Jalan menuju air terjun
Satu jam
sebelum subuh, Farkhad sudah masuk ke kamar saya dan Renat, saya langsung ke
kamar mandi, ambil wudhu, kemudian shalat tahajud sebentar. Saya baru tidur
satu jam kayaknya. Renat masih tidur nyenyak di samping saya, saya biarin aja
dia tidur sampai subuh. Setelah subuh, kami sarapan bareng tuan rumah, karena
rencananya kami akan memulai perjalanan pagi ini sesegera mungkin.
Mobil
sudah siap di depan rumah, sopir juga sudah siap sambil manasin mobil. Rencana
awal mau menggunakan jasa travel malah nggak jadi, karena ternyata kakak yang
punya rumah mempunyai mobil lengkap dengan sopir yang siap mengantarkan kami
jalan-jalan hari ini. Setelah semua dirasa siap, perjalanan pun dimulai. Well,
karena saya kurang tidur, saya malah molor di mobil. Renat juga ikutan molor.
Air Terjun Tiu Kelep
Perjalanan
menuju air terjun Sendang Gila dan Tiu Kelep cukup jauh. Untungnya kami
menggunakan mobil sebagai transportasi menuju sana. Kalo pake motor, saya yakin
nggak bakalan kuat. Maklum, saya ini orangnya nggak betah berlama-lama di atas
motor, apalagi kalo diboncengin, duh, alamat ketiduran di atas motor. Perjalanan
menuju air terjun cukup merefresh otak yang beberapa waktu lalu baru selesai
menghadapi ujian akhir semester. Gunung Rinjani nan cantik seolah memanggil
kami untuk segera mendaki ke puncaknya *halah*. Harusnya saya bisa mendaki
Gunung Rinjani selama di Lombok, tapi nggak memungkinkan. Mungkin di kunjungan
saya selanjutnya.
Setelah
sampai di Tempat Parkir kendaraan, kami turun, kemudian membeli tiket masuk
seharga 10.000,/org. Kami menuruni anak tangga yang cukup banyak untuk sampai
ke air terjun Sendang Gila. Farkhad dan Istrinya asik foto-foto, duh, ini
bedanya kalo jalan-jalan sama istri. *mendadak pengen nikah segera* haha.
Baiklah, meski nggak bawa istri, setidaknya saya ada pasangan yang tidak lain
adalah Renat. Haha. Well, siapa lagi yang siap saya jadikan model kali ini kalo
bukan Renat?
“Renat is
my super model right now,” ucap saya sambil becanda, kemudian diikuti
gelak tawa Farkhad. Renat ikutan ketawa sambil tetap bergaya di depan saya.
Setiap kali saya minta dia pasang aksi di depan kamera, dia selalu siap, atau
bahkan kadang dia sendiri yang minta difotoin dan setiap kali selesai motret
dia, dia selalu ikutan mau motret saya dan kebanyakan saya tolak, haha.
Sepertinya saya sudah kebanyakan foto. Dulu, Renat rada susah dipotret.
Sekarang mah udah nggak, masa berteman sama tukang foto malah nggak jadi banci
foto, kan, nggak, seru *dilempar DSLR*
Renat Sarimov
Pas sampai
di Lokasi air terjun Sendang Gila, Renat menghidupkan satu lagu berbahasa
Rusia, kemudian meminta saya merekam suasana air terjun dengan backsound
lagu Rusia, haha. Setelah selesai merekam, selanjutnya adalah foto bareng,
kemudian melanjutkan perjalanan menuju air terjun Tiu Kelep. Perjalanan menuju
kesana kurang lebih 30 menit dari air terjun Sendang Gila. Kami sengaja tidak
menggunakan jasa pemandu. Asal jalan, menelusuri jalanan yang tidak terlalu
mulus menuju sana.
Sepanjang
jalan, saya dan Renat kebanyakan berantemnya, saling dorong satu sama lain.
Beberapa kali mau nyebur ke saluran air yang begitu jernih tapi nggak pernah
jadi. Kalo sudah begitu, Renat bakalan mendorong saya sekuat tenaga seolah-olah
mau ngajak nyebur bareng dan gagal. Haha. Sepanjang perjalanan, saya asik
merekam suasana menuju Tiu Kelep, Renat juga demikian, sedangkan Farkhad dan
istrinya asik foto-foto, saya dan Renat sadar diri lah, masa mau mengganggu
mereka *nasib bujangan*. Saya melaju dengan cepat, meninggalkan Renat, Farkhad
dan Istrinya di belakang. Saya sampai lebih dulu di air terjun Tiu Kelep,
kemudian langsung menuju ke bawah air terjunnya. Celana saya basah. Mau mandi
langsung tapi malah nggak jadi karena sudah menggigil. Jadilah agenda
selanjutnya adalah foto-foto.
Setelah
dirasa cukup, sudah puas foto-foto, maenan air, dan ada agenda jatuh pula, kami
memutuskan untuk kembali ke mobil. Renat memang sempat jatuh, kena batu dan
berdarah. Untungnya cuma tangannya yang lecet, mungkin karena licinnya
bebatuan, makanya jatuh. Ada agenda bergelayutan kayak monyet juga pas selesai
dari air terjun Tiu Kelep, haha. Renat, Farkhad dan istrinya kompakan
bergelayut di salah satu pohon haha. Parah.
Di
perjalanan pulang tentu saja lebih susah ketimbang pergi. Kalo perginya
menuruni anak tangga, sekarang tantangannya adalah menaiki anak tangga yang
jumlahnya itu ngalahin jumlah rambut tikus (nggak percaya? Hitung aja sendiri
rambut tikusnya *dipentung*). Saya udah ngos-ngosan, berhenti sejenak,
menghirup udara segar dan menatap pemandangan yang demikian indah, hutan yang
lebat, suara burung-burung yang berkicauan. Cukup melelahkan memang, namun juga
menyenangkan.
Kami
melanjutkan perjalanan menuju Senggigih. Saya kembali molor di dalam mobil,
Renat juga molor, Istri Farkhad juga molor, cuma Farkhad yang masih bertahan
menemani sopir yang menemani perjalanan kami kali ini. Sepanjang perjalanan
menuju Senggigih, kami disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa keren.
Hamparan laut yang seolah tak habis-habis menjadi pemandangan yang menakjubkan
bagi saya. Mobil sengaja berjalan perlahan, agar kami bisa melihat dengan
leluasa, sambil sesekali memotret dari dalam mobil.
Pantai Bukit Nipah
Kami
berhenti di Bukit Nipah, karena pemandangannya wow banget kalo saya bilang.
Iya, saya itu kalo sudah melihat laut itu kayak lupa diri. Bawaannya pengen
nyebur aja gitu haha. Nggak, kok, kali ini nggak ada agenda nyebur. Kami
berhenti di bukit Nipah, kemudian menuruni bukit, sambil foto-foto. Saya lebih
banyak motret Renat ketimbang dipotret, karena memang sukanya demikian, meski Renat
tetap keukeuh mau motretin saya.
Setelah
selesai agenda motret, selanjutnya adalah mampir ke beberapa penjual yang
menjual aneka ragam mutiara dan lain-lain. Istri Farkhad membeli beberapa,
Renat juga membeli kalung untuk Ibunya. Sedangkan saya dan Farkhad nyelonong
sambil merekam keindahan laut nan biru. Saya nggak ikutan beli karena harganya
bikin dompet saya menjerit. huaha. Saya cuma nyari topi yang bisa saya pakai,
udah itu aja. Topi yang dicari pun mau yang sama persis seperti yang dipakai
Renat haha. Biasa, kadang kita berdua kompakan bawaannya.
Berbelanja
selesai, kami melanjutkan perjalanan ke Senggigih, mencari penginapan untuk
satu malam saja karena besok pagi akan langsung ke Gili Terawangan. Setelah
muter-muter, akhirnya kami dapat penginapan. Langsung booking kemudian
merebahkan badan di atas ranjang karena capek. Renat mengeluarkan pakaian
kotor, kemudian memasukkannya ke dalam ember yang ada di kamar mandi. Saat saya
lagi tidur terlentang, Renat nanyain pakaian saya yang kotor. Kemudian saya
bilang bahwa pakaian saya yang kotor ada di dalam kantong plastik. Renat
langsung mengambilnya dan membawanya ke kamar mandi. Woalahh, sering-sering
kayak gini, punya teman perjalanan yang mau nyuciin baju saya
*plak*ketawajahat*. Meski awalnya saya sudah menolak, tapi tetap aja Renat
narik itu baju kemudian langsung dicuci. Ah ya sudahlah, Renat bakalan marah
kalo apa yang dia mau nggak dituruti.
Farkhad and his wife @senggigih
Setelah
selesai dengan agenda nyuci baju, kami shalat ashar berjamaah, dilanjutkan
dengan makan di salah satu warung makan yang tidak jauh dari tempat kami
menginap. Saat sedang menunggu pesanan siap, ada seorang perempuan yang juga
berasal dari Rusia ikut nimbrung bersama kami. Saya jadi patung yang melongo
saat mendengar mereka berbicara bahasa Rusia. Ketika sudah agak sepi
obrolannya, barulah saya berbincang sejenak dengan perempuan asal Rusia
tersebut. Dan seperti biasa, Renat selalu mengerti. Sejak awal saya mengenal
Renat, dia tipe orang yang sangat tanggap. Ketika dia berbicara dengan bahasa
Rusia, dia akan menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab agar saya bisa mengerti.
Atau kadang mengajari saya kata-kata baru dalam bahasa Rusia agar saya sedikit
mengerti.
Setelah
makan selesai, kami berjalan menelusuri garis pantai, kemudian duduk bersama
sambil menikmati es kelapa muda bersama. Farkhad dan istrinya meminta gula
putih untuk pemanis kelapa muda.
“I don’t
need sugar anymore, because I’m a sweet man,” canda saya sesuka hati,
kemudian suasana jadi riuh dengan tawa. Farkhad ketawa lebar, Renat ketawa
sambil melotot dengan wajah nyebelin. Haha. Es kelapa muda pun sukses diminum.
sunset di pantai senggigih
Tidak lama
berselang, matahari kembali ke peraduannya. Saya selalu antusias memotret sunset
maupun sunrise. Entah sejak kapan saya suka mengabadikan sunset dan
sunrise. Kami kembali ke penginapan, shalat maghrib dan Isya, dilanjutkan
dengan berbincang cukup lama. Farkhad dan istrinya berada di ruangan lain, saya
dan Renat ngobrol banyak hal di depan kamar sambil melihat ke arah ombak yang
berderu tanpa henti. Hingga malam menjelang, kami berdua masih ngobrol sampai
kami sama-sama mengantuk.
Selesai
sudah perjalanan hari kedua di Lombok. Tidak banyak yang kami lakukan, tapi itu
cukup berarti. Mungkin karena kami melakukannya bersama-sama. Tidak mudah
menemukan orang-orang yang bisa akur dalam sebuah perjalanan. Kebersamaan
seperti inilah yang sebenarnya membuat kami bahagia menjalaninya. Kadang bukan
masalah kemana tujuan kita, namun bagaimana kita bisa memanfaatkan kebersamaan
bersama orang-orang yang terkasih. Bahagia itu sesederhana itu.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan