Jarak memang membentang jauh di
antara hatiku dan hatimu. Derap langkah kita tak lagi beringingan seperti
dahulu, ada batas-batas yang membuat langkah kita semakin menjauh, menuju jalan
masing-masing dengan cara dan aneka ragam warna jalan yang dilalui. Tapi hati
kita tetap bersama meski ada jarak yang memisah.
Aku disini, dengan rangkaian doa-doa
suci yang kurajut untukmu, seseorang yang telah berhasil menggenggam erat cinta
yang dulu berterbangan bersama waktu. Engkau hadir mewarnai gelapnya malam yang
dulu seakan menjadi akhir dari perjalanan hati yang tak kunjung berlabuh, aku
jatuh cinta ketika tegur sapa pertama denganmu meski tanpa suara.
“Cinta, setialah pada hatiku
sebagaimana kesetiaan hatiku menyebut namamu dalam doaku.”
Cinta, merinduimu adalah caraku
membagi rasa yang kadang lelah merayu hati. Aku mencintaimu dalam tiap
rindu-rindu yang terucap di kalbu nan disana. Ada namamu yang selalu kusebut di
dalam sujud panjangku, ada wajahmu yang hadir kala tangisku tumpah karena
menahan rindu, ya, aku merindumu sedemikian dalam. Adakah rindu untukku di
hatimu, cinta?
Andai saja engkau hadir di sisiku
kali ini, mungkin aku tak akan menjadi bak Majnun yang merindukan Laila, aku
tenggelam dalam gejolak rindu yang entah kapan akan berlabuh. Aku berdiri
tegak, berteriak dalam gelap malam nan sunyi, berharap hadirmu menemani hati
yang dilanda cinta.
Kasih, kita berjanji akan bersabar,
bukan? Bersabar menjalani semua ini sebaik mungkin, sampai nanti ajal
memisahkan kita, meski belum kuikat kebersamaan kita. Aku masih tetap setia
menunggumu, cinta. Menunggumu adalah bagian dari cinta yang tak sanggup kuucapkan
kala berada di hadapanmu, meski sebenarnya menunggu adalah hal yang tak mudah
bagi hatiku.
“Cinta, berjanjilah padaNya, bahwa
akan selalu ada tentangku di hatimu, meski jarak memisahkan kita. Aku
mencintaimu, kini, nanti dan selamanya.”
Cinta, mungkin engkau tak pernah tahu
betapa aku mencintaimu. Engkau juga mungkin tidak pernah tahu sejak lama aku
hadir di belakangmu dan tak pernah berani berkata jujur padamu. Aku hanyalah
seorang pecinta yang tak punya nyali berucap cinta. Aku hanyalah pejuang rindu
di kegelapan malam, namun luluh kala berhadapan denganmu. Itulah aku, cinta,
aku yang dulu.
Cinta, kini tak ada lagi kekhawatiran
tentang perasaanku padamu, karena engkau telah memberiku harapan, harapan untuk
berjuang bersama denganmu, membangun cinta menuju ridha-Nya.
Cinta, aku mulai berani mengucap
cinta di hadapanmu, meski hanya sebatas ucapan lirih yang mungkin tak sanggup
untuk kau dengar, namun setidaknya aku sudah mulai berani menyebutnya di
hadapanmu meski lirih tak terdengar.
Cinta, detik waktu terus berjalan,
pun demikian dengan rasaku padamu, ia semakin mekar mewangi, meski belum
sepenuhnya kumengerti tentangmu, tapi engkau memberiku kesempatan untuk
mencintaimu.
Cinta, tetaplah yakin akan cintaku,
sebagaimana keyakinanku akan cintamu untukku.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan