Skip to main content

Tentang Sahabat


Perjalanan demi perjalanan, mengajarkan saya akan sebuah kemandirian hidup, mengajarkan saya akan rasa syukur yang luar biasa. Saat berada di Bali, saya semakin bersyukur kepada Tuhan, karena selama ini saya ditempatkan di daerah yang muslimnya mayoritas, dimana saya bisa mendengar adzan setiap kali waktu shalat tiba, dimana saya bisa ke masjid hanya dengan berjalan kaki bila ingin shalat berjamaah di Masjid, dan banyak lagi kemudahan-kemudahan lain yang selama ini kadang lupa untuk saya syukuri.

Perjalanan demi perjalanan juga membawa saya pada pertemuan-pertemuan tak terduga, kemudian mengajarkan saya bagaimana seharusnya bersikap terhadap orang-orang yang baru saya temui, bagaimana menghormati budaya sebuah daerah yang baru saya datangi, dan masih banyak lagi. Saya bertemu dengan berbagai macam orang, yang kemudian menjadi sahabat-sahabat saya selama perjalanan, atau bahkan setelah selesai menjelajah pun kami tetap menjaga hubungan baik.

Bertemu dengan berbagai macam orang, mengajarkan saya akan keanekaragaman manusia yang diciptakan oleh Allah Swt. Seperti saat berada di Bali, saya berteman dengan teman-teman dari berbagai macam negara; Finland, Saudi Arabia, Jedah, Asutralia, Rusia, dan lain sebagainya. Pertemanan kami tidak hanya sebatas jalan-jalan saja, kami berbagi cerita tentang negara kami masing-masing, bercerita tentang budaya bahkan tentang keyakinan.
Ardian Camaj

Ada banyak pertemuan yang tidak disengaja, kemudian menjadi hubungan baik dan akhirnya menjadi sahabat. Kami tetap menjalin hubungan baik melalui jejaring sosial. Salah satunya adalah Ardian Camaj, laki-laki asal Switzerland ini adalah seorang muslim yang sangat taat. Dia berasal dari keluarga yang sangat religius. Meski dia tinggal di negara yang aggaints moslem, tapi dia tetap percaya dengan keyakinannya, dia tetap bangga dengan agama yang selama ini ia yakini, ia tetap percaya diri untuk tampil dan menyatakan bahwa “Saya adalah seorang Muslim” dan ia membuktikan bahwa muslim adalah agama yang mengajarkan penganutnya untuk bersikap baik terhadap mereka yang bukan muslim.

Suatu ketika, saya duduk di pojokan kamar, Ardian dengan santainya memainkan irama melalui piano yang ada di kamarnya, kemudian memainkan nada demi nada begitu indah. Kami memang sering video call melalui skype, saling berbagi cerita satu sama lain. Ardian hanya bisa berkomunikasi dengan saya dengan Bahasa Inggris, karena saya tidak bisa berbahasa persia. Saya biasa memanggilnya Abu Adri, karena “Abu” dalam bahasa Persia artinya adalah “Brother”, sedangkan dalam Bahasa Arab artinya adalah “Bapak”. Sedangkan dia biasa memanggil saya “Akhi” dalam setiap kesempatan. Dia adalah satu-satunya kawan yang memanggil saya dengan panggilan “Akhi”, sedangkan kawan saya dari negara-negara lain biasa memanggil saya dengan panggilan “Bro”.

Kemarin, Ardian bercerita tentang seorang temannya yang masuk Islam.

Ardian : Saya pernah mempunyai seorang teman, dia sering minum Alkohol sampai mabuk, kemudian suatu ketika saya mengajak dia ke Masjid, seorang Imam memberi dia Al Quran yang sudah ada terjemahan dalam bahasa Jerman dan mengizinkannya membacanya. Di kesempatan lain, dia datang ke Masjid lagi, kemudian menyatakan diri untuk masuk ke dalam Islam. Saya sangat bahagia saat tahu dia masuk Islam.

Saya tersenyum, mendengarkan penuturan Ardian tentang kawannya yang masuk ke dalam Islam.
Oh ya, Ardian kuliah di jurusan Ekonomi.

Di lain kesempatan, saya pernah berucap bahwa saya benci salju, kemudian dia tersenyum dan menegur saya, dengan mimik yang tenang.

“Jangan pernah mengatakan Benci terhadap semua yang diberikan Allah, cukup katakan “Saya tidak suka salju” karena semua itu adalah pemberian Allah Swt., yang seharusnya disyukuri. Hujan, angin, semuanya adalah pemberian Allah, bukan? Kita harus bersyukur atas semua karunia itu.”

Saya pun tertegun mendengar ucapannya, dan berterima kasih karena sudah diingatkan.

Saya semakin bersyukur karena saya tinggal di Indonesia, di Negara yang muslimnya mayoritas. Ardian pernah bercerita bahwa jarak antara masjid dan rumahnya memakan waktu cukup lama. Untuk bisa shalat berjamaah di Masjid, dia harus menempuh perjalanan sekian lama. Sebuah perjuangan yang tidak mudah, bukan? Seharusnya masyarakat Muslim di Indonesia harus meramaikan Masjid, bukan malah enggan untuk berjamaah di Masjid.

Coba lihat di sekeliling kita saat ini, ada berapa banyak masjid yang ada? Ada berapa banyak masjid yang kosong saat tiba waktu shalat? Ada berapa banyak jamaah di masjid saat waktu shalat tiba? Kadang saya menangis, saat melihat jamaah masjid hanya diisi oleh mereka yang sudah tua renta, sedangkan generasi mudanya entah kemana.

Wahai generasi Muslim, mari muliakan rumah Allah dengan memakmurkannya. Mari ajak saudara-saudara kita untuk cinta akan masjid. Jangan biarkan Masjid hanya sebatas bangunan megah tak berpenghuni, mari ramaikan dengan ibadah kepada Allah Swt. Semoga kita semua menjadi generasi Muslim yang dicintai Allah Swt.

Islam adalah agama yang diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam, yang seharusnya kita taati ketentuan-ketentuan yang telah Allah buat. Coba lihat Ardian, dia tetap berpegang teguh atas apa yang selama ini ia yakini, meski dia tinggal di Negara yang muslimnya minoritas. Lantas, bagaimana dengan kita? Yang tinggal di negara yang mayoritas Muslim? Sudahkah kita bersyukur dan menjalankan perintah Allah Swt. dengan baik? Mari bersama kita berusaha untuk taat kepada Allah Swt.

Comments