Skip to main content

Mengukur Bahagia


Sebagai tukang jalan amatir, saya kadang mendapatkan berbagai komentar dari teman-teman, baik ketika bertemu langsung ataupun via daring.

 “Enak banget hidupmu, bisa kemana-mana dengan mudah.”

 “Iri gue sama lo.”

 “Lo jalan-jalan mulu, ngabisin duit, kapan bisa nabungnya?

 “Jalan-jalan mulu, pengen banget bisa kayak lo, tapi dompet tipis, nggak tebal kayak lo,”

dan komentar-komentar lain, yang intinya adalah membandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan saya.

 Alhamdulillah.

Padahal isi dompet saya biasa saja :) banyakan kosongnya dari pada berisi 😁. Maklum, bukan anak Sultan 🥰

Pernah nggak sih kalian merasa hal yang sama? Seolah merasa bahwa hidup orang lain lebih fun, lebih seru, lebih bahagia? Pokoknya serba lebih aja dibandingkan kita. Apalagi di zaman social media sekarang ini. 😢 Kalo tidak pintar-pintar memilah informasi apa yang mau dikonsumsi, kita akan selalu merasa insecure sama diri sendiri.

Padahal, bisa jadi hidup yang kita jalani adalah kehidupan yang didambakan oleh orang lain. Bisa jadi kemudahan kita dalam berinteraksi dengan orang, kemudahan kita dalam mewujudkan impian-impian kita adalah sebuah impian yang orang lain dambakan.

Nyatanya memang kita tidak akan pernah puas menjalani hidup jika terus mengukur standar bahagia kita dengan standar bahagia orang lain. Selalu dan akan selalu tidak bahagia jika tidak pernah ada syukur dan tidak menyadari bahwa setiap orang memiliki standar sendiri dalam bahagia, setiap orang memiliki liku perjuangan sendiri, setiap orang akan menghadapi aneka gelombang tersendiri.

Pun demikian dengan prioritas dalam hidup, setiap orang memiliki skala prioritas berbeda; ada yang memilih untuk tidak memiliki barang-barang branded, asal bisa pergi travelling around the world, ada yang lebih suka di rumah saja, tidak suka bertemu banyak orang, nyaman dengan kehidupannya di rumah. Ada yang prioritasnya adalah menyekolahkan adik-adiknya, sehingga menunda untuk memiliki rumah sendiri, masih memilih untuk ngontrak. Ada yang prioritasnya adalah pendidikan, sehingga menahan diri untuk menikah agar lebih fokus dengan study lanjut. Nggak apa-apa, yang penting harus sadar bahwa setiap pilihan kita ada konsekuensinya.

Kadang kita melihat seseorang yang seolah hidupnya bahagia, padahal bisa jadi dia pintar menyembunyikan kesedihan yang sebenarnya sedang ia alami.

Bisa jadi kita melihat seseorang yang seolah begitu memprihatinkan kehidupannya, tapi ternyata dia menjalani kehidupannya dengan penuh kebahagiaan dan merasa cukup dengan apa yang dia miliki.

Bisa jadi kita merasa kasihan kepada pasangan yang telah lama menikah namun belum mendapatkan keturunan, seolah hidup mereka tidak bahagia tanpa si buah hati, padahal sebenarnya mereka menjadikan moment itu untuk terus menguatkan cinta sesama, apalagi dengan Rabb, Tuhan semesta alam.

Kadang kita iri melihat si A yang bisa pergi menjelajah berbagai belahan dunia dengan mudah, padahal di balik semua itu dia memperjuangkan mimpi-mimpinya untuk bisa ke luar negeri dengan menabung sejak lama.

Demikianlah kehidupan.

Maka, menjalani hidup dengan penuh rasa syukur adalah kunci bahagia dalam hidup. Syukur artinya kita menikmati kehidupan ini sesuai dengan arahan Sang Pencipta, bukan mengikuti hawa nafsu kita yang melenakan.

Bersyukur dan menikmati setiap moment dalam hidup dimana pun dan dengan siapapun itu adalah sebuah keharusan. Selamat menjalani hidup penuh bahagia dengan jalan masing-masing, ya. J

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat ...

Paralayang Batu

Salam. Tiga hari terakhir, saya lagi banyak kerjaan (baca: tugas kuliah ama jalan-jalan, hehe). Kebetulan Reimer, sahabat saya dari Rotterdam-Holland sedang berkunjung ke Malang. Sebagai sahabat yang baik, tentunya saya mau mengajak dia menjelajahi Malang dan sekitarnya, dong, hehe. Sejak Minggu saya sudah menemani Reimer jalan-jalan. Saya hanya menemai ketika kuliah sudah selesai aja, sih. Biasanya dari ashar sampai malam. Nah, selain kelayapan di Malang, saya mengajak Reimer untuk menikmati keindahan pemandangan dari atas ketinggian Gunung Banyak yang merupakan tempat bagi kamu yang berani uji nyali untuk terbang dari ketinggian dengan bantuan parasut atau biasa dikenal dengan Paralayang.

Tentang Tato

Bermula dari tweets saya yang membahas tentang tato, sekarang saya ingin menjadikannya sebuah artikel. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, atau menghakimi orang-orang yang mempunyai tato. Tulisan ini dari sudut pandang agama (Islam) dan medis. Tentunya ini hanya sebatas pengetahun saya saja. Saya pernah menanyakan alasan bertato kepada teman-teman yang mempunyai tato. Sebagian besar jawabannya adalah “seni, keren, punya makna tersendiri, laki banget, dan sebagainya” . Tato tidak hanya digemari Kaum Adam, namun Kaum Hawa pun juga menggemari tato. Saya pernah membaca, tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang berarti “tanda”. Para ahli menyimpulkan bahwa tato sudah ada sejak tahun 12.000 Sebelum Masehi.  Lantas bagaimana Islam memandang tato?  Sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya sebagai landasan utama umat Islam hidup. Allah swt. memberikan kita pedoman dalam menjalani hidup. Di dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat...