Gelapnya malam menyelimuti Jakarta. Lalu lalang kendaraan sudah
mulai berkurang, hanya ada beberapa kendaraan yang masih melaju dengan kencang,
memanfaatkan jalanan yang lengang agar bisa sampai tujuan dengan cepat dan
segera beristirahat. Jarum jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 23:45. Aku
masih berdiri di pinggir jalan, menunggu angkutan umum yang akan membawaku ke Bundaran
Hotel Indonesia, siapa tahu masih ada angkutan yang beroperasi meski malam hanya
tinggal separuh. Sudah hampir lima belas menit aku berdiri di sini, sambil
menghisap sebatang rokok, namun tidak ada lagi angkutan yang beroperasi,
ahh…sepertinya taxi adalah pilihan terakhir menuju ke sana.
Aku menghentikan sebuah taxi, kusenderkan kepalaku, mataku
mulai terpejam perlahan. Aku mengantuk.
“Nanti kalo sudah sampai Bundaran Hotel Indonesia, tolong bangunkan
saya ya, Pak” Ucapku sebelum hanyut dalam mimpi.
*
Aku sudah duduk di Bundaran Hotel Indonesia, menatap
bangunan-bangunan tinggi menjulang. Dinginnya angin malam mulai terasa, aku
hanya mengenakan kemeja panjang kotak-kotak tanpa jacket. Sebenarnya aku
sudah tidak tahan dengan kantuk yang datang menghampiri. Akan tetapi, Andry
sahabatku mengirimkan pesan singkat untuk menemuinya di sini. Ada hal penting
yang ingin dia ceritakan. Tapi di mana dia? Sudah hampir sepuluh menit aku
menunggu, dia belum juga datang.
Beberapa saat kemudian, seseorang menyeberang jalan menuju ke arah
tempatku duduk, dia mengenakan jacket berwarna hitam, sepertinya dia
Andry.
“Sorry, motorku tiba-tiba bocor, jadi aku jalan kaki dari McDonalds ke sini” ucapnya sambil
menyeka keringat yang mengalir di mukanya. Kemudian dia duduk di sampingku.
Aku memberikannya sebotol air mineral, sepertinya dia cukup
lelah berjalan kaki menuju bundaran.
*
Suasana di bundaran sudah semakin sepi, hanya
ada beberapa pasang anak muda, sepertinya mereka sedang bahagia merayakan
cinta. Ada yang sedang mengabadikan moment
kebersamaan mereka berdua dengan latar belakang Bundaran Hotel Indonesia. Ada
juga yang hanya duduk berduaan sambil menatap langit yang penuh dengan
kerlap-kerlip bintang.
Kami berdua saling diam untuk beberapa waktu,
hingga akhirnya Andry mulai menceritakan alasannya memintaku untuk datang
menemuinya.
“Bara, aku sudah tidak tahan hidup dalam keadaan seperti ini” Andry
berucap pelan, sambil menundukkan pandangannya.
“Aku sudah tidak tahan hidup dalam kebohongan, 26 tahun aku hidup
dalam keadaan seperti ini, berpura-pura menjadi seorang laki-laki seutuhnya.
Bukannya aku tidak mencoba menjadi seperti kalian, yang suka akan kemolekan
tubuh wanita, suka akan kecantikan mereka. Akan tetapi, sepertinya semua yang
kulakukan sia-sia. Buktinya sampai hari ini aku masih tidak tertarik dengan
segala macam keindahan kaum Hawa.” Lanjutnya dengan suara serak.
Setelah selesai mencurahkan segala keluh kesahnya, kulihat ada air
mata yang mengalir di pipinya. Aku hanya menjadi pendengar, tidak berani
berkomentar apa-apa tentangnya. Dia memang sahabatku sedari dulu, kami pernah
satu kelas di sekolah menengah atas, dan kami pun kuliah di Perguruan Tinggi
yang sama. Aku memang sudah tahu tentangnya yang tidak menyukai kaum Hawa, kaum
Adam lebih menawan di matanya dibandingkan kaum Hawa. Itu saja, selebihnya dia
layaknya seperti laki-laki lain.
“Orang tuamu sudah tahu?” tanyaku dengan penuh hati-hati.
“Belum” jawabnya sambil menghapus air matanya dengan jacket
yang ia gunakan.
Apa yang aku alami saat ini, bukanlah sesuatu yang patut untuk
mereka ketahui. Ini adalah aib bagiku dan aku tidak ingin menyakiti mereka
dengan menceritakan semua ini. Aku tidak ingin Ibu tambah sakit-sakitan saat
tahu anak semata wayangnya adalah pecinta kaum Adam. Aku tidak mau melihat
Bapak marah setelah tahu bahwa putra kesayangannya, yang selama ini dia
dambakan, yang selama ini selalu dia puji, tidak tertarik dengan kecantikan
wanita.
Aku memang tertarik dengan laki-laki, akan tetapi, aku selalu
mencoba untuk tidak menuruti ketertarikan itu. Sampai hari ini aku tidak pernah
menjalin kasih dengan lelaki mana pun. Itu semua aku lakukan karena aku tidak
ingin terus menerus hidup dalam keadaan seperti ini. Aku ingin membangun
keluarga, membina rumah tangga bersama seseorang yang bisa kupanggil Istri,
seseorang yang akan menjadi Ibu dari anak-anakku. Tapi mengapa setelah sekian
lama aku mencoba, tidak ada perubahan yang berarti? Aku terus berharap bahwa
suatu hari nanti, ketika aku terbangun dari tidur lelap, aku berbeda dengan
Andry yang sebelumnya. Aku terbangun dan menjadi Andry yang mulai jatuh cinta
dengan Hawa. Mereka para ahli dengan mudahnya mengatakan bahwa seseorang yang
memiliki kelainan sepertiku ini bisa kembali menjadi laki-laki normal.
“Tapi mana buktinya?”
Mereka juga bilang;
“Bila seorang laki-laki normal bisa berubah menjadi pecinta sesama
jenis, maka laki-laki pecinta sesama jenis pun bisa berubah menjadi laki-laki
normal.”
Mudah memang mereka mengatakan hal itu, karena mereka tidak dalam
posisiku. Seandainya mereka di posisiku, aku tidak yakin mereka bisa mengatakan
semua itu.
“Lupakan semua yang mereka ucapkan, Andry” jawabku
Menurutku, sekarang yang terpenting adalah adanya niat dari dalam
hatimu untuk terus meyakinkan dirimu bahwa engkau tidak berbeda. Engkau adalah
seorang pria dan pria hanya diperuntukkan untuk wanita, bukan sesama pria.
Bukankah dulu engkau pernah bilang bahwa selama harapan itu tetap ada, akan ada
masanya di mana dirimu akan terbangun dengan naluri laki-laki. Sebagaimana Adam
yang mencintai Hawa. Adam bisa kembali bertemu dengan Hawa karena ia hidup
dengan harapan. Dan aku yakin, masih ada harapan bagimu untuk berubah. Tidak
ada usaha yang sia-sia, pasti akan ada hasilnya. Mungkin bukan saat ini, tapi nanti.
Teruslah mencoba.
*
Suasana hening, aku hanyut dalam pikiranku sendiri. Andry berjalan
mengelilingi Bundaran Hotel Indonesia. Entah sudah berapa kali dia berjalan
mengitari bundaran. Aku membiarkannya untuk berpikir dan berharap akan timbul
harapan baru yang akan membuatnya kuat untuk terus bertahan dalam kondisi
seperti ini. Dalam kondisi seperti ini, dia memang butuh seseorang yang bisa
dia jadikan tempat untuk berbagi dan aku hanya bisa menjadi seorang pendengar
yang baik, tidak lebih.
hmmm...
ReplyDeletekapan hari aku pernah dapat sms seorang temen. cowok. yang intinya dia nanya, gimana sikapku kalo punya temen seperti (mirip) yang kamu tulis di atas. :|
tahu ndak jawabanku apa? semuanya tentang pilihan. :|
karena waktu itu yang kulakukan ketika dia bertanya itu. aku tahu. yg dia harap dariku adalah bukan jawaban yang nge-judge.
tapi sampai saat ini, berharap itu hanya pertanyaan iseng temanku. =D
ah saya juga bakalan bingung kalo ditanya kayak gitu. :))
Deletehaha... saya yang waktu itu lagi makan, baca sms-nya langsung keselek =))
ReplyDeletepernah punya teman yg berkelainan seperti itu? :D
DeletePernah, sahabat dekat saya. Dan dia juga menceritakan awal mula dia seperti itu. "karena kecelakaan". saya sayang sama dia.. dan alhamdulillah setelah dia mendekatkan diri kepadaNYA,, dia kembali "normal"...
Deletesaya nangis lhooh waktu dia cerita itu. Semangkuk es campur jadi tak tersentuh oleh saya...
Saya pernah.. sahabat dekat saya... Waktu itu dia cerita awal mula memiliki kelainan seperti itu... katanya karena "kecelakaan" yang sangat dibencinya...
DeleteAlhadmulillah setelah dia semakin mendekat sama pencipta,, sekarang dia kembali "normal"..
Saya nangis dan sempet speechless waktu denger itu.. dan semangkuk es campur di depan saya jadi tak tersentuh :D
Syukurlah kalo dia kembali menjadi laki-laki normal. kembali kepada qodratnya sebagai seorang laki-laki yang tertarik kepada lawan jenis. bukan jeruk minum jeruk :) . :)
Delete