Asbabun Nuzul
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan memohonlah ampunan untuk mereka, dan bersmusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.[1] Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal.” [QS. Ali Imran: 159]
Muatan ayat ini bisa diterapkan sebagai perintah umum tertentu, namun sebab turunnya ayat ini adalah tentang perang Uhud. Umat Islam yang melarikan diri dari perang Uhud dan kalah, dilanda penyesalan yang dalam, rasa bersalah, dan penderitaan. Mereka berkumpul di sekeliling Nabi SAW. dan memohon maaf. Lantas, Allah memberikan perintah untuk memberikan maaf secara umum bagi mereka, melalui ayat ini.
Tafsir
Pada ayat ini, Allah SWT. berfirman kepada Rasulullah SAW., mengingatkan beliau dan juga-juga orang-orang yang beriman atas karunia-Nya, yang telah menjadikan hati beliau lembut kepada umatnya yang mengikuti perintahnya dan meninggalkan larangannya serta menganugerahi beliau tutur kata yang baik kepada mereka. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.” Maksudnya siapakah gerangan yang menjadikan kamu bersikap lemah lembut kepada mereka kalau bukan karena rahmat Allah atas dirimu dan diri mereka.
Al-Hasan al-Bashri mengatakan bahwa hal itu merupakan akhlak Nabi Muhammad SAW. yang dengan akhlak itu Allah mengutusnya.
Kemudian Allah berfirman: “Sekiranya kamu berkata kasar lagi berhati keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” Kata ‘al-fazhzh’ (secara bahasa) sama artinya dengan kata ‘al-ghalizh’. Adapun yang dimaksud dengan al-fazhzh disini adalah ucapan yang buruk. Sedangkan firman Allah setelah itu, “Berhati keras”. Jadi makna ayat ini (selengkapnya) adalah, jika engkau mengucapkan kata-kata yang buruk dan berhati keras kepada mereka, niscaya mereka akan menjauh dan meninggalkanmu. Tetapi Allah menyatukan hati mereka kepadamu. Diapun menjadikan engkau bersikap lembut kepada mereka untuk menarik hati mereka. Sebagaimana dikatakan Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ia mendapati sifat Rasulullah SAW. dalam kitab-kitab terdahulu, yaitu tidak bertutur kata kasar dan tidak juga berhati keras. Tidak gemar berteriak-teriak di pasar, juga tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Sebaliknya, beliau selalu memaafkan.
Selanjutnya Allah berfirman, “Karena itu maafkanlah mereka, mohonlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dengan urusan itu”. Karena itulah Rasulullah selalu bermusyawarah dengan para Sahabatnya dalam memutuskan masalah yang terjadi di antara mereka. Hal ini bertujuan agar hati mereka senang dan lebih bersemangat dalam melakukannya. Nabi mengajak mereka bermusyawarah pada perang badar untuk memutuskan keberangkatan mereka guna menghadapi pasukan orang-orang kafir. Rasulullah pun mengajak mereka bermusyawarah untuk memutuskan di mana harus berkemah, sehingga al-Mundzir bin ‘Amr (yang dijuluki dengan) al-mun’iq liyamut (orang yang bersegera menyongsong kematiannya) menyarankan untuk berkemah di hadapan musuh.
Menjelang perang Uhud, beliau pun bermusyawarah untuk memutuskan apakah akan tetap bertahan di Madinah atau pergi menyongsong musuh. Ternyata sebagian besar Sahabat menyarankan untuk pergi menyongsong musuh. Maka beliaupun bersama mereka menghadapi musuh.
Firman Allah: “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.” Maksudnya, apabila engkau telah mengajak mereka bermusyawarah mengenai suatu masalah, kemudian engkau telah mengambil keputusan, maka bertawakkallah kepada Allah. Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Nilai-Nilai
Akhlak Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran Ayat 159
1.Menunjukkan
Sikap Lemah Lembut Terhadap Sesama
Orang
yang berhati keras dan kaku tidak bisa beramah tamah dengan orang lain.
“….Jadi, karena rahmat dari
Allah-lah maka kamu bersikap lemah lembut kepada mereka, dan jika kamu bersikap
kasar, dan keras hati, maka pasti mereka akan melarikan diri dari sisimu…”
Dalam
keseharian, kadang seseorang enggan untuk bersikap lemah lembut kepada sesama,
dalam artian bersikap baik kepada orang-orang yang ada di sekitar, padahal,
dengan sikap baik itulah orang lain akan bersimpati kepadanya.
“Dari Adi bin Hatim ra., ia
berkata: “Rasulullah SAW. bersabda: “Takutlah kalian terhadap api neraka,
walaupun hanya dengan menyedekahkan sebagian biji kurma. Apabila tidak
mendapatkannya, cukup dengan berkata baik.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Hadis ini selaras dengan perintah Allah kepada manusia untuk bersikap baik terhadap sesama, sebagai kunci dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan ucapan yang baik, sikap yang baik, orang lain akan menghormati seseorang, dan begitu juga sebaliknya, orang akan enggan memberikan rasa hormat kepada orang-orang yang kasar. Berbuat baiklah, maka orang lain pun akan bersikap baik kepadamu.
2.Pemaaf
Kamu boleh memaafkan orang lain atas perlakuan zalim mereka kepadamu, dan atas dosa yang mereka perbuat, yang berkaitan dengan Allah. Mohonkanlah ampun bagi mereka kepada Allah, dan awasilah mereka dengan bermusyawarah dengan mereka dalam urusan politik dan sosial.
3.Musyawarah
Di dalam musyawarah, terdapat unsur simpati, pengembangan kemampuan, perbedaan kawan dari lawan, pemilihan sikap yang terbaik, penciptaan suasana ramah dan cinta kasih, dan adanya hikmah-hikmah praktis bagi orang lain.
Ibnu ‘Athiyah berkata, sebagaimana ditulis oleh Imam Al Qurthubi di dalam tafsirnya, “Musyawarah termasuk salah satu kaidah syariat dan penetapan hukum-hukum. Barang siapa yang tidak bermusyawarah dengan ulama, maka wajib diberhentikan (jika dia seorang pemimpin). Tidak ada pertentangan tentang hal ini. Allah SWT. memuji orang-orang yang beriman karena mereka suka bermusyawarah dengan firman-Nya,
“…Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka.”
4.Tawakkal
Kepada Allah
Selain
musyawarah dan perenungan, jangan lupa untuk bertawakkal kepada Allah.
“…..Jadi, ketika kamu telah
memutuskan, maka percayalah kepada Allah…”
Sebagaimana dikutip oleh Allamah Kamal Faqih Imani dalam Tafsir Nurul Qur’an, diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi SAW. bertanya kepada Jibril, “Apakah tawakal kepada Allah itu?”
Jibril menjawab, “Tawakkal adalah seperti kamu mengetahui bahwa manusia tidak mendatangkan keuntungan ataupun kerugian kepadamu, tidak pula mengizinkan atau menghalangimu; dan bahwa kamu bisa kehilangan harapan atas umat manusia. Maka, jika seorang hamba menjadi semacam ini, ia tidak akan bertindak bagi siapa pun kecuali bagi Allah; dia tidak akan menaruh harapan atau takut kepada siapa pun selain Allah; dia tidak menjadi penuh hasrat kepada siapa pun selain Allah. Dan inilah hakikat dari kepercayaan, “tawakkal.’
Jadi,
setelah usaha yang kita lakukan, selanjutnya adalah berserah diri sepenuhnya
kepada Allah SWT. Hakikat sebuah pertolongan hanya datang dari-Nya seorang,
maka kepada-Nya-lah kita memohon pertolongan, karena tidak ada lagi yang lebih
kuasa selain Ia yang Mahakuasa. Tidak ada lagi tempat mengadu yang paling
damai, selain mengadu di hadapan-Nya. Maka sungguh, kepada-Nya-lah kita
berserah diri.
Demikianlah beberapa nilai akhlak yang terdapat dalam ayat ini. Ada banyak nilai-nilai akhlak yang tertulis di dalam al-Qur’an, yang bisa dijadikan bahan panduan dalam menjalani kehidupan. Jika nilai-nilai kebaikan yang ada di dalam al-Qur’an diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan mewujudkan kehidupan sosial yang bermartabat, yang berlandaskan pada nilai-nilai qur’ani.
[1] Urusan peperangan dan
hal-hal duniawi lainnya. Seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan
lain-lain.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan