Skip to main content

Kehidupan yang Bahagia

Sesungguhnya seorang mukmin sejati memiliki keyakinan yang tinggi bahwa tidak ada kebahagiaan ataupun ketenangan bagi umat manusia, tidak juga berkah dan kesucian yang selaras dengan hukum alam dan fitrah kehidupan, kecuali bila manusia mau kembali kepada Allah dengan mengkaji dan mengaplikasikan ajaran yang ada di kitab-Nya, yang merupakan pedoman bagi kehidupan manusia. Hanya kitab-Nya yang mampu menuntun manusia menjadi manusia ideal yang memiliki prinsip hidup yang sempurna serta berakhlak mulia. Hal ini senada dengan firman-Nya.
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (al-Israa’: 9)
Al Quran adalah pedoman hidup bagi siapapun yang mendambakan kebahagiaan. Hidup dalam naungan Al Quran adalah hidup dalam naungan kebajikan. Semua itu karena Al Quran adalah sumber ilmu pengetahuan dan juga ajaran agama. Dengan bantuan Al Quranlah, maka seseorang mendapatkan gambaran yang jelas akan eksistensi, nilai, dan tata cara kehidupan yang benar.
Kebahagiaan yang merupakan bagian dari kehidupan dalam naungan Al Quran bukanlah kebahagiaan yang dikarenakan banyaknya harta, tingginya jabatan, banyaknya anak, tercapainya suatu kepentingan ataupun karena mendapatkan semua materi duniawi yang menggiurkan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang bersifat kejiwaan dan tidak bisa divisualisasikan ataupun diukur dengan suatu alat ukur tertentu ataupun dibeli dengan uang. Sesungguhnya kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh individu manusia dalam hati. Ia adalah cerminan dari kesucian diri, ketenangan hati, kelapangan dada, dan nyamannya perasaan.
Kebagaiaan adalah sesuatu yang bersumber dari dalam diri manusia dan bukan berasal dari luar dirinya. Berdasar hal inilah, maka Allah menjanjikan orang-orang yang selalu berbuat baik dan hatinya selalu penuh keimanan kepada Allah suatu kehidupan yang bahagia. Hal tersebut dipahami dari firman-Nya,
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
Sesungguhnya kebahagiaan yang diterima seseorang di dunia tidak akan mengurangi sedikit pun kebahagiaan yang kelak akan diterimanya di akhirat. Imam Ghazali mendiskripsikan kebahagiaan akhirat dengan paparannya,
“Ia adalah kebahagiaan yang abadi dan bukanlah bersifat semu dan sementara. Ia adalah kebahagiaan yang penuh dengan kenikmatan dan bukan pengorbanan, ia adalah kebahagiaan yang penuh dengan  keceriaan dan bukan kesedihan, kebahagiaan yang penuh dengan kekayaan dan bukan kemiskinan, kesempurnaan dan tiada cacat, kemuliaan dan bukan kehinaan. Secara umum, kebahagiaan ukhrawi adalah kebahagian yang selalu didambakan setiap manusia dan ia bersifat abadi dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.” Hal ini senada dengan firman-Nya,
“Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (Huud: 108)
Al Quran sangat peduli dengan kebahagiaan manusia, baik itu kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhiratnya dan menunjukkan jalannya dengan konsepnya yang seimbang. Konsep yang membuat manusia tetap mendapatkan kebahagiaan di akhirat dengan tidak mengharamkannya untuk mendapatkan bagian dari kebahagiaannya di dunia. Masing-masing kebahagiaan yang ada memiliki investasinya tersendiri. Dengan demikian, manusia tidak perlu mengasingkan diri dari dunianya yang justru membuat dirinya menjadi lemah dalam menggapai kebahagian akhiratnya.
Al Quran menekankan bahwa siapapun yang menginginkan kebahagiaan, ketenangan hati, dan introspeksi dalam diri maka ada baiknya dia kembali kepada Al Quran yang merupakan konsep yang telah Allah tetapkan bagi manusia, yakni bagi kehidupan dunianya dan juga interaksinya dengan sesamanya yang semuanya itu selaras dengan hukum alam secara keseluruhannya.
Kebahagian sejati hanya akan didapatkan bagi siapa pun yang mengaplikasikan ajaran dalam Al Quran. Sesungguhnya ajarannya akan menumbuhkan ketenangan dalam hati, menambah keimanan kepada-Nya, memperbaiki ajaran agama, membebaskan diri dari segala penyakit hati, keraguan, kecemasan dan depresi, melepaskan diri dari menyekutukan-Nya dan bersikap pongah. Hanya dengan panduan Al Quranlah seseorang mampu menyatukan hati kepada Allah hingga ia akan merasa tenang, aman, dan damai dan ia pun akan selalu dilimpahi keridhaan-Nya.
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (al-Baqarah: 2)
Al Quran hendaknya menjadi rujukan dalam kehidupan. Padanya tersimpan segala petunjuk. Dalam susah, apa kata Al Quran? Dalam senang, apa kata Al Quran? Dalam gundah, apa kata Al Quran? Dalam tawa, apa kata Al Quran?
Dengan berpedoman kepada Al Quran, maka seseorang dapat melepaskan ketergantungannya pada penyakit sosialnya yang menyusup dalam hatinya. Dengan demikian, ia akan selalu merasakan ketenangan dan kedamaian dan ia pun bisa hidup di tengah masyarakatnya dengan penuh ketentraman. Al Quran pun merupakan satu bentuk rahmat bagi siapa pun yang mengimaninya dan membenarkannya. Ia merupakan penuntun kepada keimanan kepada Allah swt. dan juga kepada kebaikan. Maka, tak sulit bagi seseorang untuk bisa masuk ke dalam surga-Nya dan hidup di dalamnya dengan kehidupan yang abadi dan bahagia.

Akhirnya, pelajarilah Al Quran dengan hati yang ikhlas dan sungguh-sungguh. Mintalah kepada Allah agar diberi taufiq untuk bisa memahaminya dan mengamalkannya dalam kehidupan. Karena, hidup tanpa Al Quran bagai berjalan di kegelapan malam.

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat ...

Paralayang Batu

Salam. Tiga hari terakhir, saya lagi banyak kerjaan (baca: tugas kuliah ama jalan-jalan, hehe). Kebetulan Reimer, sahabat saya dari Rotterdam-Holland sedang berkunjung ke Malang. Sebagai sahabat yang baik, tentunya saya mau mengajak dia menjelajahi Malang dan sekitarnya, dong, hehe. Sejak Minggu saya sudah menemani Reimer jalan-jalan. Saya hanya menemai ketika kuliah sudah selesai aja, sih. Biasanya dari ashar sampai malam. Nah, selain kelayapan di Malang, saya mengajak Reimer untuk menikmati keindahan pemandangan dari atas ketinggian Gunung Banyak yang merupakan tempat bagi kamu yang berani uji nyali untuk terbang dari ketinggian dengan bantuan parasut atau biasa dikenal dengan Paralayang.

Tentang Tato

Bermula dari tweets saya yang membahas tentang tato, sekarang saya ingin menjadikannya sebuah artikel. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, atau menghakimi orang-orang yang mempunyai tato. Tulisan ini dari sudut pandang agama (Islam) dan medis. Tentunya ini hanya sebatas pengetahun saya saja. Saya pernah menanyakan alasan bertato kepada teman-teman yang mempunyai tato. Sebagian besar jawabannya adalah “seni, keren, punya makna tersendiri, laki banget, dan sebagainya” . Tato tidak hanya digemari Kaum Adam, namun Kaum Hawa pun juga menggemari tato. Saya pernah membaca, tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang berarti “tanda”. Para ahli menyimpulkan bahwa tato sudah ada sejak tahun 12.000 Sebelum Masehi.  Lantas bagaimana Islam memandang tato?  Sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya sebagai landasan utama umat Islam hidup. Allah swt. memberikan kita pedoman dalam menjalani hidup. Di dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat...