Tadi siang, saya mengirimkan pesan singkat kepada murid-murid kelas yang saya ampu.
“Salam, sudahkah hari ini Ananda membaca Al qur’an?, jangan lewatkan hari tanpa membaca Al qur’an sebagai wujud syukur atas ni’mat dari Allah swt.”
Saya memang rutin berkomunikasi dengan anak-anak via sms, chatting, dan juga telphone. Tujuannya adalah agar mereka merasa bahwa ada yang peduli dengan mereka, karena memang tidak semua orang tua peduli dengan apa yang dilakukan anak-anak di rumah. seperti Shalat mereka, tidak semua bisa mengontrol karena sibuk bekerja, setidaknya dengan tetap melakukan komunikasi, saya sudah berusaha untuk selalu mengingatkan mereka agar “segera shalat jika sudah masuk waktunya”, “jangan lupa untuk membaca Al qur’an tiap ba’da Maghrib” dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan sekolah, seperti “jangan lupa untuk membawa buku penghubung ke sekolah”, “belajar yang rajin karena sebentar lagi ujian kompetensi”dan lain-lain.
Dari awal yang paling saya tekankan kepada mereka adalah “Shalat lima waktu”, karena sebagian besar orang tua mengeluhkan prilaku anak yang sangat susah untuk disuruh shalat. Biasanya mereka susah untuk disuruh shalat “Isya” dan “Shubuh”. Seperti sore ini, saya mendapatkan pesan singkat dari wali murid (nama saya samarkan):
“Maaf ust. Si “R” tidak pernah membaca Al qur’an, shalat masih harus disuruh, jarang shalat isya dan shubuh, setiap hari maen game terus. Saya sebagai orang tua sangat prihatin. Kira-kira langkah apa yang harus saya lakukan?. Apa harus dibawa ke ahli jiwa?. Mohon sarannya”
Berbicara tentang si ‘R’, sebenarnya saya juga rada-rada bingung bagaimana lagi mengingatkan dia untuk rajin shalat, dan rajin belajar. Karena memang sudah berulang kali saya panggil dan ajak bicara dari hati ke hati (terkesan lebay nggak sih ha ha), tiap kali saya ajak bicara, dia biasanya ta’at untuk beberapa hari, kemudian ngulang lagi dari awal harus diingatkan lagi dan begitu seterusnya (bukan berarti saya sudah menyerah ya, #senyum).
Setelah membaca pesan singkat dari Ibunya, saya balas :
“Salam. Ibu, jangan pernah bosan untuk terus mengingatkan ananda ‘R’. Saat dia tidak mau mengerjakan shalat, jangan berhenti mengingatkan sampai dia benar-benar mengerjakan, begitu juga dengan belajar. Sekeras apa pun hati akan berubah dengan adanya kepedulian dari orang tua. Sekarang Ibu sudah mengingatkan sebagai wujud kepedulian, dan yang perlu Ibu lakukan adalah lebih bersabar dan tetap mengingatkan dia akan kewajiban-kewajibannya”.
Yang jadi masalah sekarang adalah, terkadang orang tua hanya mengingatkan saja tanpa memperdulikan apakah anak melaksanakan atau tidak, dalam artian setelah disuruh shalat dan anak belum melakukan, akan tetapi orang tua sudah berhenti disitu. Sering saya ajukan ke wali murid “Apakah pernah dipaksa untuk shalat?”, dan kebanyakan jawaban adalah “Tidak”, “dan setelah diingatkan apakah mereka mengerjakan?”, biasanya jawabannya “kadang-kadang”. Itu sudah bagus, mengingatkan sebagai wujud kepedulian orang tua terhadap anak. Kita ambil saja contoh “shalat”, shalat itu hukumnya wajib sejak anak sudah “baligh”, akan tetapi anak kecil itu hendaknya diperintahkan untuk melaksanakan shalat sejak berumur tujuh tahun dan shalatnya itu sunnah baginya. Dan apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak melaksanakannya.
Memukul disini bukan berarti dengan kekerasan, anak dipukul sampai berdarah-darah karena tidak shalat, bukan itu yang dimaksud, akan tetapi yang dimaksud adalah pukulan kasih sayang untuk mengingatkan anak akan kewajibannya (emang ada ya pukulan kasih sayang?, ok kurang lebih demikian penjelasannaya “mbulet”).
Permasalahan lain adalah, saya sering bertanya kepada anak-anak:
“Mengapa tidak shalat?”
Dan jawabannya mengejutkan :
“Papa aja nggak shalat ust”
Nah inilah pentingnya orang tua menjadi contoh yang baik bagi anak-anak, bagaimana mungkin kita menyuruh anak-anak untuk shalat sementara kita sendiri selaku orang tua tidak melaksanakan shalat.
Orang tua kadang marah-marah saat anak tidak mengikuti les, akan tetapi saat anak tidak shalat, orang tua biasa-biasa saja terkesan tidak peduli. Masih ingat dengan pesan Nabi Ya’qub as kepada anaknya “apa yang kamu sembah sepeninggalku”? sebagai wujud kepeduliannya terhadap anak-anaknya, yang ia pertanyakan bukanlah "makan apa kalian kalo bapak udah nggak ada?".
Jadi sekarang, pertanyaannya adalah :
"Sudahkah kita mendirikan shalat lima waktu?"
“Sudahkah anak-anak kita mendirikan shalat?”.
Mari bersama, kita ajarkan anak-anak kita sedini mungkin untuk melaksanakan shalat dan ibadah-ibadah yang lain. Dan tentunya dimulai dari kita selaku orang tua terlebih dahulu.
“Terkesan menggurui nggak sih saya ini?, #plak. Saya kan belum punya anak”, baiklah silahkan ambil yang baik-baiknya saja dari tulisan ini, yang jeleknya diabaikan saja”
dulu waktu kecil sudah sekolah mi pagi sama mi sore, mi pagi dicampur ilmu umum, kalo sore murni ilmu agama. malamnya masih harus ke langgar. kalau ndak bisa kena omel ibuk. dulu selalu malas...ahh..baru kerasa sudah gede gini.. dan kok susah ya, nemu cowok yg benar2 enak bacaan sholatnya *komen ga nyambung sama isi...=))
ReplyDeleteah sepertinya dirimu minta dicarikan jodoh sama saya,#ditendang, mungkin dirimu belum menemukan saja. semoga segera menemukan pujaan hati yang dicari ya #senyum :)
ReplyDelete