Skip to main content

What is your name?


Biasanya di tempat yang baru, pertanyaan ini tentu sering ditanyakan kepada rekan kerja, teman satu kampus, tetangga, dan lain sebagainya. Pertanyaan “siapa nama kamu?” seolah menjadi sebuah pertanyaan wajib diajukan demi mengakrabkan satu sama lain, demi sebuah harmoni keakraban yang bisa dirasakan ketika kita saling mengenal satu sama lain.
Ini juga yang saya alami sejak pertama kuliah S2 bahkan sampai hari ini, berusaha untuk mengenal satu sama lain, tidak hanya sebatas teman sekelas, tidak hanya sekadar teman satu fakultas yang jumlahnya sudah cukup banyak, tapi saya berusaha untuk berbaur satu sama lain, saling berbagi pengalaman, dan berusaha semaksimal mungkin bisa mengenal mereka lebih jauh, tidak hanya sekadar tahu nama saja, setelah itu sudah. Inilah sebenarnya yang sedang saya pelajari, bagaimana bisa berkomunikasi dengan berbagai macam orang yang tentu saja memiliki keunikan tersendiri. Saya yang awalnya tidak terlalu banyak berbincang dengan selain teman di kelas, kini mulai akrab dengan teman-teman yang lain, terutama anak-anak ICP (international class program)
“What is your name? I’m sorry, I tried to remember your name,” tanya ‘Adil, seorang mahasiswa asal Libia, saat bertemu dengan saya di depan pintu kelas, dia menatap lekat sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
Hening.
“Rayyan, right, your name is Rayyan?” ucapnya kemudian
Saya pun mengangguk. Biar saya jelaskan, mengapa sekarang saya dikenal dengan nama “Rayyan”, bukan “Rian” seperti sebelumnya. Saya sama sekali tidak mengubah nama di kartu identitas saya, sama sekali tidak ada rencana untuk merubah nama saya yang konon kalo diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sangat tidak baik artinya.
Nama “Rayyan” dipakai saat awal-awal saya berkenalan dengan sekian banyak mahasiswa asing di kampus, bukan maksud hati untuk mengubah nama, namun kelihatannya mereka lebih nyaman menggunakan nama itu saat memanggil saya, jadilah nama itu disematkan pada saya, tanpa ada sesajen dalam rangka mengubah nama (mendadak horror). Di kalangan mahasiswa dalam negeri nama saya tetap “Rian”, di kalangan mahasiswa asing, terutama yang berbahasa Arab, nama saya menjadi “Rayyan”, sedangkan di kalangan mahasiswa-mahasiswa Eropa, nama saya dipanggil “Ryan”, yupz, I have three names right now and you can choose one of these names :p
“Why they call you “Rayyan”, your name is “Ryan” not “Rayyan”,” komentar salah seorang teman, dan saya cuma tersenyum manis semanis madu (ok ini mulai lebay).
“My real name is “Rian” and you knew it, you call me “Ryan” because it’s not easy for you to mention that name, and I don’t care about that. You may call me “Ryan”, “Rian” or “Rayyan”, just don’t call me “Rihana”, jawab saya sambil tertawa, dan kami pun tertawa.
Apa sih pentingnya sebuah nama? Penting, tentu saja penting, karena itu adalah sebuah identitas. Namun, di kalangan orang tertentu, kadang nama kita tidak mudah untuk diucapkan, dan akhirnya kita dipanggil dengan panggilan yang sebenarnya bukan nama asli kita, namun selagi itu tidak masalah, saya sama sekali tidak keberatan.
Di dalam Handphone seorang teman, nama saya tertulis jelas dengan nama “Rayyan Syahid” dalam bahasa Arab dan saya tidak berkomentar apa-apa.
“Mengapa kamu tidak ganti nama saja?” ucap salah seorang teman yang kebetulan paham dengan arti nama saya jika dijadikan ke dalam bahasa Arab.
“Biarkan saja,” jawab saya sekenanya.
Saya termasuk yang sangat kesulitan dalam menghafal nama-nama, biasanya saya ingat dengan raut wajah seseorang dan kesulitan dalam mengingat nama. Ini sering saya alami. Pernah suatu ketika, dalam satu kelas, kami berbincang banyak dengan mahasiswa-mahasiswa Timur Tengah, dan kebanyakan nama mereka adalah “Ahmad” dan “Muhammad”, kebayang, dong, bagaimana sulitnya saya membedakan mana yang “Ahmad” dan mana yang “Muhammad” dan semuanya mau dipanggil sesuai dengan nama depan itu.
Ketika saya tanya kepada mereka, mengapa mereka memiliki nama yang hampir sama antara satu sama lain, jawaban mereka sama.
“Karena ini adalah nama Nabi Muhammad SAW., Nabi yang paling mulia yang pernah diutus oleh Allah.”
Nama adalah sebuah “doa”, sebuah harapan dari orang tua yang memberikan nama tersebut. Meski pada kenyataannya tidak semua orang tua paham dengan nama yang disematkan pada anak yang baru lahir. Saya tidak pernah menanyakan kepada Bapak dan Ibu tentang arti nama yang mereka berikan kepada saya sejak lahir, meski sebenarnya nama asli saya bukanlah “Arian Sahidi”, melainkan “Adrian Syahid” dan terjadi kesalahan dalam Ijazah ketika sekolah dasar dan akhirnya nama itu tetap dipakai sampai saat ini, di semua dokumen yang saya miliki, nama “Arian Sahidi” lah yang dipakai, bukan nama ketika lahir.
Mungkin, suatu saat jika saya berubah pikiran, saya akan mengganti nama saya dengan nama yang lain, tapi tidak untuk saat ini. Saya tidak mau menutup kemungkinan yang ada, bisa saja suatu ketika saya ingin merubah nama saya menjadi “Rayyan Syahid”, atau mungkin saya akan merubah nama saya menjadi “Muhammad Rayyan”, dan yang jelas saya tidak akan merubah nama saya menjadi “Rihanna” *kemudian dijitak*.
Baiklah, ini curcol banget isinya, setelah dua minggu terakhir tugas numpuk. Tulisan ini ditulis setelah sejak pagi sampai ashar bersemedi di perpustakaan mengerjakan tugas filsafat ilmu.  *nggak sempat diedit karena sudah capek dan mau pulang*

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat ...

Malaikat Kecil Itu Bernama Faris

saya dan Faris Ersan Arizona Kenal dengan anak kecil yang ada di foto di atas? Dia adalah Faris, saya yakin, bagi pembaca setia blog saya sudah tidak asing lagi dengan sosok Faris, ada banyak kisahnya yang saya tulis di blog ini. Foto ini adalah satu-satunya foto selfie bareng dia, namun memiliki kesan yang begitu dalam bagi saya. Foto ini diambil sehari sebelum Faris menjalani operasi yang keempat kalinya. Saya tidak bisa menemaninya seperti saat operasi pertama dan kedua. Maaf, ya, fotonya rada burem, maklum, saya belum bisa membeli windows phone ascend W1 dari Smartfren untuk bisa menghasilkan foto selfie yang lebih keren dari ini. Faris adalah satu dari sekian anak yang memiliki hubungan yang begitu erat dengan saya, dimulai dari perkenalan kami ketika saya menjadi wali kelasnya, sampai musibah itu terjadi, saat dimana Faris mengalami kecelakaan, kehilangan sosok Ayah dari hidupnya dan harus mengalami operasi yang berulang kali. Kebersamaan yang tidak pernah kami renc...

Tentang Tato

Bermula dari tweets saya yang membahas tentang tato, sekarang saya ingin menjadikannya sebuah artikel. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, atau menghakimi orang-orang yang mempunyai tato. Tulisan ini dari sudut pandang agama (Islam) dan medis. Tentunya ini hanya sebatas pengetahun saya saja. Saya pernah menanyakan alasan bertato kepada teman-teman yang mempunyai tato. Sebagian besar jawabannya adalah “seni, keren, punya makna tersendiri, laki banget, dan sebagainya” . Tato tidak hanya digemari Kaum Adam, namun Kaum Hawa pun juga menggemari tato. Saya pernah membaca, tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang berarti “tanda”. Para ahli menyimpulkan bahwa tato sudah ada sejak tahun 12.000 Sebelum Masehi.  Lantas bagaimana Islam memandang tato?  Sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya sebagai landasan utama umat Islam hidup. Allah swt. memberikan kita pedoman dalam menjalani hidup. Di dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat...