Sadar atau
tidak, kadang kita sangat mudah menghakimi orang lain, seolah-olah mereka
bukanlah orang yang pantas kita jadikan sahabat, kawan, atau hanya sekadar
menebar senyum. Iya, kadang kita menjadi seseorang yang angkuh, yang kemudian
menjadi seseorang yang tak ubahnya bak hakim yang berhak menghakimi seseorang
karena melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam benak
kita.
Sering kali,
kita menganggap remeh orang yang melakukan hal yang menurut sudut pandang kita
adalah sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, tanpa terlebih dahulu berusaha
untuk memahami kondisi seseorang yang sudah kita hakimi tersebut. Sering kali
kita merasa bahwa kita adalah orang yang lebih baik dari orang lain, hanya
karena mereka tidak memiliki pemahaman yang sama dengan kita. Iya, kadang kita
seolah menjadi tukang komentar ulung, yang seolah semua bisa diselesaikan
dengan hanya menebar komentar sinis kepada orang-orang yang menurut kita telah
gagal menunaikan amanah yang telah diembankan kepada mereka. Iya, kadang kita
menjadi sosok yang SOK HEBAT meski hanya sekadar mampu memberi komentar negatif
pada orang lain dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Akhir-akhir
ini saya jengah, jengah dengan timeline facebook saya yang isinya orang-orang
yang seenak udelnya memberi komentar terhadap petinggi bangsa ini, yang mereka
anggap telah GAGAL mengemban tugas, menunaikan amanah yang seharusnya
dilaksanakan, mewujudkan apa-apa yang pernah mereka janjikan di kala mereka
masih berjuang untuk mendapatkan posisi yang sekarang mereka duduki. Sekian banyak
caci maki, sekian banyak sumpah serapah, meski ada juga yang berusaha lebih
bijak dalam merespon kondisi yang ada, berusaha lebih berempati.
Pernah kalian
menyadari, bahwa merubah Jakarta yang sudah turun temurun bersahabat dengan
banjir bukanlah pekerjaan sehari dua hari, atau bahkan setahun dua tahun, butuh
waktu yang lebih lama dari sekadar jabatan lima tahun menjadi pemimpin Jakarta
untuk merubah kondisi Jakarta yang selalu dirundung banjir. Ini adalah masalah
turun temurun, bukan permasalahan kemarin sore. Butuh keseriusan bagi semua
pihak, terutama masyarakat dalam mewujudkan Jakarta yang nyaman. Kemudian sekarang
seenak jidatmu kamu memberi komentar bahwa mereka yang menduduki posisi tinggi
di pemerintahan Jakarta adalah mereka yang GAGAL dalam memperbaiki Jakarta agar
terbebas dari yang namanya banjir. Dan saya percaya, ketika kamu yang memimpin
JAKARTA, kamu pun akan menyadari bahwa merubah kebiasaan buruk warga yang suka
seenak hati membuang sampah sembarangan, mendirikan bangunan di tempat yang
seharusnya menjadi serapan air tidaklah mudah. Semua itu BUKAN KESALAHAN TOTAL
para petinggi pemerintahan Jakarta. Pun demikian dengan Jakarta yang macet,
kamu kira bisa dilesesaikan hanya dengan begitu saja? Tidak, kawan.
Selanjutnya,
ketika Jokowi menjadi pemimpin Negara, kemudian kamu berbondong-bondong mencaci
maki, menjelek-jelekkan seenak udelmu tentang model kepemimpinan yang dia
lakukan, mencaci maki keputusan-keputusan yang ia buat dalam memimpin bangsa
dan Negara ini. Seolah Jokowi tidak pernah melakukan sesuatu yang benar dan
baik dalam memimpin Bangsa dan Negara ini, seolah semuanya SALAH dan tidak ada
benarnya di matamu. Sehina itukah Jokowi di matamu, kawan?
Bukan berarti
kita tidak boleh memberikan komentar atas kepemimpinan mereka, silahkan
kritisi, silahkan beri masukan, namun tetap memperhatikan tata krama yang baik.
Perhatikan bagaimana cara mengungkapkan sebuah kritik dan saran layaknya
seseorang yang memiliki tujuan yang baik, bukan malah bermaksud menjatuhkan. Kebanyakan
komentar malah bermaksud menjatuhkan, bukan untuk membangun, dan berusaha
menjadikan kondisi tersebut lebih baik.
Saya sama
sekali tidak bermaksud untuk membela dua orang pemimpin yang saya cotohkan di
atas, sama sekali tidak ada maksud, namun bagi saya, ada etika yang seharusnya
dipakai dalam memberikan sebuah kritik dan saran. Dan terakhir, jika kamu punya
kaca di rumah, coba ambil sebentar, kemudian berkaca diri, jika kamu berada di
posisi mereka, benarkah kamu bisa memimpin lebih baik ketimbang mereka? kemudian
jawab sendiri pertanyaan itu dan mulailah untuk merubah kebiasaan buruk dalam
mencaci maki, menjadi pribadi yang lebih berwibawa dalam memandang suatu
kondisi yang ada, jangan seperti hewan, jangan seperti orang yang tidak pernah
menikmati bangku sekolah. Kita bukan hewan, kawan, kita manusia yang seharusnya
lebih beradab ketimbang hewan.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan