Winda menari sambil bernyanyi di depan teman-temannya. Dia menyanyikan lagu “Balonku ada lima” sambil memegang balon yang berwarna-warni. Suaranya lantang terdengar jelas. Segurat senyum menghiasi wajahnya yang lugu, yang membuat siapa pun gemas melihatnya. Winda, umurnya baru lima tahun, dia sedang menikmati indahnya masa kanak-kanak di sekolah bersama dengan teman-temannya. Dia dikenal sebagai anak yang pintar, dan baik hati. Ahh…siapa yang tidak kenal dengannya di sekolah ini?
“Ma, Kak Yahya jadi pulang kan hari ini?” Winda kecil bergelayut manja di pelukan Ibunya.
“Iya, hari ini Kak Yahya baru berangkat dari Jakarta ke Riau
menggunakan jalur darat. Jadi, dua hari lagi baru sampai rumah. Winda mandi
dulu ya, udah sore” Bu Ria mencium kening putrinya.
Putri kecil itu melepaskan pelukan Ibunya, berlari ke belakang
sambil membawa selembar handuk, bergambarkan balon yang berwarna merah hati.
*
Yahya duduk di bawah sebuah pohon besar yang ada di taman terminal.
Terminal Kali Deres, entah apa maksud dari nama terminal ini? Mungkin dulunya
disini ada sebuah kali yang mengalir deras, pikirnya. Dia duduk beralaskan
kardus bekas, menunggu Bus yang akan membawanya pulang ke rumah sambil membaca
buku.
Bulan Ramadhan, adalah bulan yang penuh berkah. Setiap insan berlomba-lomba
memperbanyak amal ibadah, mengharapkan keridhoan dari Tuhan semesta alam. Yahya
hanya bisa pulang ke rumah satu tahun sekali. Itu pun hanya satu minggu
lamanya.
Yahya sudah menunggu bus sedari pagi hingga matahari tepat di atas
kepalanya. Bus yang akan membawanya pulang belum juga datang. Pihak terminal
mengatakan Bus terjebak macet di pelabuhan Bangkahuni, antrian panjang memasuki
kapal membuat bus terlambat sampai ke Jakarta. Ditambah kurangnya kapal yang
beroperasi, membuat para penumpang semakin lama menunggu kedatangan bus.
“Kak, sudah sampai dimana?” suara Winda dari ujung telpon
“Kakak masih di Jakarta, busnya belum datang. Winda sabar ya, kakak
udah mau pulang kok” Yahya menghibur adiknya yang sudah tidak sabar menunggu
kedatangannya.
Yahya dan Winda, mereka begitu dekat. Pada saat liburan seperti
ini, keduanya menghabiskan waktu bersama. Winda paling suka diajak melihat
suasana pantai, bermain dengan air laut, mandi, dan berlari-lari di pesisir
pantai. Kemana pun Yahya pergi, dia pasti merengek untuk ikut. Jika tidak
dipenuhi, maka tangisan akan terdengar memekakkan telinga. Kadang Yahya harus
pergi diam-diam jika memang tidak bisa membawanya pergi. Tapi, Yahya seorang Kakak
yang sangat menyayangi adiknya. Dia selalu berusaha untuk mengajak adiknya
pergi. Tapi tidak di malam hari. Angin malam tidak baik untuk anak sekecil dia.
Yahya membiarkan adiknya tertidur lelap, baru kemudian dia pergi bersama
teman-temannya.
Pernah suatu ketika, Yahya ikut Mamanya ke rumah kerabat jauh. Winda
tidak mau melepaskan pelukannya, sehingga para kerabat mengira bahwa dia adalah
buah hati Yahya. Yahya hanya tersenyum mendengar itu semua. Siapa pun yang
belum mengenal mereka berdua akan mengatakan hal yang sama. Mereka begitu
dekat.
*
“Ma, kok Kakak belum juga sampai rumah? Kan udah dua hari” Winda
menanyakan kedatangan kakaknya sambil meminum segelas susu buatan Ibunya.
“Menjelang lebaran seperti ini, perjalanan pulang memang memakan
waktu lama, Nak. Tadi Kak Yahya telpon, katanya ntar sore Insyaallah sudah
sampai rumah”
Winda tersenyum bahagia mendengar apa yang diucapkan Ibunya. Sudah terbayang
dibenaknya dia dan Kakaknya akan bermain bersama. Membeli makanan kesukaannya. Bermain
di pantai. Menuliskan nama mereka berdua di pasir putih yang ada di pantai. Sungguh,
sebuah kebahagiaan yang ia nanti. Jika waktu bisa dipercepat, ingin rasanya
detik ini juga dia sudah bisa memeluk erat tubuh Kakaknya, kemudian langsung
mengajaknya bermain.
Sambil menunggu kedatangan Kakaknya, Winda membuka satu persatu
album photo dia bersama Kakaknya. Setiap tahun, Yahya memberikan dia hadiah
berupa album photo kebersamaan mereka selama liburan.
*
Pepohonan berbaris rapi di bukit barisan, air sungai mengalir
jernih, burung-burung terbang tinggi mengepakkan sayap pindah dari dahan yang
satu ke dahan yang lain. Sinar matahari sejuk bersinar, menambah indahnya
pemandangan selama di perjalanan. Sungguh berbeda dengan Jakarta, air sungai
yang dulunya jernih, sekarang sudah dipenuhi oleh sampah dan limbah-limbah industri.
Pohon habis ditebang, sawah ditimbun kemudian berubah menjadi gedung-gedung
bertingkat.
Yahya hanyut dalam mimpi, letih menempuh perjalanan jauh. Bus
melaju dengan kencang, melewati indahnya kuasa Sang Pencipta. Hamparan sawah
yang menghijau, petani bermandikan keringat di bawah terik matahari, anak-anak
kecil sedang berlarian di pinggir sawah. Sungguh, pemandangan yang luar biasa
indahnya.
Yahya membuka kedua matanya, memperhatikan sekelilingnya. Sebagian besar
Para penumpang sedang tertidur lelap. Di ujung sebelah kanan, seorang pemuda
sedang tertawa kecil, berbisik dengan seseorang yang ada diujung telpon. Yahya mengambil
sebotol air mineral dari tasnya, kemudian membasahi kerongkongannya yang sudah mulai
kering.
*
Winda duduk di teras rumah menanti kedatangan Kakak tercinta. Dia memegang
selembar kertas bertuliskan “Welcome Kak Yahya” yang diberi warna hijau
daun. Di bagian pinggir, diberi gambar rumput-rumput kecil yang juga diberi
warna hijau daun.
Sebuah mobil berhenti di depan rumahnya, Winda berlari menuju
gerbang, senyum langsung menghiasi wajahnya yang sudah letih menanti kehadiran
sang Kakak. Dia berlari, memeluk kakaknya yang sedang mengeluarkan
barang-barang dari bagasi mobil. Yahya mencium kening malaikat kecilnya,
kemudian memberikan sebuah bingkisan berwarna pink. Winda semakin
bahagia menerima pemberian Kakaknya.
Kak, jangan pergi lagi ya
Tubuhku rapuh oleh rindu yang membeku
manis :)
ReplyDelete