Skip to main content

Suka Duka Masak Sendiri

Halo, selamat malam Jum’at, jangan lupa baca surat Al-Kahfi, ya *langsung ambil Qur’an karena belum baca*. Yuk merapat kesini, saya lagi mau cerita tentang hobi masak saya yang duh kalo diceritain semuanya bakalan enek deh kalian bacanya. Secara hobi masak saya ini sesuai dengan hobi makan saya yang ngalahin hobi baca saya *tutupin muka pake panci*.
Kita mulai dari cerita saya yang nggak bisa ngidupin kompor gas, bikin heboh temen satu kosan. Masa iya, orang ganteng (baca; ngaku ganteng) kayak saya ini nggak bisa ngidupin kompor gas, duh, parah. Itu belum seberapa, ya, masih ada banyak kisah absurd yang terjadi sejak saya mencoba untuk memasak sendiri menu makan sehari-hari.
Lanjut, setelah tragedi nggak bisa ngidupin kompor gas, selanjutnya adalah edisi bikin nasi goreng yang nyaris bikin muka saya memerah semerah bibir Angelina Jolie *lostfocus*. Jadi gini, ceritanya saya dan teman-teman mau bikin nasi goreng ala anak kos gitu. Selama ini yang ada dalam benak saya, setiap kali orang mau menggoreng nasi, nasinya kudu dicuci dulu, baru deh digoreng. Sesuai dengan apa yang ada di benak saya, maka tanpa Ba Bi Bu Ba, langsung deh saya kasih air untuk mencuci nasinya, kemudian ditiriskan dan dikasihkan ke teman yang lagi menggoreng bumbu. Karena melihat nasinya penuh keringat alias air, terciptalah percakapan yang sukses banget bikin saya kayak patung pancoran,
 “Loh, kok basah gitu nasinya,”
“Kan dicuci dulu nasinya,” jawab saya songong blas penuh percaya diri.
“Sejak kapan orang bikin nasi goreng pake dicuci dulu?”
Saya bengong hahaha. Oh jadi selama ini nggak dicuci dulu, toh? Hadeuh, kemana aja saya selama ini. Mau ditarok dimana muka saya di hadapan mertua #Hening. Ah yasudahlah, semua sudah terlanjur terjadi.
Next, saking lagi pengen banget bisa masak, saya kabur ke gramedia, obrak-abrik buku-buku menu yang ada disana, tapi nggak nemu resep simple yang mudah untuk diterapkan di kosan yang peralatannya nyaris nggak ada alias cuma alat-alat masak sederhana banget haha. Akhirnya pulang, nggak jadi beli, ngandalin smartphone dan Wifi di rumah tiap kali mau masak menu baru. Dan parahnya, dari sekian banyak resep yang sudah saya coba, belum ada satu pun yang sukses hahah. Dan saya itu suka aneh-aneh loh masaknya, teman kosan jadi was-was kalo saya yang masak.
Pernah suatu ketika, pengen bikin sambel telor doang, goreng telor sambil pegang HP karena membaca urutan apa saja yang dimasukin. Setelah dirasa lengkap, tiba-tiba mata saya tertuju pada susu Frisian Flag yang ada di dapur, iseng saya masukin susunya ke sambal telor yang sudah lumayan sukses itu, jadilah sambal plus susu, rasanya jangan ditanya, manis-manis pedas gimana gitu haha. Awalnya enak loh, ya, tapi beberapa menit kemudian sukses bikin teman pada pusing dan mual-mual. Oh saya jangan ditanya, mualnya suskes bikin saya muntah, haha. Berkat kejadian ini, tiap masak, saya sering iseng bilang ke teman kos “Kasih susu, yuk, biar enak” dan mereka bakalan ngetawain saya gitu wuahaha.
Senin Kamis saya dan teman biasanya puasa, jadi kadang mau bikin menu berbuka puasa yang spesial. Kadang saya berbelanja di supermarket untuk memenuhi isi dapur *halah*. Jadi saya pernah beli ayam rada banyak, lengkap dengan aneka bumbu, kemudian dimulailah perjuangan menyajikan menu berbuka istimewa, ada yang disambal, ada juga yang dijadiin opor. Sambal ayamnya masih rada mending, tapi opornya jadi super hancur haha, padahal ayamnya banyak banget, nggak habis oleh empat orang. Yang jelas, dari sekian banyak resep yang dicoba, bisa diitung pake jari deh yang berhasil.
Kalo sudah kesel gini, masak nggak berhasil alias gagal, rumah makan Arab menjadi pelarian karena deket dengan kos *sembunyiin dompet*. Meski nggak terlalu sering juga, sih, kadang sebulan sekali, kadang dua kali, kadang malah lebih, tergantung mood makan (padahal karena nguras isi dompet haha). Pas lagi makan bareng sama temen-temen, saya nyeletuk, “A perfect future husband is a man who’s able to cook” kemudian langsung diketawan Farkhad dan Renat.
Sejak mulai berusaha masak sendiri, rada jarang makan di luar kecuali weekend, karena hampir setiap weekend saya pasti nggak di rumah. Setiap Sabtu sore saya les bahasa Rusia dengan Renat (ayo sini saya ajarin bahasa Rusia haha), kemudian malamnya biasanya makan di luar, nginep di kamar Renat sampai Minggu. Pengeluaran bulanan saya jadi lebih hemat banget, lumayan buat menghemat uang yang tinggal sisa-sisa. Kemudian satu hal yang menjadi titik balik kesadaran yang luar biasa membuat saya sadar diri betapa selama ini saya kurang bersyukur. Untuk bisa menyajikan makanan di rumah, Ibu perlu berjuang sedemikian rupa, mulai dari masak nasi, bikin lauk pauk, kadang juga nyediain cemilan lain. Saya ngebayangin Ibu yang sejak saya masih bayi sampai sekarang itu selalu berusaha memberikan makanan terbaik yang ia bisa. Namun sayang, kadang saya nggak pernah terpikir ke arah sana, berusaha mengerti betapa Ibu melakukannya penuh perjuangan luar biasa, menyediakan makanan untuk kami satu keluarga.
Setiap kali menelpon Ibu, saya sering cerita menu apa saja yang sudah saya masak, kemudian banyak bertanya bagaimana masak ini itu, meski banyak yang belum dicoba, tapi saya senang, setidaknya ada pelajaran hidup yang bisa saya ambil dari usaha untuk menyediakan menu harian sendiri, tanpa harus bergantung pada warung makan yang menjamur.
Jadi, mulai sekarang, jangan pernah tidak menghargai hasil masakan Ibu, jangan karena masakannya nggak sesuai selera kalian, lantas kamu bilang sesuka hati ke Ibu, coba pikir lagi ketika kamu berada di posisi mereka, nggak mudah menyediakan menu yang berbeda dari waktu ke waktu. *Pengen lari ke pelukan Ibu saat ini juga, deh, merasa bersalah banget*

Comments

  1. Belum pernah dan kayaknya nggak bakalan bisa bayangin sambel pake susu. Pencetus yang hebat. Ikutan master chef saja mas.

    Siapa tau sukses.
    Sukses bikin juri muntah sama sambel susunya

    Hahaha....

    ReplyDelete
  2. kenapa sih harus tutupin muka pake panci. Gecenya ky emak2 hebring deh, mas. Oh ya, kayanya kalo sambel pake kedongdong itu lbh enak (aku pernah coba soalnya gara2 ga ada tomat). Tapi aku kalo makan yg penting tampilannya dulu, rasanya nomor dua. itu foto makanannya udh berhasil menggugah selera kok :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. *tossssss* yang penting tampilannya dulu, rasa nomor sekian wkakkaka

      Delete

Post a Comment

Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat bermalam selama kamu berada di Batu. Saya jamin, tempa

Seluas Bahasamu, Seluas Itu Pula Duniamu

Bagi yang pernah berpergian ke suatu tempat, dimana bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak bisa dipahami, tentu akan menyadari betapa pentingnya bahasa sebagai alat untuk komunikasi antara satu sama lain. Inilah sebuah keajaiban, dimana masing-masing Negara bahkan daerah memiliki aneka ragam bahasa yang memiliki ciri khas tersendiri. Di Bengkulu terdapat berbagai macam bahasa yang digunakan, masing-masing Kabupaten bahkan memiliki ragam bahasa tersendiri yang tidak semuanya saya pahami. Berbicara di ruang lingkup yang lebih besar, saat pertama kali belajar di tanah Jawa, saya seperti orang asing yang datang dari dunia antah berantah, yang sama sekali tidak paham tentang bahasa yang mereka gunakan, yakni bahasa Jawa. Lantas bagaimana akhirnya saya bisa sedikit mengerti tentang bahasa Jawa? Meski sampai hari ini saya hanya sebatas paham dan tidak bisa mengucapkannya. Adanya kebiasaan mendengar tentu memiliki peran penting di dalam perkembangan kemampuan seseorang di dalam

Paralayang Batu

Salam. Tiga hari terakhir, saya lagi banyak kerjaan (baca: tugas kuliah ama jalan-jalan, hehe). Kebetulan Reimer, sahabat saya dari Rotterdam-Holland sedang berkunjung ke Malang. Sebagai sahabat yang baik, tentunya saya mau mengajak dia menjelajahi Malang dan sekitarnya, dong, hehe. Sejak Minggu saya sudah menemani Reimer jalan-jalan. Saya hanya menemai ketika kuliah sudah selesai aja, sih. Biasanya dari ashar sampai malam. Nah, selain kelayapan di Malang, saya mengajak Reimer untuk menikmati keindahan pemandangan dari atas ketinggian Gunung Banyak yang merupakan tempat bagi kamu yang berani uji nyali untuk terbang dari ketinggian dengan bantuan parasut atau biasa dikenal dengan Paralayang.