Dalam Islam, kita memiliki ungkapan indah yang harus
selalu kita angkat. Ia merupakan syiar paling agung. Kita harus membanggakannya
di hadapan umat-umat yang lain. Kita harus mempersembahkannya sebagai risalah
universal. Kita deklarasikan kalimat ini di berbagai forum internasional. Yaitu
“assalaamu’alaikum wa rahmatullaah wa barakaatuh”. Rasul SAW
mewajibkan kita untuk mengucapkannya saat kita saling bertemu. Saat kita masuk
ke majelis dan tempat-tempat pertemuan yang bersifat umum. Saat salah seorang
di antara kita bertemu dengan saudaranya di jalan, ia mengucap, “assalamualaikum,”
Apa maknanya? Pernahkan engkau memikirkan makna assalamualaikum? Mengapa
ketika mendatangi ayahmu, ibumu, saudaramu, atau saudaramu; mengapa ketika
masuk ke pasar engkau disuruh untuk mengucap salam? Pada satu waktu, sayang
sekali kalimat ini tidak lagi ditemukan di tengah-tengah kaum Muslimin. Mereka
telah menghapusnya dari kamus mereka dan menggantikannya dengan ungkapan lain,
“selamat datang, selamat pagi, apa kabar? Dst. Islam menyuruhmu untuk memberi
salam, baik kepada orang yang kamu kenal maupun orang yang tidak kamu kenal.
Betapa indah kalimat tersebut. Mengapa kalimat itu yang dipilih? Bukan Alhamdulillah,
subhanallah, laa ilaaha illallaah, apa kabar dan kalimat-kalimat lainnya?
Makna assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
adalah salam untuk kalian dari kami; kami hadirkan salam antara kita;
bergembiralah dengan rasa aman dari kami; kami tidak menyakiti kalian dan tidak
membalas dendam kepada kalian; kalian berada dalam kondisi aman; serta antara
kita ada ikatan perjanjian. Sungguh sangat indah. Engkau menjumpai temanmu di
jalan lalu mengucap, “assalamualaikum.” Engkau menjumpai pemilik tempat,
pemilik ladang, pemilik toko, dosen, mahasiswa, teman kerja di kantor, dengan
mengucap “Assalamu’alaikum”. Betapa ia kalimat yang indah, namun mengapa
kita tidak mengucapkannya kembali? Mengapa kita tidak mengidupkannya? Para
sahabat dahulu, bahkan ketika satu dengan yang lain terhalang oleh sebuah
pohon, kembali mengucapkan salam. Atau ketika dua sahabat berjalan di jalan,
lalu ada sebatang pohon yang memisahkan mereka, yang satu lewat kanan pohon dan
satu lagi lewat sebelah kiri. Ketika bersua kembali mereka mengucap salam.
Mengapa? Sebab engkau selalu mendeklarasikan padanya bahwa ia berada dalam
kondisi aman dan damai.
Salam dipersembahkan untuk orang yang kamu kenal maupun
yang tidak kamu kenal. Kamu tidak boleh hanya memberi salam kepada teman yang
sudah kamu kenal, namun harus kepada seluruh orang. Berikan salam kepada semua
umat Islam. Di manapun kamu menjumpainya, ucapkan salam. Makna salam adalah,
“salam dariku untukmu, dalam perjumpaan ini kuberikan rasa aman dariku untukmu;
yang kubawa adalah cinta untukmu; yang kubawa adalah rahmat untukmu; jangan
takut padaku.”.
Suatu ketika Nabi saw. duduk bersama para sahabat. Lalu
seseorang datang seraya mengucap, “Assalamualaikum.” “Duduklah!” kata
Nabi saw. seraya berujar, “Sepuluh.” Tidak lama kemudian orang kedua datang dan
mengucap, “Assalamualaikum wa rahmatullah.” “Duduklah!” jawab beliau
seraya mengucap, “Dua puluh.” Kemudian orang ketiga datang dan mengucap, “Assalamualaikum
wa rahmatullah wa barakatuh.” “Duduklah!” ujar beliau lagi seraya berujar,
“Tiga puluh.” Ketika para sahabat menanyakan maksudnya, beliau menjelaskan,
“Yang pertama mendapat sepuluh kebaikan. Yang kedua mendapatkan dua puluh kebaikan. Sementara yang ketiga
mendapat tiga puluh.”
Begitulah Sang pengajar kebaikan, Nabi SAW mengajarkan
kepada kita bagaimana cara memberi salam. Beliau mengajarkan adab. Islam adalah
agama yang begitu indah, bagaimana mungkin kita akan mengganti ucapan salam ini
dengan redaksi lain yang tidak bisa menyamai ungkapan indah tersebut; satu
syiar yang berkilau, kuat, dan tulus (Assalamualaikum)?
Ø£َتَسۡتَبۡدِÙ„ُونَ
ٱلَّØ°ِÙŠ Ù‡ُÙˆَ Ø£َدۡÙ†َÙ‰ٰ بِٱلَّØ°ِÙŠ Ù‡ُÙˆَ Ø®َÙŠۡرٌۚ
"Maukah kamu mengambil yang rendah
sebagai pengganti yang lebih baik?” (QS. Al-Baqarah: 61)
Karena itu, kita, umat Islam, dituntut untuk menjadikan
salam sebagai syiar di antara kita. Satu ketika, Nabi didatangi oleh seorang
jahili. Ia berakat, “Im shabahan (selamat pagi).” Ini adalah salam
orang-orang jahiliyah. Sama seperti salam masa kini dengan meninggalkan assalamualaikum
wa rahmatullah wa barakatuh. Ia diganti dengan redaksi, “Selamat pagi, apa
kabar? Selamat datang, dst” semua itu mestinya sesudah mengucapkan assalamualaikum
wa rahmatullah wa barakatuh. Nah orang tersebut datang dengan mengucap ‘Im
shabahan.’ Mendengar hal tersebut, Nabi saw berkata, “Allah telah
menggantikan untukku sebuah salam yang lebih baik daripada salammu. Ucapkanlah,
“Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh.” Jadi, salam kita, umat
Islam, adalah assalamualaikum.
Itulah salam di antara mereka. Entah di pasar, di
pertemuan mereka, di perkumpulan mereka, di acara-acara mereka. Mereka mengucap
“Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh.” Mengapa kita diperintah
untuk mengucapkannya? Allah berfirman, “Apabila orang-orang bodoh menyapa
mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan salam,”
(al-Furqaan: 63) Maksudnya keselamatan untuk kalian dari kami. Kalian
benar-benar jahil. Kami tidak mau membalas dengan serupa. Namun kami balas
dengan maaf dan lapang dada. Kami ucapkan, “Salam”. Oleh karena itu, para ulama
besar umat ini membawa kalimat “assalamualaikum” dalam kehidupan mereka,
dalam adab dan akhlak mereka.
Melalui tulisan ini, mari kita mengamalkan salam dalam
kehidupan kita. Maksudnya, supaya orang-orang mengetahui bahwa kita
menghadirkan rasa aman. Sebab, tidak disebut mukmin orang yang tetangganya
tidak aman dari gangguannya; serta yang Muslim lainnya tidak aman dari tindakan
buruknya. Engkau Muslim. Apakah Islam hanya rakaat yang hanya dilakukan oleh
manusia dalam beberapa menit, lalu ia terlepas seperti singa yang buas? Tidak,
Islam membawa syiar keselamatan dan cinta. Semoga kita menjadi orang-orang yang
berkeinginan kuat untuk menyebarluaskan dan berinteraksi dengan “assalamualaikum
wa rahmatullah wa barakatuh.”
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan