulai sesak. Pegel juga harus bersepeda
kesana-kemari, pergi ke rumah pengurus desa untuk membuat surat keterangan
domisili, ke kantor polisi, ke Bank BRI dan sekarang harus kembali ke rumah
pengurus desa untuk meminta surat keterangan domisili. Sumpah, gue rasanya mau
pingsan saking capeknya bersepeda di bawah terik matahari yang panasnya bisa
menggelapkan muka gue yang putih seperti bintang korea ini haha. Kalo ada duit,
gue bisa saja naik taksi atau naik angkutan umum lainnya. Masalahnya gue nggak
punya duit sama sekali. Gue juga belum makan dari tadi malam. Muka gue pucat
banget. Sepeda minjem ini menjadi satu-satunya penolong meski harus bersusah
payah di bawah terik matahari yang panasnya sampai ubun-ubun. Dengan penuh
semangat perjuangan kemerdekaan 1945, gue bersepeda penuh semangat meski panas
menerpa wajah.
“Bukannya
tadi sudah membuat surat keterangan domisili, Mas?”
Mampus
gue, gimana kalo ternyata nggak boleh membuat surat keterangan domisili lagi?
Apa kata Ibu gue nantinya kalo gue nggak makan selama seminggu karena nggak
punya duit? Apa kata Mak Erot nantinya kalo sampai orang-orang tahu bahwa gue
adalah penyusup gelap tanpa identitas? hehe.
Fokus
Arian…Fokus.
Setelah
gue ceritakan bahwa kartu domisili ini sebagai syarat membuat kartu ATM baru,
akhirnya gue bisa mendapatkan surat itu dan langsung kabur menuju Bank BRI
cabang Purwokerto. Piuhhh……akhirnya.
Senyum
gue lebar banget pas masuk ke dalam Bank. Senyum penuh rasa kemenangan bahwa
gue bisa ngambil duit dengan nyaman di ATM, senyum bahagia karena gue bisa
makan enak lagi, senyum sumringah kayak cinta gue baru saja diterima oleh si
dia yang sudah lama gue taksir #kumat. Gue berharap proses pembuatan kartu ATM
ini bisa semulus jalan tol tanpa hambatan.
Ternyata
apa yang gue harapkan memang terwujud dengan mudahnya. Setelah pergi
bolak-balik ke Bank, setelah dua kali minta surat keterangan domisili, setelah
berpeluh di bawah teriknya matahari, akhirnya gue bisa mendapatkan kartu ATM
baru dengan begitu mudahnya. Alhamdulillah.
Gue
mengambil satu pelajaran berharga bahwa perlu kerja keras untuk mendapatkan apa
yang kita inginkan. Semuanya akan menjadi sia-sia, jika kita hanya berharap
ingin mencapai sesuatu tanpa pernah mencoba untuk meraihnya. Ibarat sebuah
impian, ia hanya akan menjadi mimpi jika kita tidak bangun dan berusaha
semaksimal mungkin untuk menggapai impian itu.
So, selalu ada hasil pada sebuah kesungguhan,
kawan. Jangan menyerah.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan