Skip to main content

Puasa Gadget


Puasa gadget, pernah mendengar dengan istilah ini? Tentu pernah, dong, ya. Awalnya saya membaca salah satu postingan seorang teman blogger tentang bagaimana dia berhasil melakukan puasa gadget. Ih, keren, kan? Ternyata ada juga yang namanya puasa gadget wuehehe. Puasa gadget bukan berarti kita nggak bersinggungan dengan gadget, akan tetapi me-manage penggunaannya sebaik mungkin dan tidak membuat kita lalai gara-gara gadget ini.

Sahabat blogger saya berhasil melakukannya, dia mengaku lebih produktif sejak dia mengatur sedemikian rupa penggunaan gadget miliknya dan saya? Oh merasa ditampar-tampar, secara saya itu udah kecanduan akut dengan gadget, hidup serasa nggak tenang kalo nggak bawa gadget kemana pun pergi. Sebenarnya saya nggak terlalu kecanduan banget dengan gadget, tapi kadang-kadang saya malah lupa waktu kalo udah bersama di gadget, browsing ABC, maen sosial A B C D E F dan sebagainya, sampai membuat yang lain terlupakan. Parah, kan? Meski Cuma sesekali saja #alesan #ngeles

Nah, sejak dua minggu yang lalu, saya berusaha me-manage penggunaan gadget. Kalo sedang kerja, gadget saya simpan dulu di tas, fokus dengan kerjaan. Soalnya, saya yang sebelumnya sering terbagi fokus kerjanya. Saat kerja, disambi membalas pesan singkat, BBM, Whatsapp, balas komentar teman di facebook, balas mention teman di twitter. Hadohhhhh, pokoknya parah, Jendral. Hikzzz #sedih.

Awalnya memang terasa ada yang beda, tapi saya percaya bahwa saya bisa lepas dari ketergantungan dengan makhluk mati yang bernama gadget. Masa saya bisa dibikin kecanduan oleh benda mati? Padahal, kan saya yang empunya. Ih, ini tidak boleh terjadi #mulailebay

Konon, “Mengerjakan lebih dari 1 hal secara bersamaan akan mengurangi fokus pemikiran kita.” Misalnya sedang membuat laporan akhir bulan (modus dompet kosong di akhir bulan wuahha), kemudian tiba-tiba ada BBM, kita langsung ambil gadget untuk membalas BBM dari teman tersebut. Nah, untuk bisa konsentrasi seperti semula itu butuh waktu sampai 15 menitan, loh. Nah, kebayang, kan? Bagaimana kalo kerja sambil lihat Facebook sebentar, intip twitter sebentar, balas chat sebentar, terus kapan kerjanya??? #plak

Saya kutip dari blog mbak febrianti almeera

“Seorang pakar psikologi pengembangan mengatakan, “Mengerjakan lebih dari 1 hal secara bersamaan akan mengurangi fokus pemikiran kita.” Begini maksudnya.. saat kita melakukan 1 pekerjaan, maka fokus kita terhadap proses pernyelesaian pekerjaan tersebut adalah 100%. Saat pekerjaan ditambah menjadi 2 pekerjaan sekaligus, kita akan mengalami penurunan fokus sebesar 20% secara otomatis. Dan ketika ditambah lagi menjadi 3 pekerjaan sekaligus, kita akan mengalami penurunan fokus hingga 50%. Dan penurunan fokus ini akan terus bertambah dengan semakin banyaknya pekerjaan yang kita lakukan dalam waktu yang bersamaan.”

Saya tidak bisa memungkiri, bahwa ada banyak kemudahan dengan adanya si gadget ini. Contoh, kalo mau transaksi transfer uang, pembelian pulsa, pembayaran tagihan dan sebagainya cukup dengan si gadget, dengan berbagai macam aplikasi yang siap mempermudah kita. Nggak perlu lagi antri di ATM, BANK, tempat bayar tagihan dan sebagainya. Hidup terasa lebih santai. Mau belanja apa pun juga lebih mudah sekarang. Saya sering belanja buku via online dan proses transaksi diberi kemudahan melalu si gadget. Iya, gadget sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Bisa lebih praktis aja dalam melakukan berbagai macam hal.

Tapi, kalo tidak dimanage dengan baik, bisa bahaya, jadinya kecanduan deh. Apalagi jejaring sosial selalu terhubung. Mulai deh nggak bisa lepas. Diki-dikit lirik si gadget, mungkin saja ada pesan, tlp, chat, email dan sebagainya. Selalu saja ada dorongan untuk pegang si gadget. Itu saya banget (dalam kondisi-kondisi tertentu) wuahha masih belum mau mengakui bahwa saya sudah pernah sampai pada tahap diperbudak oleh gadget.

Fiuhh….setelah dua minggu mengatur kapan saya boleh menggunakan gadget, kapan tidak, akhirnya terasa lebih tenang banget *netes* *Alhamdulillah*. Saya lebih produktif dalam menulis (Lebih tepatnya curhat di blog haha). Saya lebih banyak membaca buku ketimbang memantau jejaring sosial. Sehari kadang saya bisa menyelesaikan 1 buah buku. Satu Minggu kemarin saya bisa menyelesaikan 4 buah buku. Ah ini sungguh sesuatu banget dampaknya. Saya merasa tidak lagi ketergantungan dengan gadget dan segala macam aplikasi di dalamnya. Hanya sekedarnya saja.

Tidak ada lagi yang namanya habis shalat langsung cek gadget. Sekarang habis shalat yang dibaca adalah Al Quran, bukan si gadget. Tuh, kan? Ada banyak hal penting lain yang bisa saya lakukan ketimbang hanya si gadget yang nggak selamanya juga ada yang harus dilihat.

Saya tegasin, ya. Bukan berarti tidak berinteraksi dengan si gadget loh, ya. Tapi penggunaannya yang lebih di-manage. Kapan kita boleh dan kapan tidak. Tapi ini juga fleksibel dong tentunya, kalo memang lagi penting banget ya silahkan, namanya juga penting. Tapi, sebisa mungkin diatur waktunya, agar kita tidak menjadi budak oleh benda mati yang bernama gadget ini.

Alhamdulillah, saya bahagia banget bisa mulai lepas dengan si gadget, haha. Sungguh, ini sangat berarti buat saya yang rada gila dengan gadget ini. Sekarang saya bisa menjalani kehidupan lebih fokus  (fokus mencari jodoh #ehcurcol) dan tentunya masih berproses ke arah yang lebih baik lagi, Insya Allah. Tidak ada salahnya berusaha untuk semakin baik dari sebelumnya, bukan? Karena orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik dari sebelumnya.

Jangan sampai gadget lebih menarik hati kita ketimbang Al Quran yang merupakan panduan hidup kita. Sama si gadget bisa berjam-jam lamanya, sedangkan sama Al Quran mudah capek, 15 menit sudah berhenti mengaji, kemudian lanjutin kencan ama si gadget.

Yuk terus instrospeksi diri demi memperbaiki diri.
Semoga kebaikan selalu menyertai kita.

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat ...

Paralayang Batu

Salam. Tiga hari terakhir, saya lagi banyak kerjaan (baca: tugas kuliah ama jalan-jalan, hehe). Kebetulan Reimer, sahabat saya dari Rotterdam-Holland sedang berkunjung ke Malang. Sebagai sahabat yang baik, tentunya saya mau mengajak dia menjelajahi Malang dan sekitarnya, dong, hehe. Sejak Minggu saya sudah menemani Reimer jalan-jalan. Saya hanya menemai ketika kuliah sudah selesai aja, sih. Biasanya dari ashar sampai malam. Nah, selain kelayapan di Malang, saya mengajak Reimer untuk menikmati keindahan pemandangan dari atas ketinggian Gunung Banyak yang merupakan tempat bagi kamu yang berani uji nyali untuk terbang dari ketinggian dengan bantuan parasut atau biasa dikenal dengan Paralayang.

Tentang Tato

Bermula dari tweets saya yang membahas tentang tato, sekarang saya ingin menjadikannya sebuah artikel. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, atau menghakimi orang-orang yang mempunyai tato. Tulisan ini dari sudut pandang agama (Islam) dan medis. Tentunya ini hanya sebatas pengetahun saya saja. Saya pernah menanyakan alasan bertato kepada teman-teman yang mempunyai tato. Sebagian besar jawabannya adalah “seni, keren, punya makna tersendiri, laki banget, dan sebagainya” . Tato tidak hanya digemari Kaum Adam, namun Kaum Hawa pun juga menggemari tato. Saya pernah membaca, tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang berarti “tanda”. Para ahli menyimpulkan bahwa tato sudah ada sejak tahun 12.000 Sebelum Masehi.  Lantas bagaimana Islam memandang tato?  Sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya sebagai landasan utama umat Islam hidup. Allah swt. memberikan kita pedoman dalam menjalani hidup. Di dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat...