Aku duduk di pinggiran sungai, menjentikkan jari-jariku di atas
air, melemparkan batu-batu kecil ke tengah sungai. Melihat betapa besar
kuasa-Nya, betapa indah ciptaan-Nya. Batu-batu besar yang tersebar di sepanjang
sungai, pepohonan rindang yang berjejer rapi di pinggir sungai, burung-burung
yang berkicau merdu, semua hanyalah bagian kecil dari keindahan yang telah Ia
berikan kepada makhluk-Nya. Di bagian hilir, beberapa warga sedang menikmati
kejernihan air sungai, mandi, mencuci baju, dan mengangkut air ke rumah dengan
ember-ember berukuran sedang. Suasana yang sejuk, indah, dan menenangkan. Rasa
syukur tak henti-hentinya kupanjatkan atas segala yang telah Ia berikan.
Ibu menghampiriku, duduk di sampingku, dan mengelus rambutku dengan
penuh kasih sayang. Kami hanya diam melihat keagungan Tuhan, hanyut dalam
pikiran masing-masing. Ibu membawa segelas air putih, kemudian memberikannya
kepadaku.
“Kamu merindukan Bapak?” tanya Ibu, sambil melihat ke arahku.
Siapa yang tidak rindu dengan orang yang selama ini telah
mendidikku hingga aku bisa menjadi seperti ini? Seseorang yang telah
mengajarkanku bagaimana mensyukuri segala nikmat yang telah Ia berikan,
seseorang yang selama ini telah membuatku menjalani hidup ini dengan senyuman
dan penuh syukur.
“Iya, Aziz rindu dengan Bapak” jawabku pelan.
Bapak, dia laki-laki yang selama ini mengajarkanku bagaimana
menjadi seseorang yang bertanggung jawab. Aku belajar tanggung jawab darinya,
bagaimana dia berjuang demi kami sekeluarga, mencari ikan di sepanjang sungai
yang membelah desa kami dengan desa sebelah. Sebuah sungai yang kami beri nama “penyandingan”.
Aku tidak tahu pasti mengapa sungai itu diberi nama penyandingan. Kata Bapak,
para tetua kampung yang memberikan nama tersebut. Hanya itu saja, Bapak tidak
menjelaskan mengapa nama itu yang dipilih.
Meski kami bukan berasal dari keluarga yang kaya, akan tetapi kami
merasakan kebahagiaan yang cukup. Karena dalam situasi apa pun sebenarnya kita
bisa hidup dengan penuh kebahagiaan. Kebahagiaan itu akan ada apabila kita hidup
dengan penuh rasa syukur. Mensyukuri hidup berarti telah membuka pintu
kebahagiaan dan ketenangan bathin.
Bapak dengan gigih menyekolahkanku ke kota. Setiap awal bulan,
Bapak datang menjengukku, membawa segala kebutuhanku selama belajar di kota;
beras, minyak tanah, aneka macam sayur mayur, dan buah-buahan. Bapak menanam
beraneka macam sayur mayur di ladang, menghiasi halaman rumah dengan tanaman
bayam, dan menanam pohon pisang di belakang rumah. Rumah kami begitu sejuk,
hijau, dan asri.
*
Pagi ini, aku dan Bapak akan pergi mencari ikan di sungai,
menggunakan sebuah kail, dan jaring ikan yang berukuran sedang. Kami berjalan menyusuri
sungai yang berbatu, menuju hulu sungai. Batu-batu berukuran besar menjadi
pemandangan yang menakjubkan. Bapak menyuruhku duduk di sebuah batu sambil mengail
ikan dengan sebatang kail yang terbuat dari bambu.
Bapak memasang jaring ikan dari tempatku duduk sampai ke seberang
sungai. Ia berenang dengan lincahnya bak atlit renang yang sering kulihat di
televisi tetangga. Setelah selesai memasang jaring, Bapak bermaksud kembali
menyeberang dan duduk bersamaku. Tiba-tiba, sesuatu terjadi begitu cepat. Suara
gemuruh air dari hulu sungai mengejutkanku, mengejutkan Bapak yang sedang
berenang. Bapak tidak bisa bertahan, arus air begitu kuat, membawa tubuh
kurusnya ke hilir dan terhempas ke batu-batu yang ada di sungai. Aku berteriak
meminta tolong, berharap ada warga yang sedang berada di dekat sungai. Suaraku
menjadi serak karena terus berteriak
meminta tolong, namun tidak ada satu pun orang yang mendengarkan
jeritanku. Aku hanya anak kecil yang tidak bisa melakukan apa-apa, hanya mampu melihat
Bapak yang hanyut hingga menghilang dari penglihatan. Kami berada di tempat
yang cukup jauh dari pemukiman warga. Bapak sudah hilang, tenggelam bersama
keruhnya air sungai.
Aku berlari dengan mata yang berembun, detak jantung yang tak
menentu, meminta tolong ke warga kampung. Beberapa warga berlari mengikutiku,
menuju tempat dimana Bapak hilang terbawa derasnya air sungai. Pencarian terus
dilakukan hingga senja menjelang, Bapak ditemukan dibalik sebuah batu,
tersangkut di ranting pohon berukuran lengan orang dewasa yang melintas di
celah-celah batu. Tubuhnya sudah memucat, dan seukir senyum menghias wajahnya.
Hari itu adalah hari terakhir aku bertemu Bapak, hari terakhir aku
pergi mencari ikan bersamanya. Biasanya, setelah selesai mencari ikan, kami
langsung menjual ikan hasil tangkapan, kemudian membeli segala kebutuhan kami
sehari-hari.
*
“Kamu ingat pesan Bapakmu waktu kamu mau sekolah ke Kota?” Ibu
menanyaiku yang sedang tertunduk menahan haru karena rindu.
Aku menganggukkan kepala kemudian menatap wajah Ibu yang sudah
renta.
Tidak mungkin aku melupakan pesan itu, sebuah pesan yang selalu dia
ucapkan.
“Jangan tinggalkan shalat, Nak”
Itu saja, karena ketika seseorang sudah mendirikan shalat dengan
baik, Insyaallah dia bisa menjadi anak yang baik. Seorang anak yang menjalankan
segala ajaran shalat dalam kehidupan sehari-hari.
Bapak akan marah jika tahu anak-anaknya tidak melaksanakan shalat,
dan akan marah jika kami tidak mengaji di masjid. Ia selalu mengatakan ;
“Kalian boleh menjadi apa pun; dokter, polisi, guru, atau yang
lain. Bapak tidak pernah memaksakan kehendak. Akan tetapi, jangan pernah lupa
untuk beribadah kepada-Nya. Karena hakekat manusia diciptakan adalah untuk
beribadah kepada-Nya” Bapak sering mengingatkan kami akan hal ini.
Senja menjelang, para petani kembali ke rumah mereka masing-masing,
anak-anak kecil berlarian di pinggir sungai, aku berjalan bersama Ibu menuju rumah.
Melangkahkan kaki di atas bumi-Nya, melewati hamparan sawah yang hijau,
mensyukuri segala karunia-Nya dalam tiap hembusan nafas.
Tuhan,
Bapak sudah mengenalkanku kepada-Mu
Mengajarkanku bagaimana bersujud kepada-Mu
Mengingatkanku yang kadang lupa kepada-Mu
Membimbingku agar menjadi hamba-Mu
Tuhan,
Kutitipkan rindu ini padamu
Kutitipkan rindu ini padamu
Sumber gambar : di sini
sedih rasanya ni...
ReplyDeletesedih rasanya...
ReplyDeletekok dobel gini komentarnya? :)
DeleteJadi teringat Bapak,,,
ReplyDeletePesan sebelum beliau meninggalkan Ibu,saya, dan adik2...
Baca ini rasanya jiwa saya mengembara saat masih ada dia dan rindu itu semakin terasa :D :D
semoga Beliau diberi ketenangan di sisi-Nya . Amin
Delete