Kadang kita memang harus pergi dari
zona nyaman yang kita punya, untuk menggapai impian yang lebih tinggi dalam
rangka meningkatkan kualitas diri. Mungkin inilah sebenarnya yang sedang saya
lakukan, meninggalkan zona nyaman demi sebuah mimpi yang sudah saya persiapkan
dalam satu tahun terakhir. Mulai dari belajar soal-soal bahasa inggris yang
sempat membuat saya down parah karena merasa kesusahan dalam mencerna
soal-soal yang dipenuhi dengan tata bahasa, belajar soal-soal Tes Potensi
Akademik yang merupakan hal baru buat saya, psikotes, berulang kali merubah
tujuan Universitas, sampai harus menghemat biaya hidup demi melanjutkan study,
dan itu semua cukup menguras tenaga, waktu dan juga pikiran.
Meski demikian, saya menikmati
kesempatan yang Allah berikan pada saya, meski saya juga tahu, ada orang-orang
yang tidak suka melihat saya berusaha menjadi lebih baik lagi, tapi bukankah
Tuhan punya rencana yang indah bagi hamba-Nya? Selagi apa yang kita usahakan
itu baik, Insha Allah akan diberi kesabaran dalam menggapai mimpi.
“Bukankah kamu sudah mendapatkan apa
yang kamu impikan? Menjadi Guru dengan gaji yang juga cukup, lalu apalagi yang
kamu kejar?” begitulah Tanya seorang kawan kala waktu istirahat. Dan saya hanya
tersenyum.
“Saya mengundurkan diri dari
pekerjaan ini bukan karena saya tidak suka menjadi seorang Pendidik, justru ini
adalah wujud kecintaan saya pada dunia pendidikan, saya ingin menyiapkan diri
sebaik mungkin untuk sebuah pengabdian. Mengajar tidak mesti harus di sekolah
formal, bukan? Bumi Allah itu luas, dimanan pun saya berada nanti, Allah akan
mempertemukan saya dengan ladang dakwah baru, dan itulah sebenarnya bukti bahwa
“Kita harus terus menjadi lebih baik lagi”, dan inilah yang sedang saya
perjuangkan.”
Saya tahu, semua ini tidak semudah
yang saya bayangkan, akan banyak sekali rintangan dalam menggapai apa yang saya
impikan, namun saya meyakini satu hal bahwa “Akan selalu ada hasil dari sebuah
usaha”, tugas kita hanya melakukan semuanya dengan baik, bahkan terbaik,
selebihnya biarkan Allah yang mengatur, faiza ‘azamta fatawakkal ‘alallah,
jika engkau memiliki keinginan yang kuat, maka bertawakkal lah kepada Allah,
Rabb semesta alam raya. Percayakan sepenuhnya kepada-Nya.
Jika Allah meridhai, kota perjuangan
saya selanjutnya adalah Malang, saya jatuh cinta dengan UIN Maulana Malik
Ibrahim, yang harumnya semakin mewangi, yang gaungnya terdengar hingga manca Negara
dan tentu saja karena kebijakan-kebijakan hebat diambil oleh pengelola UIN
Malang. Saya bangga, saat mendengar pihak UIN menerima santri berprestasi meski
tidak memiliki ijazah sekolah menengah atas dari Negara. Dengan hafalan 10 juz
dan proses seleksi, mereka sudah bisa mendapatkan beasiswa Sarjana, bukankah
ini adalah sebuah penghargaan yang luar biasa?
Suasana UIN yang semi pesantren juga
memiliki daya tarik sendiri, kalian akan menemukan mahasiswa/mahasiswi
menghafal Al Quran, meski mereka bukan dari jurusan Agama. Satu tahun pertama,
semua mahasiswa/mahasiswi UIN wajib tinggal di asrama, diberi pembinaan
keagamaan demi mewujudkan generasi yang shaleh/shalehah berlandaskan pada
Aqidah Islamiyyah. Ini adalah salah satu dari sekian banyak cara yang dilakukan
pengelola UIN Malang dalam mewujudkan generasi Qur’ani, generasi yang
menjadikan Al Quran dan Sunnah sebagai panduan hidup.
Saya memilih Malang bukan tanpa
sebab, saya ingin belajar di UIN terbaik di Negeri ini, saya ingin belajar
menjadi lebih baik, dan semoga Allah meridhai keputusan yang sudah saya ambil
ini. Terlepas nanti diterima atau tidak di UIN Malang, setidaknya saya sudah
mencoba dan terus akan mencoba, meraih kesempatan lain. Saya melakukan semua
dalam rangka mencari ridha Ilahi.
“Bagaimana kalo tidak diterima di UIN
Malang?”
Saya akan bertahan di Malang, mencoba
untuk memulai semuanya dari awal, menjalani kehidupan yang baru, sambil
mempersiapkan diri lagi. Allah selalu mendengar doa hamba-Nya, kepadanyalah
saya memohon diberikan yang terbaik. Perjalanan ini baru akan saya mulai, ada
banyak tangis yang menemani keputusan-keputusan yang saya buat di dalam hidup,
dan Tuhan selalu memeluk erat kala hati dirasa lelah dan gundah akan hidup. Karena
pada-Nya lah seharusnya kita berserah diri.
Kadang orang takut mengambil langkah
besar dalam hidup karena takut akan konsekuensi yang akan dihadapi. Bukankah akan
selalu ada konsekuensi dari setiap pilihan yang kita ambil? Dan kita memang
harus siap, bukan? Apa yang terjadi pada kita memang merupakan hasil dari
pilihan-pilihan yang kita ambil. Hidup hanya sekali, maka hidup seperti apa
yang ingin kita ambil? Menjadi pribadi shaleh berlimpah manfaat tentu adalah
pilihan terbaik.
Saya tahu, banyak orang yang akan
kecewa dengan keputusan ini, ada banyak orang yang juga akan merasakan
kehilangan, dan tentu saja ada banyak tugas yang belum sepenuhnya saya
selesaikan. Berat memang, tapi saya tetap harus mencoba untuk bangkit demi
pengembangan diri.
Beberapa hari terakhir, rekan Guru
banyak yang kaget ketika tahu saya sudah mengajukan pengunduran diri, karena
menurut mereka saya memiliki semangat dalam mendidik anak-anak. Saya memaklumi
itu. Beberapa hari terakhir juga ada banyak tangis dari beberapa santri pesma
(Pesantren Mahasiswa) karena adanya kekhawatiran yang begitu besar, siapa yang
akan membina mereka selanjutnya?
“Mengapa ustadz pergi di saat kami
sudah merasa nyaman di PESMA, merasa ada yang memerhatikan kami, siapa yang
akan membina angkatan baru nanti?”
Pertanyaan itu kadang membuat saya
menangis, karena kami memang sedang merasakan kedekatan satu sama lain, saling
mendukung satu sama lain, tentu perpisahan adalah hal yang berat.
“Ini bukanlah akhir dari kebersamaan
kita, kita bisa tetap menjalin komunikasi, kita masih bisa bertemu di lain
kesempatan.” Begitulah jawaban yang saya berikan.
Tiga hari yang lalu, salah satu
santri pesma menemui saya selepas tharawih, bercerita tentang kondisi dia yang
sesungguhnya, ia menangis hingga larut malam, dan saya duduk di sampingnya,
saya dekap erat pundaknya, saya coba merasakan apa yang ia rasakan, saya coba
untuk pelan-pelan memberinya arahan akan masalah yang sedang ia hadapi.
“Jangan sungkan untuk berbagi, anggap
saya sebagai kakakmu, saya akan siap menjadi pendengar yang baik.” Begitulah yang
saya ucapkan di hadapannya, sambil meyakinkannya bahwa Tuhan akan memberikan
jalan terbaik.
Pilihan yang saya ambil memang berat,
saya memilih disaat saya semakin nyaman dengan lingkungan yang ada di sekitar
saya, saya memilih di saat saya berusaha menjadi pribadi lebih baik lagi di
sekolah. Berat memang, tapi saya yakin dengan pilihan yang saya ambil.
Tuhan, bukankah Engkau selalu tahu
apa yang ada di hati ini?
Kegundahan yang akhir-akhir ini
melanda tentu memiliki alasan
Dalam sujud dan derai air mata yang
kadang membasahi kedua mataku
Selalu kusebut nama-Mu
Kupeluk erat firman-Mu di dalam dada
Jika keputusan ini adalah yang
terbaik, maka berilah kemudah bagi hamba, ya Rabb
Sesungguhnya, hanya pada-Mu lah hamba
berserah diri.
Semoga alloh selalu meridhai setiap langkah yg kita ambil. Unt dpt keluar dari zona nyaman butuh energi yg luar biasa n tdk semua orang dpt melakukanya. Semangat antum pasti bisa. Amin
ReplyDelete