Selasa,
2 Oktober 2012
Tepat pukul 13.40, saya sedang duduk di
teras masjid, menemani anak-anak kelas 7 Al Ikhlas menghafal Al Qur’an. Ada
yang sedang menghafal surat Al- Mursalat, ada juga yang sedang menghafal surat
Al-Insaan. Saya bersandar pada tangga yang ada di teras masjid, sambil
memerhatikan murid-murid secara bergantian.
Mataku terhenti pada sosok Qois, nama
lengkapnya adalah Muhammad Qois Ruslan. Dia adalah ABK (anak berkebutuhan
khusus). Namun bagi saya dia sama seperti yang lain. Dia bahkan istimewa di
mata saya. Dia begitu baik dan sopan. Sedikit saja kekeliruan yang dia buat,
maka kata “maaf” akan mengalir tulus dari dirinya. Dia tidak pernah malu untuk
meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Itulah Qois, murid yang baru
saja kukenal satu bulan terakhir.
Saya sering memanggilnya dengan
panggilan “Qois”, ia lahir pada tanggal 12 Mei 1997. Sekarang umurnya sudah 15
tahun. Dia anak pertama dari 3 bersaudara. Dia sangat suka melukis, bahkan dia
bercita-cita ingin menjadi pelukis terkenal. Ia ingin membuat lukisan seperti
yang pernah dibuat oleh Leonardo da Vinci. Leonardo da Vinci adalah idolanya, dia
paling suka dengan lukisan Monalisa.
Selain bercita-cita menjadi seorang
pelukis, Qois juga ingin menjadi seorang astronot. Ia ingin menjelajah dunia
luar angkasa.
Saya pernah tersenyum geli saat Qois
bilang,
“Ustadz,
Qois nggak bisa ninggalin Indonesia, karena Qois pasti kangen dengan tempe
pedas asli Indonesia.”
Teman-temannya langsung tertawa saat
mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Qois. Saya hanya tersenyum, kemudian
menatapnya dengan tatapan kasih sayang seorang guru pada anak didiknya. Dialah muridku,
yang mengajarkanku sebuah ketulusan.
Qois memang perlu perhatian khusus,
perlu pendamping yang memang mengerti akan sosok anak-anak yang seperti dia.
Saya sengaja membaca buku-buku yang berkaitan dengan anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Saya ingin lebih tahu tentang dunia mereka. Saya ingin
lebih banyak mengerti akan mereka. Tidak adil rasanya jika sebagai seorang guru,
namun Saya tidak mengerti akan anak-anak seperti Qois. Saya terus belajar,
belajar dan belajar agar bisa menjadi guru yang baik bagi mereka.
Qois pernah menulis selembar pesan
dengan bolpoint berwarna hitam. Saya membaca pesan yang ditulisnya, kemudian
menyimpannya dalam catatan harian yang selalu saya bawa. Qois sengaja menulis
pesan itu sambil duduk di bagian pojok, dekat tiang yang ada di teras masjid.
Qois merangkai kata-kata yang membuat saya tersentuh dan lagi-lagi terharu.
Ingin rasanya saya memeluknya,
“Pesan Dari Qois”
Perkanalkan
namaku Qois, aku takut ustadz lupa. Aku suka ustadz karena ustadz baik dan
tegas mirip orangtuaku. Mungkin aku kurang sopan sedikit saat di masjid, tapi
lain kali aku berjanji akan menjadi orang yang sopan. Ustadz, orangtuaku sedang
pergi Haji. Pulangnya kira-kira Natal/Desember nanti.
Aku
sedang menunggu mereka pulang. Ustadz, minta doanya juga, ya, semoga aku juga bisa
pergi haji. Aku juga akan mendoakan ustadz, suatu saat nanti ustadz juga bisa
pergi haji. Maaf jika terlalu lama, sudah dulu, ya.
Dari Qois, Menunggu orangtuanya pulang.
Saya
membaca tulisan yang ada di selembar kertas buram itu sambil senyum dan menahan
air mata yang sudah memaksa untuk keluar dari tempatnya bersembunyi.
Nak Qois, terimakasih atas doa yang
sudah dituliskan di selembar kertas itu. Terimakasih atas tulusmu, terimakasih
sudah menjadi murid yang baik. Saat berhadapan dengan Nak Qois, kadang ustadz
merasa kebingungan bagaimana cara mengajar yang baik agar Qois bisa mengerti
apa yang ustadz jelaskan. Tapi, ustadz tidak akan menyerah. Ustadz akan terus
berusaha agar bisa mengajar dengan baik, sehingga Nak Qois bisa menghapal
dengan baik. Terimakasih atas doamu, Nak. Semoga apa yang dicita-citakan bisa
tercapai. Ustadz yakin, suatu saat nanti Qois bisa mencapai mimpi-mimpi itu.
Semoga Allah selalu memberikan rahmat-Nya.
saya terharu ustadz,mengingat kondisi saya ketika di smp dahulu. terus motivasi kepada qois ustadz, agar dia punya kepercayaan diri. sehingga punya bisa punya karya seperti ustadz.
ReplyDeleteInsya Allah, amin, terimakasih doanya
Delete