selamat jalan, kakek
“Seabai apa pun sikap kita pada putaran waktu, perjalanan
ini hanyalah menuju pulang. Berkemaslah dengan benar. Bersiaplah selalu untuk
pulang.” (Dear Faris: hal. 45)
Kehidupan ini
tidaklah abadi, akan ada akhir bagi semua yang hidup. Kematian memang misteri,
namun hadirnya pasti. Kita tidak pernah tahu kapan, dimana, atau bagaimana
kondisi kita ketika ajal sudah datang menjemput. Semua adalah rahasia Ilahi
Rabbi, Allah, Tuhan Semesta Alam. Maka, selayaknya perjalanan ini diisi dengan
amal kebaikan yang akan dijadikan bekal berpulang ke sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Hari ini,
Jum’at Mubarakah, tepat pada tanggal 10 Muharram, kakek saya kembali ke sisi
Allah SWT.
“Wafat
Yang Indah,” begitu komentar beberapa teman di WhatsApp.
Amin, ya,
Rabb. Semoga surga menjadi tempatmu berpulang, Kakek.
Bagi saya,
kakek adalah sosok yang sangat sederhana. Ia mendidik saya dengan cara yang
sangat sederhana namun tetap penuh arti. Saya dan kakek bisa menghabiskan
banyak waktu duduk di teras rumah, mendengarkan ia bercerita tentang banyak
hal. Sejak kecil, saya selalu suka mendengar cerita-cerita darinya. Ia biasa mendongeng
di samping saya ketika usia saya masih kanak-kanak. Mendongeng bagi kakek tidak
hanya dilakukan sebelum cucunya tidur, tapi bisa juga di waktu-waktu santai
bersama. Saya masih ingat dengan baik cerita-cerita tentang kancil, siput,
manusia buruk rupa, dan banyak dongeng lain yang sering saya dengar dari kakek.
Meski kadang dongeng yang diceritakan sama dan berulang-ulang, namun saya tidak
pernah bosan mendengarnya.
Kedekatan saya
dengan kakek tetap berlanjut, meski setelah lulus Sekolah Dasar saya harus
bersekolah di Kota demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Setiap mudik,
saya selalu memeluk kakek dengan hangat, kakek pun demikian. Ia tidak pernah
lupa memeluk tubuh kurus saya kala itu. Setiap kali akan kembali ke sekolah di
Kota, kakek selalu berpesan:
“Jangan
lupa shalat, ya,”
Pesan itulah
yang selalu terngiang sepanjang perjalanan menuju Kota. Pesan singkat namun
penuh makna. Ah, kakek, masih ada rindu yang belum sempat untuk berlabuh di
waktu pulangmu.
Ketika kuliah
dan saya mendapatkan beasiswa di Jakarta pun, kakek selalu berpesan yang sama,
namun kali ini disertai isak tangis sambil memeluk tubuh saya yang kala itu
mulai berisi. Meski jauh, saya selalu berusaha untuk menelpon Kakek sesering
mungkin. Setiap kali menelpon Ibu di kampung, saya selalu berusaha meluangkan
waktu berbicara dengan kakek, meski usianya sudah semakin senja.
Terakhir pertemuan
dengan Kakek adalah Idul Fitri kemarin. Saya masih ingat dengan baik betapa
kakek berat melepas kepergian saya kala itu. Ia memelukku penuh haru, dengan
air mata yang seolah tak ingin berhenti membasahi pipinya yang sudah semakin
menua, dipenuhi garis-garis kehidupan. Kugenggam erat jemarinya yang sudah tak
lagi kuat, dan ia pun berbisik;
“Nanti,
jika kakek meninggal dunia, kamu nggak usah pulang ke kampung, cukup doakan
kakek saja. Fokuslah pada impianmu,” ucap kakek lirih sambil
terisak-isak.
Ada haru
yang menyeruak di dalam dada tiap kali kakek mengucapkan pesan ini. Kalimat ini
sudah saya dengar sejak beberapa tahun lalu dan Allah masih memberi saya
kesempatan bertemu dengan kakek. Namun ternyata, Idul Fitri kemarin adalah
pertemuan terakhir dengannya, laki-laki senja yang selama ini banyak mengajariku
tentang arti kehidupan.
Kakek,
terimakasih atas doa-doamu untukku, aku tetap akan berjuang, melanjutkan
mimpi-mimpi yang sering kuceritakan padamu. Aku janji, Kek.
Kakek,
izinkan aku menangis, bukan karena tidak rela akan kepergianmu, namun karena
ridho akan pulangmu kepada Ia yang segala Maha. dariNya lah kita berasal dan
kepadaNya kita akan kembali.
Kakek, maaf
jika hanya doa yang bisa kupanjatkan dalam sujudku. Tak bisa kuraih jarak yang
memisahkan antara kita. Hanya doa yang bisa kupinta kepadaNya, semoga engkau
kembali kepadaNya dalam damai, dan ditempatkan di tempat yang laik di sisiNya,
yakni jannah-Nya.
Kakek,
pulangmu tidak akan kembali ke sisiku, namun tentangmu tak akan pernah
terlupakan oleh perjalanan waktu. Akan selalu ada kisah tentangmu di hatiku,
laki-laki hebat yang telah mengajariku arti hidup yang sesungguhnya. Tentang betapa
pentingnya menjadi seseorang yang memberi manfaat kepada sesama.
Kakek, semoga
kelak kita akan dipertemukan kembali di surga. Pergilah dalam damai, jangan
engkau menoleh ke belakang, biarkan kami melepasmu dalam doa, menyebutmu penuh
kasih, sebagai bukti bahwa kami mencintaimu, selamanya.
Kakek, tak
usah kau resah akan kami yang engkau tinggalkan, tak usah pula engkau takut
bertemu dengan Rabb-mu. Kembalilah padanya dalam damai, penuh kerinduan akan
hadirNya di hatimu.
Selamat jalan,
Kakek. Kembalilah kepadaNya dengan jiwa yang tenang.
Salam rindu
untukmu
Dari cucumu.
Arian
Sahidi
inalillahi semoga amal ibadah kakekknya diterima disisi alloh swt amiiin .. jadi pulang ga liat pemakaman kakek ?
ReplyDeletesaya sedang di Malang, jadi nggak pulang :(
Deleteturut berduka cita, semoga amal ibadahnya di terima disisi ALLAH SWT.
ReplyDeleteamin
Delete