Dulu,
saya memang sudah bercita-cita ingin mengabdikan diri di dunia pendidikan.
Mendidik putra-putri bangsa ini menjadi putra-putri yang memiliki akhlak yang
mulia. Rasanya akan sangat bangga melihat mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi
yang unggul. Bagiku, bisa berinteraksi dengan berbagai macam karakter anak
adalah satu anugerah yang sangat luar bisaa. Dari mereka, saya banyak belajar
tentang berbagai macam hal; Tentang ketulusan, tentang kepedulian, dan banyak
hal lain.
Pagi
hari, senyum mereka adalah hal yang paling saya tunggu. Ucapan salam yang
mereka sampaikan saat menjabat tangan ini adalah penambah energi positif bagi
diri untuk bisa menjadi guru yang baik bagi mereka. Murid saya bermacam-macam;
ada yang pendiam, aktif, dan sebagainya. Mereka menjadikan hidup saya lebih
berwarna. Perhatian mereka, kepedulian mereka akan saya, dan ketulusan mereka
merupakan anugerah yang luar bisaa.
Senin,
1 Oktober 2012
Hari
ini, kami kedatangan beberapa Guru baru, guna mendidik mereka menjadi anak-anak
yang sholeh dan sholehah. Selama ini saya mengajar full time, sehari saya mengajar kurang lebih 8 jam. Sedari pukul
06.30 sampai 14.30 itu saya hanya bisa istirahat kurang lebih 50 menit.
Selebihnya ya ngajar. Dan Alhamdulillah hari ini ada tenaga tambahan untuk mengurangi
jam mengajar saya.
Setidaknya
kalau saya tidak full waktu ngajarnya, saya bisa sedikit lebih banyak waktu di
kelas. Maklum, saya ini ceritanya jadi wali kelas (nggak ada yang nanyaaaaa… J). Lah
kalau wali kelas nggak pernah di kelas bahaya, kan? Sampai hari ini saya sering
kebingungan kapan ada waktu bagi saya untuk melihat anak-anak saat proses
pembelajaran guru lain berlangsung. Dengan demikian, mungkin saya akan lebih
mengenal mereka. Dengan sering berada di kelas, mungkin saya akan lebih tahu
akan mereka.
Berhubungan
dengan adanya Guru baru, jam mengajar saya di kelas 7 akan dilimpahkan ke Sang
Guru baru. Jadi saya hanya akan mengajar kelas 8 dan 9 saja. Jujur, saya
rada-rada sedih tidak lagi mengajar di kelas 7 (tissue, mana tissue? #nangis).
Nah tadi saat saya mengajar di kelas 7, saya bilang ke anak-anak bahwa saya
besok sudah tidak lagi mengajar mereka. Saya hanya akan mengajar kelas 8 dan 9.
Suara anak-anak jadi riuh,
“Ustadz,
ngajar di kelas 7 aja. Jangan Ustadz yang baru ngajarnya.” Mereka semua
menginginkan saya tetap mengajar di kelas mereka. #terharu #lebay
Jujur,
saat melihat mereka mengatakan bahwa mereka menginginkan saya tetap mengajar di
kelas 7 membuat mata saya lembab. Ada bola-bola Kristal yang memaksa untuk
jatuh, menitik ke baju kemaja berwarna ungu yang saya pakai (ini kenapa jadi
ngebahas warna kemeja? J) .
Namun, saya tidak mau terlihat cengeng di depan mereka. Saya tetap berusaha
untuk tersenyum meski haru terus menyeruak di dalam dada.
Sebenarnya
ngajar atau pun tidak, saya tetap akan bertemu mereka di sekolah, bertegur
sapa, bercerita banyak hal, bercanda, dan lain sebagainya. Tapi, tentu akan
berbeda dari bisaanya. Namun, setidaknya saya tetap bisa berinteraksi dengan
mereka di luar jam pembelajaran (arghh sambil ngetik ini saya pengen nangisss
#mendadak cengeng, ambil tissue sekotak.).
Saat
pembelajaran selesai, mereka menjabat tangan saya satu persatu (jabat tangannya
lebih lama dari bisaanya) mereka berebutan menjabat tangan saya, seakan-akan
kami akan berpisah dan tidak akan bertemu lagi. Bahkan, ada satu murid yang
tetap duduk di samping saya, kemudian menjabat tangan saya lebih lama dari yang
lainnya.
“Ustadz,
maafin Imam kalo banyak salah ama ustadz.” Ucapnya sambil tersenyum.
Saya
hanya bisa membalas senyumnya dengan tulus. Ah Imam, dia murid yang baru 1
bulan ini saya kenal, namun dia begitu dekat dengan saya. Dia bahkan pernah
menangis hanya karena candaan saya “ustadz
ngambek 3 hari 3 malam”. Sambil terisak, dia bersender di samping saya. Dia
memang begitu lembut, dan baik hati. Dia
mengajarkanku arti ketulusan.
Masih
banyak cerita-cerita antara saya dan murid-murid. Kebersamaan kami merupakan
garis kehidupan yang sudah digariskan oleh Tuhan; Ada Akmal Sobri, Tiap kali
melihatnya, saya teringat akan diri saya yang dulu persis seperti dia. Dia sama
pendiamnya dengan saya waktu seumuran dengan dia. Ada Faraj Ziyad yang sudah
saya anggap sebagai adik sendiri, dia begitu taat dan baik (meski kadang saya
terkesan terlalu mengatur dia menjadi sosok “jelmaan” diri saya). Ada Muhammad
Musa yang selalu semangat menghafal juz 29. Ada M. Farhan Ihsanuddin yang sudah
hampir menyelesaikan hafalan juz 29-nya. Ada Fauzan yang jago taekwondo. Ada Izaq
Aqsa yang pandai melukis. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Setiap
dari mereka memiliki keunikan sendiri, mereka memiliki kelebihan masing-masing
yang siap mewarnai dunia. Selamat berjuang murid-muridku. Saya akan berusaha
menjadi Guru yang baik bagi kalian.
:')
ReplyDeleteaih ini kenapa cuma senyum? :D
Delete