Skip to main content

Bahasa Arab di UIN Malang


4 September 2014
Hari ini, saya silaturahmi ke Ma’had Sunan Ampel Al-Ali, yang merupakan asrama bagi seluruh mahasiswa baru UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Sekian banyak mahasiswa baru, baik putra maupun putri diwajibkan menetap di asrama, dan wajib mengikuti semua aturan yang berlaku. Asrama putra dan putri tentu saja dibedakan. Di dalam asrama ini, mereka diajarkan tentang keislaman, dibina dengan baik, demi mempersiapkan generasi penerus yang lebih baik. Saya rasa ini adalah salah satu cara yang baik, menjaga dan mempersiapkan generasi muda muslim, agar menjadi pemuda-pemudi yang dirindukan surga. Mereka diajarkan membaca Al Quran, dan juga menghafal.
Saat ke UIN Pusat, ada pemandangan yang sangat menyentuh hati saya. Saya melihat sekian banyak mahasiswa yang duduk dalam bentuk lingkaran-lingkaran kecil di sekitar kampus, dipandu oleh seorang Mu’allim. Saya memotret kegiatan mereka, sambil berusaha mendengarkan apa yang sedang mereka pelajari. Saya menghampiri salah seorang mahasiswi yang kebetulan sedang berdiri.
“Afwan, ini ada kegiatan apa, ya, Mbak?” Tanya saya padanya. Dia tersenyum dan menjawab.
“Sedang belajar bahasa Arab, ini menjadi program pendidikan bahasa Arab bagi mahasiswa.”
Belajar bahasa arab di bawah pohon di sekitar kampus

Saya pun tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Saya terus mengamati kegiatan yang mereka lakukan hingga menjelang maghrib tiba. Jam lima sore, mereka berhenti, kemudian kembali ke asrama masing-masing, mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Allah SWT.
Karena masih penasaran, saya izin pihak security asrama untuk keliling ke dalam asrama. Saat melihat kehidupan para mahasiswa di asrama, saya bernostalgia dengan kehidupan saya beberapa tahun yang lalu, saat sedang menimba ilmu di Pesantren. Saya merindukan itu semua.
Berbicara tentang Bahasa Arab, saya akui bahwa kemampuan berbahasa Arab saya masih sangat lemah. Di kampus Pascasarjana saya sering berbincang dengan beberapa mahasiswa dari Luar Negeri, ada yang dari rusia dan juga Libia. Saya baru bertemu dengan mereka, dan kebanyakan dari mereka tidak bisa berbahasa Inggris, hanya satu yang bisa berbahasa Inggris yang kemudian menjadi teman ngobrol. Disinilah saya merasa kembali ditegur oleh Allah SWT untuk mempelajari Bahasa Arab.
Dulu, ketika masih di Pondok, saya termasuk yang paling baik bahasa Arabnya, setiap kali ada lomba, saya yang diutus, karena memang pada saat itu saya sangat menyukai bahasa Arab. Bahkan pernah sampai ke tingkat Provinsi. Namun, bahasa Arab saya menjadi pasif sejak mulai kuliah di Jakarta, karena bahasa yang paling sering dipakai adalah Bahasa Inggris. Saya mengambil les conversation di LIA agar bisa mengikuti pelajaran di kelas. Sejak saat itulah, saya mulai jarang berbicara Bahasa Arab, sampai sekarang, saya hanya bisa reading dan listening. Ketika diminta berbicara Bahasa Arab, saya merasa sangat kesulitan karena memang sudah jarang digunakan.
Sekarang, sejak masuk di UIN Malang, saya kembali tertantang untuk bisa aktif berbicara bahasa Arab. Karena memang komunikasi antara satu sama lain lebih sering memakai bahasa Arab. Antara dosen dan mahasiswa, dosen dan dosen pun demikian, meski memang tidak semuanya memiliki kemampuan berbahasa Arab dengan baik. Setidaknya, kebiasaan untuk berbahasa Arab ini menular ke saya dan mahasiswa-mahasiswa yang lain. Makanya, Bahasa Arab sangat ditekankan bagi mahasiswa-mahasiswa baru di UIN Malang.
Saya dan teman-teman di kosan akhirnya komitmen untuk menggalakkan bahasa Arab dan Inggris. Nanti, saat libur semester, rencananya kami akan kursus Bahasa Arab di Pare, sebagaimana rencana saya sejak awal memilih Malang menjadi tempat belajar.
Saat pertama masuk, saya mengikuti International Conference On Civilization dengan Bahasa Arab sebagai pengantar. Pembicaranya kebanyakan memakai Bahasa Arab, hanya ada satu yang memakai Bahasa Inggris sebagai pengantar, itu pun masih diselingi dengan Bahasa Arab. Saya merasa malu pada diri sendiri, selama ini saya hanya fokus pada Bahasa Inggris, sampai lupa untuk mempelajari bahasa Arab. Ketika pembicara berbicara sedikit pelan, saya bisa memahami, namun ketika dengan ritme yang cepat, saya kewalahan untuk memahami.
Untuk bisa aktif berbicara dengan bahasa Arab memang diperlukan lingkungan yang mendukung, dimana orang-orang juga menggunakannya sebagai bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Kita perlu untuk mempraktikkannya dalam keseharian. Sekian banyak kosa kata yang kita hapal, kalau tidak pernah dipraktikkan, akan membuat kemampuan bahasa Arab menjadi pasif.
Bismillah, tidak ada salahnya bermimpi tinggi, karena tidak ada seorangpun yang berhak melarang kita menjadi pribadi sukses. Semoga saya bisa istiqamah mempelajari Bahasa Arab ini, karena sudah Allah pertemukan dengan lingkungan yang juga mendukung.

Comments

Post a Comment

Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat bermalam selama kamu berada di Batu. Saya jamin, tempa

Seluas Bahasamu, Seluas Itu Pula Duniamu

Bagi yang pernah berpergian ke suatu tempat, dimana bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak bisa dipahami, tentu akan menyadari betapa pentingnya bahasa sebagai alat untuk komunikasi antara satu sama lain. Inilah sebuah keajaiban, dimana masing-masing Negara bahkan daerah memiliki aneka ragam bahasa yang memiliki ciri khas tersendiri. Di Bengkulu terdapat berbagai macam bahasa yang digunakan, masing-masing Kabupaten bahkan memiliki ragam bahasa tersendiri yang tidak semuanya saya pahami. Berbicara di ruang lingkup yang lebih besar, saat pertama kali belajar di tanah Jawa, saya seperti orang asing yang datang dari dunia antah berantah, yang sama sekali tidak paham tentang bahasa yang mereka gunakan, yakni bahasa Jawa. Lantas bagaimana akhirnya saya bisa sedikit mengerti tentang bahasa Jawa? Meski sampai hari ini saya hanya sebatas paham dan tidak bisa mengucapkannya. Adanya kebiasaan mendengar tentu memiliki peran penting di dalam perkembangan kemampuan seseorang di dalam

Navigating the Uncharted Waters: Unique Mental Health Challenges Faced by Young Muslims

Mental health awareness has gained prominence in recent years, shedding light on the diverse challenges faced by different communities. For young Muslims, there are distinctive mental health hurdles that often go unnoticed. As they balance their faith, cultural backgrounds, and the demands of modern society, young Muslims encounter a unique set of challenges that impact their mental well-being. This article explores some of these challenges and offers insights into addressing them. Islamophobia and Discrimination One of the prominent challenges young Muslims face is Islamophobia and discrimination. The rise of hate crimes, negative media portrayals, and cultural bias can lead to feelings of isolation and anxiety among young Muslims. Experiencing discrimination can undermine their self-esteem and contribute to heightened stress levels. Identity Confusion Navigating the complexities of identity is a common struggle for young Muslims. They often grapple with questions about their