Suatu
ketika, ada seseorang yang menghampiri saya, mengajak saya berbincang di salah
satu pojok masjid. Kebetulan saat itu saya baru selesai mengimami shalat
maghrib di masjid. Beliau adalah salah satu guru saya, yang selama ini
membimbing saya menghafal Al Quran. Beliau tersenyum, mengucap salam dan
menjabat tangan saya hangat. Saya tersenyum, dan menjawab salamnya.
Berbicara dengan seorang guru,
kadang membuat saya dag dig dug nggak jelas. Saya merasa ada sesuatu yang akan
beliau bicarakan. Tidak biasanya beliau mengajak saya berbicara secara pribadi.
Biasanya kami hanya berbincang sebentar selepas shalat, itu pun hanya bertanya
kabar. Selebihnya bisa dibilang jarang terjadi perbincangan secara khusus.
Beliau memulai perbincangan.
“Umur antum sudah berapa, Ustaz?”
saya memang biasanya dipanggil ustaz baik oleh anak-anak di sekolah, maupun
jamaah di masjid.
“Saya sudah 22 tahun, Ustaz.”
“Sudah ada rencana untuk menikah?”
Saya terdiam. Saya sama sekali tidak
pernah mengira bahwa pertemuan sore itu akan berbicara tentang pernikahan. Saya
baru saja lulus kuliah, baru saja mengabdikan diri di dunia pendidikan, dan
sekarang ditanya tentang “pernikahan”. Meski saya tahu, kesiapan seseorang
dalam hal membina rumah tangga bukanlah tergantung berapa usianya, atau apa
pekerjaannya. Tapi lebih kepada kesiapan mental, dan memahami bahwa pernikahan
adalah bagian dari beribadah kepada Allah Swt.
“Saya masih mau kuliah dulu, Ustaz.”
Saya menjawab pertanyaan beliau sambil tersenyum.
“Jadi begini, saya mempunyai seorang
adik perempuan. Dia adalah seorang janda dengan dua orang anak. Sebelumnya dia
menikah dengan seorang kiyai, tapi suaminya sekarang sudah meninggal. Dia
alumni pesantren, dia juga sama dengan antum, hafal Al Quran. Kedua anaknya
berulang kali menanyakan kapan ia akan menikah, keduanya ingin memiliki seorang
ayah.” Beliau berhenti sejenak, mengambil nafas, kemudian melanjutkan
ucapannya.
“Sebenarnya ada seseorang yang
mencoba untuk mendekatinya, tapi dia bukanlah orang yang shaleh. Dia hanya
menjadikan harta sebagai pemicu untuk menikahi adik saya. Saya ingin adik saya
mendapatkan seorang suami yang shaleh, karena ini adalah amanah. Amanah untuk
menjaga seorang janda, dan anak-anak yang masih perlu kehadiran sosok ayah.”
Beliau berhenti lagi, mengambil nafas.
“Apakah antum mau menikah dengan
adik saya?”
Saya sedikit terkejut dengan
pertanyaan ini. Degup jantung saya tidak menentu, karena tidak siap dengan
pertanyaan ini.
“Antum tidak harus menjawabnya
sekarang, Ustaz. Silahkan pikirkan terlebih dahulu.”
Saya mencoba untuk tetap terlihat
tenang. Keringat dingin membasahi kening saya. Beberapa saat kemudian barulah
saya bisa menjawab.
“Saya belum ada rencana untuk
menikah, Ustaz. Saya masih mau melanjutkan pendidikan saya. Saya tidak ingin
nantinya mengabaikan anak dan istri hanya karena alasan kuliah. Jadi saya
memilih untuk menyelesaikan studi terlebih dahulu, baru kemudian menikah.”
“Sebentar lagi adik saya datang ke
rumah. Dia akan ke makam mendiang suaminya, mau ziarah kesana. Jika antum berkenan,
silahkan datang ke rumah, berkenalan dengan adik saya. Siapa tahu nanti Allah
beri kesiapan untuk menikah.” Beliau menjelaskan lebih lanjut.
Entah apa yang ada di dalam benak
saya, tiba-tiba ada sebuah keinginan untuk bertemu dengan adik beliau, ingin
mengenalnya secara langsung, meski pada awalnya saya ragu. Tapi pada akhirnya
saya mempunyai sebuah keberanian untuk bertemu dengan adik beliau.
Selepas halat isya berjamaah, saya
ikut dengan beliau pulang ke rumahnya. Saya disuruh menunggu sejenak di teras
depan rumah, kemudian baru dipersilahkan masuk. Degup jantung saya semakin
tidak menentu, keringat saya bercucuran, membasahi kemeja yang saya kenakan.
Saya tidak sempat mengganti pakaian, masih dengan sarung dan kemeja lengan
panjang berwarna biru.
Saya duduk di kursi tamu, berhadapan
dengan adik beliau. Saya diberi kesempatan oleh beliau untuk berbincang
sebentar. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, tapi akhirnya Allah
memberikan keberanian pada saya untuk memulai perbincangan. Saya memperkenalkan
diri terlebih dahulu, menceritakan latar belakang saya, dan berlanjut begitu
saja. Semuanya mengalir dengan tenang. Tidak ada lagi detak jantung yang
membuat saya gelisah.
Saat kami sedang berbincang, saling
mengenal satu sama lain, kedua anaknya datang menghampiri. Keduanya menjabat
tangan saya, dan menyebutkan nama masing-masing. Saya tersenyum menatap wajah
kedua malaikat itu. Dari pertemuanku dengannya, saya tahu bahwa dia adalah
seorang perempuan yang mempunyai agama dan berakhlak baik. Dia adalah seorang
perempuan yang hafal Al Quran dan mengabdikan dirinya untuk melahirkan generasi
Qurani, generasi yang cinta akan Al Quran. Dia menerima beberapa santriwati di
rumahnya, diajarkan baca Al Quran dengan baik dan benar, kemudian menghafal Al
Quran. Sudah beberapa santriwati yang berhasil menghafal Al Quran dalam
bimbingannya. Ada rasa kagum yang menyeruak di dalam hati, kemudian merangkai
doa semoga dia adalah jodohku.
Saya pamit ulang, kemudian langsung
menelpon kedua orangtua di kampung halaman. Saya menceritakan apa yang baru
saja saya alami kepada Ibu. Beliau adalah seorang Ibu yang selalu mau
mendengarkan keluh kesah saya. Ada ketenangan tiap kali mendengar suaranya di
ujung sana. Beliau tidak melarang, tidak pula menyuruh. Beliau mempersilahkan saya
untuk menentukan pilihan. Karena bagi Ibu, saya bukanlah anak kecil lagi.
Seharusnya saya sudah bisa memilih mana yang baik untuk kehidupan saya. Tapi
bagaimana dengan bapak? Saya tahu bapak sedikit sensitif dengan permasalahan
ini. Bapak tidak setuju jika saya memilih menikah dengan seorang janda. Meski
bapak tidak marah sama sekali, hanya saja dengan bahasa yang lembut, saya
mengerti sebenarnya bapak keberatan jika saya harus menikah dengan seorang
janda beranak dua.
“Itu pendapat bapak, selebihnya kamu
yang menentukan, karena yang akan menjalani adalah kamu sendiri, bukan bapak.”
Bapak mengakhiri telephone.
Saya bersandar di atas ranjang,
kemudian mencoba untuk kembali berpikir. Benarkah dia jodohku? Seseorang yang
telah Allah janjikan untukku? Seseorang yang akan menjadi pendamping hidupku?
Dia adalah seorang wanita shalehah. Wanita seperti apa lagi yang ingin kucari?
Bukankah wanita shalehah adalah dambaan setiap laki-laki?
Tidak mudah bagi saya untuk membuat
keputusan. Dalam shalat malam, saya menengadahkan kedua tangan di hadapan-Nya,
memohon petunjuknya, memohon ketenangan pada jiwa ini. Saya tidak ingin terus
dihantui oleh keraguan.
Ya
Allah, jika dia adalah wanita yang Engkau janjikan untukku, maka persatukanlah
kami.
Jika
ia adalah jodohku, maka beri aku keberanian untuk menjalani semua ini
Setelah
beberapa kali shalat istikharah, saya tidak lagi menemukan nama itu di dalam
hati. Saya tidak lagi seyakin sebelumnya dengan pilihan yang akan saya ambil.
Akhirnya saya memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya, hanya
sebatas perkenalan saja.
Mungkin
dia memang bukan jodoh saya.
Beberapa bulan kemudian, saya
mendapat kabar bahwa dia menikah dengan seorang kiyai. Saya mengucap syukur,
meski dia tidak jadi menikah dengan saya, tapi dia berada di tangan yang tepat.
Dia menjadi pendamping hidup seseorang yang shaleh. Semoga dia bahagia
menjalani kehidupan bersama laki-laki yang telah Allah pilihkan untuknya.
Sahabatku, kita bisa mengambil
pelajaran dari kisah saya ini, bahwa rencana Allah Swt. tidak bisa kita
ketahui. Jangan pernah putus asa mencari pasangan hidupmu. Mantapkan hati untuk
mencari pendamping hidup yang shaleh/shalehah. Percayalah, Allah Swt. sedang
menyiapkan seseorang sebagai pendamping hidupmu. Tak perlu engkau risau karena jodoh
tak kunjung hadir, teruslah berusaha. Kesabaran selalu memberikan buah yang
manis, bukan? Sabar bukan berarti berdiam diri, kamu harus berusaha mencari
pasangan hidupmu, carilah sesuai dengan yang telah Allah tentukan. Jangan
galau, karena kegalauan tidak akan menyelesaikan masalah. Percayalah dengan
janji Allah Swt. Ketika kita percaya kepada-Nya, disanalah letak ketenangan
hidup. Karena kita hidup bernaung pada Dia yang segala Maha. Bukankah jodoh
sudah diatur oleh-Nya? Jadi apalagi yang engkau ragukan?
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan