Dalam sebuah
kelas, saya bertanya ke mahasiswa “Ada yang tahu arti surat Al Fatihah dari
awal sampai akhir?” suasana kelas langsung hening.
Suasana kelas
mulai riuh dengan suara ketika saya membaca ayat demi ayat hingga sampai pada
ayat “Iyyaka na’budu waiyya kanasta’in”, suara-suara mulau melemah,
hanya sedikit yang bersuara. Ada yang seolah menerawang sambil menatap
langit-langit kelas, ada yang berbisik lirih dengan teman di sebelahnya, dan
ada yang hanya diam memaku. Saya melanjutkan ayat selanjutnya “Ihdinassirathal
mustaqim, sirathalladzina an’amta ‘alaihim ghoiril maghduubi ‘alaihim
waladhdhallin,” suasana kelas hening tanpa suara.
Beberapa hari
selanjutnya, saya menanyakan pertanyaan yang sama ke beberapa kelas. Ada kurang
lebih 180 lebih mahasiswa di kelas-kelas yang saya ampu, hasilnya sama. Hanya tiga
ayat pertama yang mereka bisa, selebihnya mereka mulai kesulitan untuk menjawab
artinya. Saya menatap mereka lekat-lekat sambil bertanya,
“Sejak kapan
kalian hafal surat Al Fatihah?” tidak ada jawaban.
Untuk beberapa
saat, suasana kelas masih hening tanpa suara, saya tersenyum dan mulai
melanjutkan kegiatan pembelajaran hingga usai.
Ketika sampai di
rumah, saya merenung cukup lama, memikirkan bagaimana kondisi
mahasiswa-mahasiswa yang saya ampu di Kampus. Mereka muslim, mereka adalah
generasi muda harapan bangsa ini, mereka tumbuh di lingkungan muslim, tapi
mereka tidak banyak mengerti tentang makna bacaan-bacaan dari rentetan ibadah
yang dilakukan. Mereka bahkan banyak yang tidak tahu arti doa-doa yang selama
ini mereka haturkan pada Allah.
Jika melihat
kondisi ini, kita sedang berhadapan dengan generasi muda muslim yang mengalami “krisis
spiritual”. Masalah ini tidak hanya berhenti sampai disini. Selain tidak
paham akan makna bacaan-bacaan ibadah yang dibaca, generasi muslim banyak yang
tidak bisa membaca Al Qur’an.
Saya mengajar di
sebuah perguruan tinggi Islam swasta. Setiap tahunnya, ada sekitar 2500
mahasiswa baru yang masuk. Dari jumlah tersebut, ada lebih dari 900 mahasiswa yang
tidak bisa membaca Al Qur’an. Ada yang bahkan belum bisa membedakan huruf-huruf
hijaiyah, padahal usia mereka sudah 17 tahunan. Jika kondisi kampus Islam saja
seperti ini, bagaimana dengan kampus-kampus umum lainnya?
Kondisi seperti
ini tidak bisa dibiarkan, kita semua harus memiliki kepedulian akan hal ini. Ini
bukan hanya sekedar tanggung jawab para ustadz/ustadzah, para kiyai, para
santri, melainkan adalah tanggung jawab bersama. Semua harus memiliki kesadaran
bahwa hal ini adalah hal yang sangat penting, baik dari lingkungan keluarga,
masyarakat, sekolah, perguruan tinggi dll. Semua harus bersinergi. Karena jika
dibiarkan, generasi ini akan menjadi generasi yang abai dengan agamanya, abai
dengan Al Quran yang seharusnya menjadi petunjuk, dan tidak memiliki kesadaran
untuk beribadah.
Jika Anda adalah
seorang Ayah, Ibu, maka pastikan anak-anak Anda bisa membaca Al Quran dengan
baik dan benar. Pastikan mereka tumbuh menjadi generasi muslim yang cinta
kepada Al Quran, pastikan mereka paham dengan makna bacaan-bacaan ibadah yang
mereka lakukan. Jangan biarkan mereka abai dengan Al Qur’an. Jika mereka tumbuh
bersama Al Qur’an, maka mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang tidak hanya
cerdas secara intelektual, tapi juga cerdas secara spiritual.
Jika sampai hari
ini Anda belum bisa membaca Al Qur’an, belum paham dengan makna ibadah yang
selama ini dilakukan, maka luangkanlah waktu untuk kembali belajar dalam rangka
membenahi hubungan antara hamba dan Sang Pencipta. Luangkan waktu untuk mengkaji
ayat-ayat Allah, Anda akan merasakan bahagia yang sesungguhnya ketika
bencengkerama dengan Allah dan paham akan apa yang kamu baca. Karena tidak ada
bahagia yang melebihi kebahagiaan ketika dekat dengan Allah SWT.
Perhatikan firman
Allah yang artinya,
“Dan
sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
(ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah); mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah
orang-orang yang lalai.” (Q.S. Al-A’raaf: 179)
Semoga Allah
memberi rahmat bagi kita semua, amin.
Sudah lama tidak mampir di sini. Ternyata, fenomena krisis spiritual ini seperti gunung es ya. Terlihat kecil di permukaan, nyatanya lebih besar dari perkiraan. Mudah-mudahan gelombang kesadaran untuk kembali ke agama, bisa mengembalikan ruhiyah umat Islam untuk mengenal dekat agamanya sendiri sekaligus menjalankannya
ReplyDeleteiya, sedih rasanya
Deleteyah begitulah krisis spiritual pasa zaman seperti ini. Yang mana kebanyakan anak muda hanya "islam ktp"
ReplyDeletehikz
Deletemengenai surat alfatihah, kebanyakan dari sekian orang hafal tapi memang kurang memahami arti maksud dan penjabaran dari surat tersebut namun ketika kita pelajari dari pakarnya (dalam hal ini saya streaming ust adi hidayat yang menjelaskan tafsir alfatihah dari ayat 1 sd 3) sungguh luar biasa penjelasannya, alquran bila kita pahami dan renungi benar benar mukjizat Alloh subhanahuwata'ala yang maha mulia
ReplyDeleteiya, Al Quran adalah panduan hidup yang jika kita pelajari, kita akan menemukan betapa Al Quran mengandung ajaran sempurna
Delete