Awal tahun 2015, saya berlibur ke Gili Terawangan bersama
3 sahabat saya asal Rusia; Renat, Farkhad dan istrinya. Terawangan berada di
Lombok utara, dari Senggigi kurang lebih 45 menit perjalanan dengan menggunakan
taxi. Jika sudah sampai Gerbang Gapura Bangsal, kita bisa melanjutkan
perjalanan menuju pelabuhan penyeberangan Bangsal dengan menggunakan Cidomo.
Untuk menuju ke Gili Terawangan, kita bisa menggunakan public boat atau
jika punya uang lebih bisa juga menggunakan private boat. Berhubung kami
ini mahasiswa yang demen jalan-jalan murah, maka public boat
tentu menjadi pilihan tepat. Kami hanya perlu membayar 13.000,/orang untuk bisa
sampai ke Gili Terawangan. Lama penyeberangan dari pelabuhan Bangsal ke
Terawangan kurang lebih memakan waktu 30 menit.
Embusan
angin yang kencang, bulir-bulir air laut yang mengenai wajah menjadi penyejuk
perjalanan kami menuju Terawangan. Renat duduk di samping saya sambil menutupi
wajahnya dengan handuk kecil. Tidak jauh dari tempat duduk saya, istri Farkhad
bersandar pada pundak sang suami. Pemandangan yang sukses membuat pemuda jomblo
seperti saya ini berteriak keras tanpa suara. Ada yang mau memberi saya pundak
untuk bersandar?
Here we are, Gili Terawangan. Sangat menakjubkan pemandangan
di pulau ini, pasir putih yang kemilau, deburan ombak yang seirama dengan
tiupan angin, birunya laut yang membentang hingga menuju cakrawala, serta
biota laut yang aneka ragam, rasanya menjadi pilihan tepat untuk berlibur bersama
orang-orang terkasih. Kami stay di salah satu hostel, istirahat sebentar
kemudian langsung menyewa sepeda untuk mengelilingi pulau. Jika ingin
mengelilingi pulau ini, kita bisa menyewa sepeda, atau jika punya banyak waktu
bisa juga dengan berjalan kaki. Hanya butuh waktu kurang lebih 45 menit untuk
bisa mengelilingi Terawangan. You should around the island.
Kami
berkeliling sambil bercanda ria, Farkhad dan saya balapan sepeda, sampai lupa
dengan Renat yang sibuk memperbaiki sepedanya yang bermasalah. Istri Farkhad
masih tertinggal jauh di belakang. Saya memutar balik sepeda, kemudian
menghampiri Renat yang sedang memperbaiki rantai sepeda. Kami melanjutkan
perjalanan, mengelilingi pulau sambil bercanda ria. Renat suka usil, dia suka
menabrak roda sepeda bagian belakang sambil tertawa. Jadi lebih baik menjauh ketimbang
terus-terusan ditabrak sama dia.
Kami duduk
di bibir pantai, melihat sunset sambil berbincang. Sesekali butiran pasir
menjadi mainan tangan-tangan kami. Kami beranjak menjauh dari bibir pantai ketika
adzan maghrib berkumandang, bergegas menuju masjid kemudian kembali ke hostel.
Saya dan Renat menginap di kamar yang sama, sedangkan Farkhad dan istrinya di
kamar yang lain.
Setelah
shalat isya, kami menikmati makan malam di salah satu rumah makan yang berada
di pinggir pantai sambil mendengar deru ombak yang berlabuh, merasakan embusan
angin pantai yang dingin menusuk kulit. Suasana malam hari di Terawangan cukup
ramai, banyak wisawatan mancanegara yang berdatangan ke pulau ini. Ini
menunjukkan betapa Terawangan sudah menjadi destinasi wisata yang menakjubkan, bukan?.
Kami
melanjutkan kebersamaan dengan duduk di beberapa kursi yang berada di pinggir
pantai, Renat asik merekam ombak yang berkejaran. Farkhad dan istrinya sibuk
mengabadikan suasana malam. Sedangkan saya hanya duduk sambil melihat rembulan
yang bersinar terang ditemani bintang-bintang. Setelah dirasa cukup larut, kami
kembali ke Hostel, istirahat.
Habis
subuh, Renat sudah menarik selimut untuk kembali tidur, namun gagal, karena
saya mengajaknya melihat matahari terbit dari atas bukit. Perbedaan waktu
antara Indonesia dan Rusia memang menimbulkan jetlag, makanya Renat
sering molor habis subuh. Meski masih mengantuk, kami berdua naik ke
atas bukit yang kebetulan tidak jauh dari hostel kami menginap. Ada anak tangga
yang bisa dinaiki untuk sampai ke puncak bukit. Kami duduk, sambil merekam
suasana pagi yang damai.
Finally, matahari terbit, saya mengabadikan matahari yang muncul perlahan,
menampakkan keindahan dari peraduannya. Semburat kuning keemasan nan cantik
membuat saya terkesima dengan suasana pagi hari dari ketinggian. Setelah dirasa
cukup, kami pergi ke dermaga yang masih sepi, hanya kami berdua. Tidak berapa
lama kemudian, ada seorang turis asal Australia ikut nimbrung. Dia sempat
bercerita tentang pengalamannya berkunjung ke Rusia dan betapa dia tidak suka
dengan orang Rusia, padahal di samping saya ada Renat yang asli Rusia. Saya cuma
nyengir mendengar ceritanya tentang Rusia. Untung Renat tidak terlalu
paham bahasa Inggris, jika paham, wah, bisa berbahaya. Renat lebih lancar
berkomunikasi dengan bahasa Arab ketimbang bahasa Inggris.
Tiba-tiba
perut saya mules, saya membiarkan Renat berbincang seadanya bersama
turis asal Australia tersebut. Saya kembali ke Hostel, bersemedi di kamar
mandi, kemudian membawa sarapan ke dermaga, bermandikan sinar mentari pagi yang
hangat. Saya baru sadar, ada banyak ikan-ikan yang terlihat jelas dari atas
dermaga. Jatah sarapan pagi akhirnya kami gunakan untuk memberi makan ikan-ikan
kecil yang berkerumun. Pemandangan yang sangat menarik. Renat turun, kemudian
merekam ikan-ikan yang berkerumun, menikmati umpan yang kami berikan. Sambil
menjejakkan kaki di air laut dan memberi makan ikan, saya baru memberitahu
Renat tentang apa yang disampaikan turis asal Australia tadi. Renat terkekeh.
Perut saya sepertinya sangat tidak bersahabat
pagi ini, rencana untuk snorkelling ke tiga gili dibatalkan. Padahal
saya sudah memberikan kesempatan kepada tiga sahabat saya untuk pergi meski
tanpa saya, tapi mereka tidak mau pergi. Jadilah agendanya istirahat di kamar.
“Renat,
why don’t you go with Farkhad and his wife to do snorkelling? I’m ok, i will
stay here until you come back.”
“Rian,
stop telling me that, i will not leave you here. You are not feeling well, i
will stay here with you.”
See?
Renat is a good friend. Karena kondisi perut yang sedang tidak baik, saya
memilih untuk tidur, Renat juga molor.
Siang
menjelang sore, kondisi perut saya sudah mulai lebik baik, kami memutuskan
untuk snorkelling di sekitar Terawangan. Ada banyak spot yang bisa
dijadikan tempat untuk snorkelling. Ini merupakan pengalaman pertama
saya melakukan snorkelling. Well, berhubung ini adalah pengalaman
pertama, maka banyak hal yang perlu dipelajari. Beberapa kali hidung saya
kemasukan air, bahkan sempat minum air laut. Saya minum air laut bukan karena
haus, loh, ya, itu karena kesalahan memasang perlengkapan snorkelling.
Biasalah, namanya juga baru pertama kali. Renat sudah jauh banget, rada
ke tengah, Farkhad dan istrinya juga sudah lumayan jauh. Saya? Oh, tenang, saya
masih semangat di pinggir. Cukup lama kami snorkelling.
“I found a big turtle,” ucap Renat sambil menghampiri saya yang sudah lebih dahulu istirahat
di pinggir sambil membaca buku.
“A turtle? Why
don’t you take the turtle and bring it here? we can sell it,” canda
saya sambil tertawa. Renat duduk di samping sambil memberi saya air mineral. Kami
berempat istirahat sejenak. Tidak lama berselang, kami pulang ke penginapan
untuk istirahat dan bersih-bersih badan yang super lengket.
Jarum
jam di tangan sudah menunjukkan pukul lima sore, kami memacu sepeda penuh semangat,
berkeliling pulau dan mampir ke beberapa toko kesenian, melihat beberapa barang
yang memungkinkan untuk dibeli. Kami menunggu sunset, kemudian
sibuk foto-foto, istri Farkhad yang menjadi tukang foto. Loncat sana-sini
sambil teriak kemudian tertawa lepas. Duh,
ini nih yang namanya bahagia, memiliki teman seperjalanan yang mengagumkan. Farkhad juga tipe kawan yang nyambung kalo
diajak ngobrol, dan jelas-jelas suka iseng.
Di perjalanan pulang, iseng saya kambuh. Saya turun dari sepeda, bergaya
seolah-olah sedang berjualan sambil mendorong sepeda, kemudian berbicara
laiknya orang Madura. Kalian tahu, kan, bagaimana gaya bicara orang Madura?
“Ice cream,… ice cream… ice cream…sate..te..sate.. bakso..bakso”
Saya mengulangi ucapan tersebut berkali-kali sepanjang jalan,
banyak orang yang melongo dan saya cuek. Ada turis yang ikutan nimbrung
kemudian dengan suara lantang, dia berteriak, “transport,….transport….transport…”
lalu kami tertawa lepas tanpa beban.
Setelah selesai dengan adegan tertawa, kami pulang untuk shalat
maghrib di masjid, lalu mencari makan malam di pinggir pantai. Ada banyak
pilihan menu yang tersedia, asal siap makan dan kamu kuat bayar. Renat
dan saya memesan ikan bakar, Farkhad dan istrinya memesan ayam dan daging sapi.
Malam semakin larut, saya memilih untuk segera tidur, Renat duduk di luar kamar
sambil melakukan video call melalui skype.
Suara adzan subuh menjadi daya tarik tersendiri di pulau ini. Saya
bergegas pergi ke masjid. Hari ini merupakan hari terakhir saya di Gili
Terawangan, karena jam dua siang saya harus kembali ke Lombok. Penerbangan saya
besok jam 11 siang. Jika ditempuh dari Gili Terawangan, saya takut terlambat,
karena lokasi Terawangan dan airport cukup jauh. Saya memilih untuk
menginap di guest house yang ada di Mataram, bertemu dengan teman-teman
lombok backpackers.
“Farkhad, take care of Renat, don’t let him jump from the
bridge,” pesan saya ke Farkhad dan dia langsung tertawa. Tiga sahabat saya
akan menghabiskan beberapa hari lagi di Terawangan, sementara saya sudah harus
kembali ke Malang.
Setelah berkeliling pulau di pagi hari, kami mengembalikan sepeda
ke tempat penyewaan. Kami berjalan kaki bareng-bareng kemudian nyebur
ke laut. Ada perahu yang sedang bertengger di bibir pantai, saya naik di
atasnya kemudian lompat dan teriak sekuat-kuatnya. Tidak lama kemudian pemilik
perahu datang dan melarang saya melompat dari atasnya. Kulit sudah semakin
gelap, memang dari sononya gelap, jadi tidak perlu komentar masalah
warna kulit, ya.
“I wanna have skin like yours,” ucap Farkhad. Yaelah,
masa iya mau punya kulit seperti punya saya. Sambil menepuk pundak saya,
Farkhad berucap“Rian, Why don’t you stay here with us?”
“I can’t stay here with you, I’m going to go to Malang. Maybe next
holiday we will go together to Komodo Island. I really wanna go there.”
“Farkhad, Renat is my assistant, tell him if you need anything, he
will do it for you.” Ucap saya sambil menepuk pundak Renat yang
duduk di samping saya sambil menunggu boat yang akan membawa saya ke
Bangsal. Yang diomongin cuma senyum. Saatnya berpelukan dan berpisah.
Suatu perjalanan menjadi begitu bermakna, ketika dilalui dengan
sepenuh hati, apalagi ditemani orang-orang yang dekat dengan kita. Ada banyak pelajaran
yang bisa diambil dalam setiap perjalanan, bukan? Kebersamaan yang penuh canda
tawa, dan tentu saja mengagumi ciptaan Sang Pencipta yang tiada tara. Keindahan
alam raya mengajarkan kita betapa Tuhan Mahabaik pada hamba-Nya. Mari
menjelajah negeri dan menjaga keindahan nusantara. Indonesia itu indah,
begitupun dunia.
Subhanallah pemandangan nya indah dan bagus juga :) jadi pengen menikmati suasana di sana gaes ;)
ReplyDeleteSemoga bisa segera kesana
Deleteindahnya, jadi pengen kesana
ReplyDeleteendah banget nikang. orang luar negeri sudah kesini ko saya belum ya
ReplyDeleteAhaha hayo ke lombok
DeleteOhh itu tempatnya di lombok :) bagus banget pemandangannya .. bagus juga buat selfi dan prawedding .. *asal capruk aja *hehehe
ReplyDeletekaya y bagus nih buat di poto preweding hehe
ReplyDeleteMonggo
DeleteWuih... Gili Terawangan. Sudah lama berencana kesana, tapi belum ketemu liburan hehe.
ReplyDeleteAku juga gitu mas, pengalaman snorkling yang pertama banyak minum air laut, tapi alhamdulillah bisa adaptasi dengan cepat :)
Itu ketemuan sama anak-anak Lombok Backpacker di rumah singgah atau gimana, mas?
Kalo 3 orang temen rusia itu temen Kampus. Sengaja liburan bareng.
DeleteSalut mas pantainya masih terjaga kebersihannya (y)
ReplyDeleteItu pas malem di pantai jadi kangen pengen liburan ke pantai lagi :D
hayuk ke pantai
DeleteBaru sempet berkunjung balik gan hehe. Seru banget cerita jalan2nya jadi pengin juga ke terawangan
ReplyDeleteaih terimakasih sudah bertamu ke rumah saya ini. monggo ke terawangan :)
DeleteGili terawangan ternyata keindahannya melebihi terawanganku~ O_o
ReplyDeleteajak-ajak napa, Om.... minta bayarin sih sebenernya.. hak hak hak....