Dulu, saat masih di Purwokerto, Ust
Sofwan sering bilang gini,
“Bahasa itu hanya perlu dibiasakan,
butuh lingkungan yang bisa membantu kita berkembang. Saat pertama di Sudan,
tiga bulan pertama adalah masa yang cukup sulit karena kemampuan bahasa saya
belum baik. Setelah dijalani, pengaruh lingkungan yang memaksa saya harus bisa
berbahasa Arab sangat membantu. Karena komunikasi menggunakan Bahasa Arab.”
Saya memang tidak belajar di Negara
yang menjadikan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa wajib saat berkomunikasi
dengan sesama, namun saya belajar di lingkungan yang memaksa saya untuk bisa
berkomunikasi baik dalam Bahasa Arab dan Inggris. Kebetulan, saya akrab dengan
sekian banyak International Students
yang ada di UIN Malang, baik yang setingkat dengan saya di Pasca sarjana maupun
S1.
Awalnya, saya sangat kesusahan dalam
berkomunikasi dalam Bahasa Arab, karena sebagian besar mahasiswa timur tengah
tidak bisa berbahasa Inggris, pun demikian dengan yang dari beberapa Negara ASEAN.
Ini memaksa saya belajar Bahasa Arab lebih giat lagi, ditambah kewajiban
membaca literatur Arab yang tidak bisa dinego, semua tugas kuliah harus menjadikan
literatur berbahasa Arab dan Inggris sebagai rujukan. Kebayang, kan, bagaimana
ribetnya saya menyesuaikan diri? Duh ini curhat mahasiswa banget.
Sempat sok, sempat galau, sempat
pernah mau menyerah di masa-masa awal saya belajar disini. Sempat diem-dieman
dengan teman-teman kelas ICP (International
Class Program) karena terkendala bahasa dan akhirnya saya memaksa diri
untuk terus belajar. Setiap saya pergi, di dalam tas selalu saya siapkan kamus
baik Arab maupun Inggris. Di HP juga saya install aplikasi kamus. Sedikit cerita,
saya dekat dengan Renat, teman dari Rusia, dia mengambil jurusan Bahasa Arab di
Pasca sarjana. Saya kenal dia sejak awal saya di Malang, tepatnya saat tes
masuk Pasca sarjana. Dia bisa Bahasa Arab tentunya, karena memang dia mengambil
jurusan ini, untungnya dia juga bisa bahasa Inggris meski sedikit. Nah,
awal-awal temenan, kami berkomunikasi dengan bahasa yang campur aduk, bahkan
sampai hari ini. Saya yang lebih banyak berbicara dalam bahasa Inggris,
sedangkan Renat lebih banyak berbicara dalam Bahasa Arab, saya harus
menyesuaikan, dan dia pun harus menyesuaikan. Jadi jangan aneh, Renat selalu
memegang HP yang di dalamnya ada aplikasi kamus sebagai alat bantu dalam berkomunikasi
dengan saya. Ketika saya tidak bisa menjelaskan dalam bahasa Arab, hanya bisa
menjelaskan dalam bahasa Inggris, kamus sangat membantu, biasanya renat akan
membuka HP, kemudian meminta saya mengetik beberapa kata yang saya ucapkan agar
dia mengerti apa yang saya maksud. Ribet, kan?
Muhammad (Libia)
Lain lagi dengan mahasiswa yang dari
Timur Tengah, yang bahkan sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris, dan saya
harus berkomunikasi dalam Bahasa Arab, kebayang, dong, berapa lama kami
diem-dieman di awal waktu kenalan dulu? Well, bayangin sendiri haha. Tapi itu
sebulan yang lalu, sekarang sudah tidak terlalu, sudah bisa berkomunikasi
dengan baik satu sama lain, karena saya menyesuaikan dengan bahasa mereka.
Disinilah saya menyadari betapa besar
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan bahasa kita. Kemampuan bahasa kita
akan terasah dengan baik ketika kita menjadikan itu sebagai bahasa dalam
keseharian. Kebanyakan dari kita tidak bisa berkembang dalam berbahasa, karena
tidak mencoba untuk mempraktikkan apa yang kita miliki, ditambah lingkungan
yang memang tidak mendukung kita untuk berbahasa. Saya menemukan lingkungan
yang memakai bahasa yang beraneka ragam, dan ini cukup bagus untuk perkembangan
kemampuan saya dalam berbahasa.
Said dari Thailand
Jangan khawatir, di awal-awal memang
cukup berat, tapi jalani saja, pacu diri untuk terus berbahasa Arab maupun
Inggris, atau bahasa lain yang kamu sukai. Saat ini, saya sedang semangat
belajar Bahasa Arab, meski diawali dengan lingkungan yang memaksa untuk
demikian. Dan saya bisa menikmati semua proses itu dengan baik.
Saya jadi ingat dengan Emak Gaoel, Winda
Krisnadefa yang memiliki anak yang sudah berbahasa Inggris sejak dia umur 2
tahun, karena dia konsisten berbahasa Inggris dengan Safina, putrinya sejak ia
lahir. Mungkin apa yang saya rasakan tidak sepenuhnya dirasakan oleh
mahasiswa-mahasiswa disini, karena memang tidak semua mau berinteraksi dengan International Students yang ada di
kampus. Bagi saya, ini bagus untuk perkembangan saya dalam berbahasa Arab dan
Inggris, maka dijalinlah hubungan baik, saling membantu satu sama lain. Dengan
mahasiswa yang dari Libia, saya belajar ‘Ulumul Quran, yang dari Thailand, saya
bisa nanya banyak tentang tips memasak nasi goring Pattaya kesukaan saya hehe. Dari
rusia, saya belajar lebih bijak (Renat kebetulan sangat alim). Sering saling
tukar pikiran, saling berbagi informasi tentang perkembangan dunia pendidikan
di Negara masing-masing dsb. Seru aja sih ketemu lingkungan yang betul-betul
mendukung untuk bisa berkembang.
Hamzatee (Thailand)
Jangan lupa, tahun 2015 adalah tahun Asean Economic Community, artinya kita
harus bisa bersaing dengan sumber daya manusia yang datang dari Negara-negara
ASEAN, dimana mereka bebas bekerja di Negara kita. Dan jangan lupa yang paling
utama, niatkan semua dalam rangka mencari ridha Allah SWT. Insha Allah berkah. Kemampuan
saya memang belum seberapa, baru sekadar awal menjadi lebih baik lagi, kalo
tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi? Yuk belajar bahasa Internasional J
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan