Jogja suatu Waktu
10 Desember 2014
Saya lahir di daerah yang dekat
dengan pantai, dengan volume suara yang seolah berusaha mengalahkan kerasnya
deru ombak di lautan, memekakkan telinga. Acap kali ketika berada di suatu
tempat, saya dikira sedang meluapkan kemarahan yang telah lama terbendung.
Ketika sampai di Jawa, ada banyak
orang yang mengira saya sedang emosi, jengkel, padahal saya hanya berbicara
dengan gaya bicara yang biasa saya pakai sehari-hari selama di Bengkulu.
Kemudian sedikit demi sedikit saya berusaha menyesuaikan diri, mulai berbicara
dengan nada yang lebih rendah dari biasanya, meski cukup susah di awalnya.
Pernah berbicara dengan orang Inggris
asli? Coba perhatikan, mereka berbicara dengan suara yang kadang nyaris tidak
terdengar menurut saya, lembut, sedangkan saya berbicara bak seseorang yang
marah karena kekasih hatinya diambil orang lain (ok ini mulai lost focus).
Saya sering dikira lagi marah, bahkan pernah hampir cekcok hanya karena nada
bicara saya yang ngalahin suara klakson mobil yang saling bersahutan kala macet
mendera di jalanan.
Kemudian saya hidup berdampingan
dengan mahasiswa-mahasiswa timur tengah yang suara mereka mampu mengalahkan
volume suara saya yang saya anggap sudah keras. Saya sering mengira mereka lagi
marahan satu sama lain, bahkan di kelas pun, ketika berdiskusi, seolah akan
terjadi perang dunia kedua, saling sahut-sahutan, tentu saja dengan nada suara
yang demikian tinggi. Apakah mereka sedang marah satu sama lain? Ternyata
tidak, mereka sedang berdialektika dengan nada bicara yang biasa mereka pakai
di Negara mereka. Kadang, saya harus mencerna, membedakan kapan mereka marah
dan kapan mereka sedang tidak marah. Jangan tanya susah atau tidak, susah.
Selanjutnya, saya bertemu dengan
orang Italia yang entah mengapa, ketika mereka berbicara bahasa Inggris, saya
sering mengerutkan dahi karena tidak paham apa yang mereka ucapkan. Akhirnya saya
bisa memahami meski kadang harus memerhatikan gerak mulut mereka ketika
berbicara. Benar yang dikatakan adik Sari yang sedang menempuh Study di
Inggris, berbicara Bahasa Inggris dengan orang Italia itu perlu tenaga ekstra.
Pertemuan selanjutnya adalah
berhadapan dengan orang-orang yang berasal dari Cina, India, Thailand yang
entah mengapa, tiap kali mendengarkan mereka presentasi, atau sekadar berbicara
biasa, saya menganggap itu sebagai lelucon gratis. Sering kali saya harus
menutup mulut rapat-rapat, menahan tawa yang seolah hampir menembus batas
kewajaran, mereka itu lucu ketika sedang berbicara bahasa Inggris.
Ketika bertemu dengan orang-orang
dari Malaysia, saya membuat suatu kesimpulan bahwa bahasa Inggris Malaysia itu
kadang jauh lebih membingungkan, ketika mereka berbicara dengan bahasa Inggris
ala mereka, ya, bahasa Inggris ala khas Negara mereka yang menurut saya adalah
kekayaan bahasa mereka hehe. Saya sering mendengar mereka berbicara “this is
what?” padahal yang dimaksud adalah “What is this?”, atau ketika
berada di taxi, mereka bilang “get down” padahal yang dimaksud adalah “Get
out” dan masih banyak lagi yang lain.
Ada banyak lagi pengalaman yang
lainnya. Inilah bentuk keragaman yang ada. Kita bisa belajar banyak hal dari
orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita belajar bagaimana memahami keragaman
yang ada antara satu budaya dengan budaya yang lainnya, membuat kita mengerti
bahwa ada sekian banyak ragam budaya yang ada di dunia ini, sehingga kita bisa
lebih terbuka dalam melihat keragaman yang ada. Karena apa yang menurut kita
biasa saja, bisa jadi itu adalah hal yang luar biasa menurut orang lain. Apa
yang menurut kita adalah hal yang sangat wajar, bisa jadi adalah hal yang
kurang ajar menurut orang lain.
Contoh-contoh di atas hanyalah contoh
dari segi kekayaan cara masing-masing orang berbicara, itulah keindahan.
Bukankah perbedaan itu adalah sebuah anugerah? Coba seandainya semua orang di
dunia ini berbicara seperti orang Cina semua? Tentu tidak seru, bukan? Tidak
ada keberagaman lagi. Maka kita harus pintar mengambil pelajaran dari hal-hal
yang kita temui.
Hidup demikian indah dengan adanya
perbedaan antara satu sama lain, inilah wujud kekuasaan Tuhan, bukan? Ia
mencipta sesuatu yang penuh ragam dan tidak ada yang bisa mengalahkan
kemampuan-Nya, karena sesungguhnya Ia adalah Tuhan yang segala Maha.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan