Salam,
Kali ini saya ingin bercerita tentang
satu sosok yang begitu menginspirasi saya, dengan gayanya yang begitu santun
dan sangat lembut ketika berbicara, beliau adalah Prof. Dr. Amir Yasin
An-Najjar, Guru Besar Filsafat Islam dari Canal Suez University, Mesir. Ini
adalah pertemuan kedua saya dengan beliau. Beberapa waktu yang lalu, dalam
seminar Internasional yang diadakan oleh STAIN Purwokerto, beliau diundang
sebagai pembicara dan kebetulan beliau tinggal tidak jauh dari tempat saya. Itu
adalah pertemuan kali pertama saya dengan beliau.
Dan kali ini, kunjungan beliau ke
Purwokerto lebih lama dari sebelumnya, 20 hari Insya Allah beliau akan bersama
kami disini, sudah dua minggu berlalu kebersamaan kami dengan beliau, dan itu
artinya beliau segera akan kembali ke Negaranya, dan tentu kami akan merindukan
kebersamaan dengan beliau.
Saya masih ingat dengan baik, saat
beliau meminta saya menerjemahkan sekian banyak pesan dari operator seluler
yang masuk ke dalam telepon genggamnya. Saya diminta untuk menerjemahkan ke
dalam bahasa Inggris, karena saya lemah dalam Bahasa Arab. Sejak saat itulah,
interaksi semakin rutin karena setiap hari beliau shalat berjemaah di masjid
dan diikuti dengan bincang-bincang singkat dengan beliau. Saya memang lemah
dalam bahasa Arab, saya paham apa yang beliau ucapkan, tapi merasa susah untuk
menjawab dengan Bahasa Arab, karena sudah jarang sekali saya berbicara dengan
bahasa Arab. Berbeda waktu masih di pesantren, hampir setiap hari kami
berbicara bahasa Arab dan berinteraksi dengan berbagai macam literature yang
berbahasa Arab. Sekarang, saya hanya bisa reading, listening dan writing, dan
lemah dalam hal speaking.
Tadi malam beliau menjelaskan tentang
pentingnya ikhlas dalam menjalani kehidupan ini. Dalam artian sederhananya
begini, ketika kita melakukan sesuatu, harus diniati karena Allah SWT., karena
semua yang terjadi di dunia ini tidak pernah lepas dari kuasa-Nya. Ketika kita
melakukan sesuatu karena Allah SWT., maka perbuatan kita Insya Allah akan
dihitung sebagai amal kebaikan, namun jika amal perbuatan kita karena manusia,
maka itu ria namanya. Jika kita melakukan suatu kebaikan hanya karena ingin
mendapatkan pujian dari manusia, maka amalan kita sia-sia.
Ehm… kadang, dalam melakukan kebaikan
kita kudu dipaksa dulu, percaya, nggak? Contohnya begini, di sekeliling saya
ada beberapa mahasiswa yang menjadi santri di Mafaza (masjid fatimatuzzahra), mereka
menjadi binaan saya dan saya bertanggung jawab atas kemampuan mereka dalam
membaca Al Quran, hafalan Al Quran, shalat wajib dan juga shalat malam mereka. Mungkin
awalnya mereka terpaksa karena belum terbiasa bangun pagi untuk shalat tahajud
terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan tadarus sambil menunggu shalat
subuh. Mungkin ada yang melakukan itu semua karena takut akan saya, mungkin ada
yang melakukan karena malu disebabkan teman-teman yang lain sudah bangun dan
segera melaksanakan shalat tahajud. Dan mungkin juga ada yang memang dengan
ikhlas melakukan semua itu karena Allah SWT.
Mungkin ini berat bagi mereka untuk
bangun lebih awal, kemudian bersujud di hadapan Allah SWT dalam shalat malam
mereka masing-masing. Tapi saya selalu percaya bahwa mereka semua akan mulai
terbiasa untuk bangun malam. Awalnya karena terpaksa, kemudian menjadi
terbiasa, selanjutnya mulai merasa perlu, kemudian semakin mencintai shalat
malam mereka dan akhirnya melakukan semua itu karena Allah SWT tanpa perlu saya
bangunkan. Saya percaya, suatu saat mereka bisa bangun sendiri tanpa perlu
sentuhan lembut tangan saya ketika membangunkan mereka. Dan kebiasaan baik itu
lambat laun akan menjadi karakter mereka masing-masing. Amin.
Begitu juga dengan anak-anak saya di
sekolah, awalnya mereka dipaksa dulu untuk shalat lima waktu dengan berbagai
macam konsekuensi, kemudian mulai terbiasa shalat lima waktu, semakin menyukai,
kemudian mulai tumbuh kesadaran bahwa itu adalah kewajiban yang tidak bisa
ditinggalkan sampai kapan pun. Karena satu kali saja shalat kita tinggalkan,
maka sampai kapan pun kita akan tetap diminta pertanggungjawaban di hadapan
Allah SWT. Ketika satu kali saja ditinggalkan, maka kita tidak bisa kembali
untuk mengulang semua yang sudah berlalu.
Duh, ini kenapa jadi rada ngawur dan
sok serius gini sih tulisan ini hehe.
Nah, dalam beramal diperlukan keikhlasan.
Kamu nggak usah cuap-cuap di hadapan orang lain karena baru saja membantu
anak-anak yatim di panti asuhan, kamu nggak usah juga dengan songongnya
menceritakan kebaikan apa saja yang sudah dilakukan selama ini. Kamu nggak usah
dengan semangat membara bilang ke mertua kamu bahwa kamu sudah melakukan
ABCDEFGHIJAKLMNOPQRSTU dan banyak kebaikan yang lainnya. Nggak perlu.
Allah tidak pernah berhenti mengawasi
kita, bagaimanapun kondisi hati kita, Allah selalu tahu, karena Dialah yang
menguasai segala yang ada di dalam hati. Jadi, kita tidak akan pernah bisa
membohongi Allah SWT., karena nyatanya, Dia Mahatahu semuanya.
Ikhlas tidak bisa hanya sebatas
ucapan lisan yang mengatakan bahwa kamu ikhlas dalam melaksanakan suatu
kebaikan, tapi harus diikuti dari hati, bahwa apa yang dilakukan bukan karena
mengharapkan penghargaan dan pujian dari manusia, tapi karena mengharapkan
ridha dari Allah SWT.
Ketika kita bisa melakukan semuanya
karena Allah SWT., maka ada manusia maupun tidak di sekeliling kita, kita tetap
melaksanakannya. Contohnya shalat, jangan sampai kamu rajin shalat hanya karena
ingin dibilang rajin ibadah oleh pasangan, orangtua, anak-anak dan lain
sebagainya. Saat mereka tidak ada di dekatmu, kamu dengan leluasa meninggalkan
shalat. Itu namanya ria, melakukan suatu perbuatan karena mengharapkan pujian
dari makhluk.
Ikhlas merupakan salah satu syarat
sahnya suatu amal.
Ikhlas juga merupakan penentu
kualitas suatu perbuatan.
Ikhlas mendatangkan berkah dan ridha
Allah SWT.
Mereka yang beramal dengan ikhlas
tidak akan pernah merasa rugi.
Perhatikan firman Allah SWT. yang
artinya :
"Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang di infakkannya itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima, mereka memperoleh pahala disisi tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati." (QS; Al Baqarah: 262)
Semoga kita semua bisa menjadi
hamba-hamba-Nya yang selalu ikhlas dalam beramal. Amin. Ingat, Allah lah tujuan
kita dalam beramal, bukan karena manusia.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan