pura-pura sedang baca :)
Jika ada yang bertanya,
“Siapa murid yang paling romantis?”
Maka tidak perlu waktu lama untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan di atas, saya akan tersenyum dan menjawab dengan suara lantang, biar
seluruh penjuru sekolah mendengar jawaban saya, bahwa murid saya yang paling romantis
itu adalah,
“Azzam Helmi Muflih.”
Bukannya Azzam itu orangnya rada-rada aneh, ya? Lupakan dulu
keanehan-keanehan yang ada pada diri Azzam, sekarang saya ingin mengatakan
bahwa dialah murid yang paling romantis.
Saya mengenal Azzam pada semester satu tahun ajaran
2011/2012. Saat itu, saya menjadi pendamping wali kelas VIII Faithful. Sejak
awal, saya memang sudah sering memperhatikan tingkah lakunya. Azzam yang
rada-rada pemalu. Seingatnya saya, pada awal-awal saya bertemu dan berkenalan
dengannya, dia tidak banyak bicara. Saya semakin kenal akan Azzam saat ia ikut
mendesain kelas.
Hampir setiap hari dia ikut membantu teman-temannya mendesain
kelas agar terlihat lebih indah. Azzam paling suka memakai jaket selama di
dalam kelas. Dan saya harus mengingatkannya untuk melepas jaket selama proses
belajar mengajar berlangsung dan mempersilahkan dia memakai kembali jaket
kesayangannya saat jam pulang. Begitu setiap hari, tidak pernah bosan saya
mengingatkannya untuk melepaskan jaket yang hampir sama setiap harinya.
Azzam, dia merupakan salah satu murid yang dekat dengan saya.
Saya pertama kali home visit ke rumah Azzam, baru setelah itu ke rumah yang
lainnya. Bahkan, saya pernah menjadikan namanya menjadi tokoh utama dalam
cerpen “Jubah Cinta” dalam proyek “Antologi Orange Season 2”. Saat itu, saya
begitu ingin banyak tahu tentang Azzam.
Jika saya dan Azzam sedang duduk bersebelahan, maka saya akan
dengan senang hati mengatakan bahwa,
“Kita kayak kakak dan adik, ya, Mas?”
Azzam akan tertawa tiap kali saya mengatakan bahwa kami
berdua tak ubahnya seperti kakak dan adik.
Jadi begini, Azzam itu terlihat lebih dewasa dari umurnya
yang sebenarnya. Wajahnya terlihat lebih berumur, bahkan jika kami duduk
bersebelahan, kami seperti seumuran. Biasanya Azzam dengan pede-nya bilang gini,
“Ustadz iri dengan kegantenganku, kan?”
Dan saya akan tersenyum mengangguk dengan terpaksa haha.
Azzam itu romantis, mengapa saya bilang romantis? Karena dia
sangat detil memperhatikan saya. Jika ada penampilan saya yang rada-rada baru,
maka Azzam lah orang pertama yang akan berkicau. Contoh, jika saya memakai
minyak wangi yang berbeda dari biasanya, maka dialah murid yang pertama kali langsung
berkomentar. Atau saat saya memakai Frame
kacamata yang baru, maka dia juga yang paling sering mengomentari, atau saat
saya mengenakan kemeja baru, maka dia juga yang paling usil dengan
komentar-komentarnya yang kadang aneh.
latihan pidato
Azzam itu, murid putra yang paling romantis. Itu saja. Dengan
komentar-komentarnya yang kadang aneh, dengan tingkahnya yang kadang usil,
dengan senyumnya yang khas, dia sudah berhasil mencuri perhatian saya. Dalam
artian, saya bahagia bisa memiliki murid seperti dia. Tidak lebih.
Saya masih ingat dengan baik, saat pertama kali berkunjung ke
rumah Azzam, dari hasil home visit, saya baru tahu bahwa Azzam masih sangat
susah untuk bangun pagi, kemudian mendirikan shalat subuh tepat waktu. Saya dan
Azzam akhirnya membuat sebuah kesepakatan, dia akan mengirim sms ke saya tiap
kali dia bangun pagi. Dia akan sms ke saya jam berapa dia shalat subuh,
kemudian di sekolah nanti saya akan memastikan bahwa informasi yang ia berikan
benar adanya.
Selain masih susah untuk shalat subuh tepat waktu, Azzam juga
masih susah untuk shalat berjama’ah ke masjid. Saya dan Azzam pun akhirnya
membuat kesepakatan lain, Azzam harus ke masjid minimal satu kali dalam satu
hari. Dia boleh memilih mau ke masjid pada saat shalat Ashar, Maghrib, Isya
atau subuh. Sedangkan dzuhurnya di sekolah.
Saya memang tidak memaksa Azzam untuk langsung shalat
berjama’ah ke masjid lima kali dalam sehari. Saya ingin bertahap mengajarkan
hatinya untuk mencintai masjid. Saya percaya, secara perlahan dia akan mulai
terbiasa untuk shalat berjama’ah ke masjid.
Perjanjian yang kami buat cukup membantu Azzam untuk bisa
shalat subuh tepat waktu, dan melatih hatinya untuk terpaut dengan masjid. Saya
sering memberitahunya bahwa,
“Surga merindukan
pemuda yang hatinya terpaut dengan masjid.”
Biasanya, Azzam akan tersenyum simpul tiap kali saya
mengucapkan kalimat itu.
Satu tahun sudah saya mengenal Azzam, sudah banyak
cerita-cerita yang ada antara saya dan Azzam. Cerita saat bersepeda keliling
Kota Purwokerto, canda tawa yang sering ada di antara kami, dan masih banyak
lagi yang lain.
Dialah murid saya yang kadang membuat saya tertawa
terbahak-bahak dengan tingkahnya yang kadang aneh. Dia pernah membuatkan
kata-kata sok romantis di twitter, dan membuat saya harus menjawab
kalimat-kalimat sok puitis itu dengan kalimat yang juga puitis. Atau dia juga
yang pertama kali memanggil saya dengan Ustadz. Keren yang sempat membuat saya
uring-uringan karena tidak menyukai panggilan itu. Dia juga yang pada awal-awal
tahu bahwa saya aktif di twitter dan sejak itu mention-mention darinya sering
masuk dalam notifikasi handphone saya. Dan masih banyak lagi yang lain.
Satu hal yang saya garis bawahi, semakin saya mengerti akan
kondisi seorang siswa, baik itu di rumah, pergaulan dengan teman-teman baik di
lingkungan sekolah maupun rumah, semakin mudah bagi saya untuk masuk ke hati
mereka, dan mengajarkan mereka banyak hal. Semakin dekat saya dengan mereka,
semakin saya mengerti cara yang baik untuk membimbing mereka.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan