25 Desember 2013
Awalnya saya dan seorang teman saya akan menyewa motor,
karena tiga orang teman lainnya ingin bermain water spot di Tanjung Benoa.
Intinya kami memiliki tujuan yang berbeda hari ini. Akan tetapi, saya takut
hujan kembali menemani perjalanan, sedangkan tujuan perjalanan hari ini cukup
jauh; Ubud dan Kintamani. Perjalanan dari Kuta ke Ubud dan Kintamani kurang
lebih memakan waktu dua jam perjalanan, bolak-balik sudah empat jaman, dan jika
macet tentu akan lebih lama lagi.
Ubud terkenal dengan keseniannya, ada banyak ragam kesenian
disana, di sekitarnya juga ada Monkey Forest, Pasar Sukowati yang terkenal
dengan pusat oleh-oleh khas Bali, dan lain sebagainya. Sedangkan Kintamani
terkenal dengan Danau dan Bukit Baturnya.
Setelah menggunakan rayuan maut (lebay), akhirnya saya
berhasil membujuk tiga orang teman yang lain untuk kembali menyewa mobil,
mereka menunda perjalanan demi ke Ubud dan Kintamani. Yeayyyy, ini namanya
penghematan. Kalo nyewa mobil hanya untuk berdua saja, jatuhnya mahal jendral.
Ubud
Pukul 8.30 pagi, kami baru berangkat menuju Ubud, di perjalanan,
saya sudah molor lagi, hadeuhhh kebiasaan molor saya itu emang udah parah
banget, jarang banget nggak tidur dalam perjalanan. Setelah menempuh perjalanan
cukup lama, sampailah kami di Ubud, menikmati aneka ragam kesenian di sepanjang
jalan yang membuat saya terkagum-kagum dengan kreatifitas masyarakat Bali yang
mendunia. Saya hanya bisa menjadi penikmat seni, tanpa punya nyali untuk
memiliki kesenian yang ada di hadapan saya haha, lebih tepatnya harganya itu
super deh, langsung ciut dompet saya. Kan ceritanya backpacker #alesan
Kami masuk ke Museum Antonio Blanco, sebuah museum yang
menyimpan berbagai macam lukisan karya Antonio Blanco yang mendunia. Antonio
Blanco adalah pelukis dunia, kemudian menikah dengan perempuan Bali, dan
lukisan-lukisan si Antonio Blanco ini di pajang di rumah yang menjadi tempat
tinggalnya di Ubud. Museum ini rada nggak pantas kalo mengajak anak-anak di
bawah umur, karena lukisan-lukisan yang ada rada ehm gimana gitu, ya kalian
pasti pahamlah dengan apa yang saya maksud hehe.
Di dalam museum ini juga terdapat ruangan yang biasa dipakai
Antonio Blanco untuk melukis dan sekarang dipakai anaknya sebagai tempat untuk
melukis juga. Sebuah karya seni yang luar biasa hebat, meski awalnya saya nggak
ngeh dengan arti dari sekian banyak lukisan yang ada. Untung ada guide yang
menjelaskan semua lukisan yang ada di dalam museum, barulah saya paham sedikit
(doang) tentang arti lukisan-lukisan yang ternyata sebagian besar adalah istri,
anak, cucu dan lain sebagainya.
Kintamani
Setelah puas melihat semua lukisan yang ada, kami melanjutkan
perjalanan ke daerah Tampak Siring. kemudian perjalanan kembali dilanjutkan ke
Kintamani. Untung saya dan teman-teman menggunakan jasa sopir dan mobil, karena
jalan menuju kesana rada mengerikan menurut saya; jalanan berbukit yang rada
kurang aman buat saya yang amatiran dalam mengendarai sepeda motor hehe.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya
kami sampai juga di Kintamani. Dari atas kami bisa melihat danau yang jernih,
bukit batur yang menjulang, dan perbukitan yang dipenuhi dengan pepohonan
hijau. Cuaca di Kintamani rada dingin, jadi mendingan kalian bawa sweater kalo
kesini.
Tidak ingin hanya menikmati keindahan dari atas, kami
memutuskan untuk turun ke bawah dan menuju Desa Trunjan yang terkenal itu.
Jalan menuju ke Desa Trunjan ini rada horor, sempit, berkelok-kelok, tebing dan
pada rusak. Fiuhh, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit dari
bagian puncak, akhirnya sampai juga di Trunjan, sebuah desa di tepi danau Batur
yang cantik.
Rasanya saya pengen teriak sekencang-kencangnya disini,
kemudian langsung mandi di danau yang jernih. Keren banget pokoknya. Saya duduk
di pinggir danau, kemudian bermain dengan anak-anak yang sedang mandi. Saya
menjejakkan kedua kaki ke danau dan nyessss, dingin banget. Saya semakin
bahagia menikmati hembusan angin yang menyejukkan. Di Desa Trunjan ini terdapat pura tertua di
Bali, dan tertutup untuk umum, karena merupakan tempat ibadah warga sekitar.
Sejak awal, saya memang sudah membaca tentang Desa Trunjan
yang rada horor, konon setiap warga yang meninggal dunia hanya diletakkan
begitu saja di bawah sebuah pohon besar yang berada di seberang danau, dan
anehnya lagi, jenazah itu sama sekali tidak menimbulkan bau busuk. Meskipun
jenazah hanya diletakkan begitu saja, tanpa dikubur, akan tetapi sama sekali
tidak menimbulkan bau tidak sedap. Saya penasaran dengan tempat itu.
Untuk menuju tempat warga meletakkan jenazah warga yang
meninggal dunia, kami harus menyewa sebuah perahu kecil, dengan waktu tempuh
hanya tujuh menit lamanya. Setelah sampai, kami disambut oleh beberapa orang
yang menjaga tempat peletakan jenazah. Suasana pun semakin horor haha, saat
melihat jenazah berbaris rapi, dilengkapi dengan sekian banyak tengkorak yang
disusun rapi di bagian bawah pohon.
Saya penasaran dengan mayat-mayat yang ada disana, kemudian
memberanikan diri untuk mendekat and you know what? Ada jenazah yang kayaknya
belum terlalu lama diletakkan, soalnya masih ada kulitnya dan memang tidak
menimbulkan bau sama sekali. Bagi kamu yang rada takut dengan mayat, mending
nggak usah kesini, soalnya rada horor sih menurut saya. Kalo saya ini kan
memang pemberani, jadi nggak apa-apa kalo ketemu mayat #dijitak
Di setiap jenazah, ada barang-barang yang memang sengaja
diletakkan, yang tidak lain adalah barang-barang kesukaan si mayit saat masih
hidup. Jadi kalian bisa membayangkan, ada botol minuman, tape gede, baju, dan
lain sebagainya. Sayang banget, kan? Gimana kalo ternyata bareng kesukaannya
saat hidup adalah Mobil? Harus bawa mobil juga, gitu? #plak
Sayang banget, tempat ini sama sekali tidak terawat.
Barang-barang yang diletakkan di jenazah tidak tersusun rapi, jadi kalo sudah
ada yang menjadi tengkorak, tengkoraknya disusun rapi, sedangkan barang-barang
yang ada hanya dibiarkan menggunung di samping tempat peletakan jenazah. Jadi
kesannya kotor banget.
Setelah cukup menikmati pertemuan dengan mayat dan tengkorak,
haha, liburan macam apa ini tujuannya ketemu mayat dan tengkorak. Eh tapi aneh
juga, sih, Cuma karena satu pohon gede itu, mayat disana nggak bau busuk. Keren.
Kami pun kembali ke seberang, dan langsung menuju mobil. Rencana selanjutnya
adalah mencari tempat untuk mengisi perut yang sudah teriak meminta asupan
gizi.
Setelah makan siang, kami memilih untuk langsung kembali ke
Kuta, dan menyempatkan diri untuk berbelanja di Krisna, yang merupakan salah
satu tempat berbelanja oleh-oleh khas Bali. Malam sudah larut banget, kami pun
pulang dan istirahat. Satu orang teman saya malam ini sudah harus pulang,
sedangkan tiga orang lainnya besok akan bermain Water Spot di Tanjung Benoa dan
saya memilih untuk check out dari penginapan dan menginap di rumah teman yang
sejak awal mengajak untuk stay di rumahnya. Saya hanya berencana stay sehari
saja di rumahnya, kemudian akan kembali ke penginapan.
Perjalanan hari ini hanya sampai disini saja, esok hari akan
saya lanjutkan lagi perjalanan menjelajah seorang diri di Bali.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan