sunrise di Gili Terawangan
Hari
Pertama
Pukul
delapan pagi kami sudah dijemput oleh travel yang akan membawa kami ke Gili
Terawangan. Sarapan rada buru-buru karena habis subuh kami kembali molor karena
lelah, meski sempat baca Qur’an ½ juz baru molor. Dalam perjalanan menuju
Pelabuhan Bangsal, kami kembali menikmati keindahan alam raya. Sungguh luar
biasa ciptaan Tuhan. Inilah kenapa saya cinta mati sama Indonesia. Keindahan
alamnya itu luar biasa. Di Senggigih, saya berasa lagi nggak berada di Indonesia,
karena saking banyaknya orang asing yang memenuhi jalan-jalan dan pantai. Ini
belum di Gili Terawangan, loh, ya, baru Senggigih doang.
Setelah
sampai di Pelabuhan Bangsal, kami langsung menuju tempat penukaran tiket,
kemudian naik Boat dan langsung menuju Gili Terawangan. Perjalanan kurang lebih
15-20 menitan sampai ke Gili Terawangan. Air lautnya muncrat-muncrat ke wajah.
Renat nutupin kepala pake handuk, saya nutupin wajah pake topi, sedangkan
istrinya Farkhad bersandar di bahunya Farkhad *pemandangan yang bikin nyesek
pengen cepet nikah ini namanya* haha.
Agenda
pertama di Gili adalah mencari penginapan yang dekat dengan pantai, biar bisa
berleha-leha dengan deru ombak, bisa main pasir, mandi, dan sebagainya. Setelah
dapat penginapan, kami mandi, kemudian mencari sepeda. Kami menyewa sepeda
sebagai kendaraan selama di Gili. Sepeda sudah dapat dan kami langsung
mengelilingi pulai Gili Terawangan yang keren ini. Bener yang saya tebak, bahwa
di Gili Terawangan emang kayak nggak di Indonesia. Orang asingnya bejibun,
ngalahin orang lokal. Dimana-dimana orang ngomong pake bahasa asing. Renat
kadang memerhatikan orang-orang yang lewat dan memberitahu saya bahwa beberapa
orang yang lewat adalah orang Rusia. Dia mengetahui itu dari paras wajah dan
bahasa yang mereka gunakan.
Untuk
mengelilingi pulau Gili Terawangan dengan sepeda, kami membutuhkan waktu kurang
lebih 45 menit. Well, cukup menguras keringat. Selama perjalanan mengelilingi
pulau, kami balapan liar, haha. Saling dahulu mendahului. Renat jelas yang
paling jauh tertinggal, karena sepedanya ngadat dua kali. Saya memutar arah,
kemudian membantu dia memperbaiki rantai sepeda. Setelah itu dilanjutkan lagi
dengan kejar-kejaran pake sepeda. Farkhad dan saya yang paling semangat
balapan, sempat mengabaikan istrinya saking semangatnya balapan, haha.
Setelah
selesai mengelilingi pulau, kami mencari makan, karena perut sudah lapar
banget. Makanan di pulau Gili Terawangan memang relatif mahal. Selama di Gili,
saya tidak pernah makan di bawah 25.000,. rata-rata sekali makan seharga
demikian. Mungkin saja kalo mau cari di tempat makan yang lain bisa menemukan.
Saya memang sengaja ikut saja dimana teman mau makan. Setelah makan, kami
kembali ke penginapan, mandi, dan santai sejenak di kursi depan kamar. Saya
membaca buku Lee Child “Never Go Back” versi bahasa Inggris, sementara Renat
membaca buku berbahasa Arab, tentang metodologi penerjemahan bahasa Arab.
Setelah
santai dan dirasa cukup, kami pergi ke pantai untuk snorkeling. Duh, ini
kegiatan yang paling saya sukai, melihat keindahan terumbu karang lengkap
dengan ikan-ikan nan cantik di dalamnya. Saya kadang berteriak sendiri di dalam
hati *halah* saat melihat ikan-ikan nan cantik beserta terumbu karang yang
membuat saya berdecak kagum. Kurang lebih 1,5 jam kami melakukan snorkeling,
melihat keindahan ciptaan Tuhan. Saya berulang kali mengucap puji syukur akan
kekuasaan Tuhan dalam mencipta. Tidak ada yang paling baik dalam mencipta,
selain Dia.
Snorkeling
selesai. Kami shalat maghrib dan isya berjamaah di masjid, kemudian jalan kaki,
berkeliling, menikmati hembusan udara pantai di malam hari. Kami berjalan
beriringan, sesekali merekam suasana di Gili yang cukup ramai. Kemudian kami
mencari tempat untuk duduk santai, sambil mendengarkan dendangan ombak nan
merdu. Kami pergi ke pelabuhan, Renat nyelonong sambil basah-basahan. Farkhad
dan Istrinya asik foto dengan latar belakang rembulan yang terang benderang
seterang hati saya saat ini, haha. Saya dan Renat memilih tidur-tiduran di
kursi panjang lengkap dengan busa panjang nan tebal. Renat motret ngasal,
sambil ngobrol tentang banyak hal. Kami membiarkan Farkhad dan istrinya asik
dengan kebersamaan mereka, kami tidak ingin mengganggu. Sesekali saya dan Renat
menawarkan diri untuk motret mereka berdua, kemudian kami melanjutkan obrolan
santai.
Kami
kembali ke kamar, kemudian istirahat. Seperti biasa, agenda sebelum tidur
adalah rusuh. Saya ngidupin AC, Renat malah matiin AC karena nggak suka,
padahal saya sudah keringatan, loh. *lemparin AC ke luar kamar* haha. Akhirnya
disepakati, AC dihidupin dengan volume sedang saja, dan Renat boleh matiin AC
kalo saya sudah tidur, haha.
Hari Kedua
Habis
shalat subuh berjamaah, Renat udah narik selimut lagi namun gagal karena saya
ajak keluar untuk melihat sunrise *kejam*. Kami berjalan kaki menaiki anak
tangga menuju perbukitan, kemudian duduk santai sambil melihat suasana pagi di
pulau Gili yang masih sepi. Matahari perlahan muncul, saya sibuk motret dan
merekam kehadiran mentari pagi. Renat sibuk ngerekam kambing-kambing yang
bergerombol di atas bukit. Setelah puas, kami turun, dan jalan kaki menuju ke
dermaga sambil membawa pisang goreng, dua gelas kopi, dan sebotol air mineral.
Kami duduk santai, sambil bermandikan sinar mentari pagi yang menghangatkan
tubuh. Oh ya, kami juga membawa dua pancake pisang sebagai sarapan. Sengaja
membawa sarapan dari hotel untuk dimakan di dermaga haha.
kulit saya udah gosong parah
Seperti
biasa, kami duduk santai, ngobrol santai. Tidak lama kemudian, ada seorang
turis asal Australia yang nimbrung, dia ngobrol sama saya rada lama, saya nggak
enak sama Renat, karena dia rada susah memahami perbincangan kami, kemudian
saya perkenalkan Renat ke turis Australia tersebut. Saya izin ke toilet, dan
membiarkan Renat berbincang sebentar dengan turis tersebut. Turis tersebut
pergi, dan kami melanjutkan obrolan santai, sambil memberi makan ikan-ikan yang
bisa kami lihat dengan jelas dari atas dermaga. Terumbu karang yang
berwarna-warni terkena terpaan mentari pagi menjadi pemandangan menakjubkan,
pengen rasanya saya langsung nyemplung. Saya duduk di pinggir dermaga dengan
kaki menyentuh air. Renat terlihat sangat antusias melihat ikan-ikan yang
berkerumun karena makanan yang kami berikan. Saya merekam Renat yang sibuk
memberi umpan ikan dengan penuh semangat.
setiap hari keliling pulau dengan sepeda
Mentari sudah
semakin hangat, tidak terasa sudah pukul 9 pagi. Perut saya sepertinya sedang
dalam masalah, saya harus bolak-balik toilet. Melihat saya yang kesakitan,
Renat memutuskan untuk mengajak kembali ke hotel. Rencana jalan-jalan ke Gili
Air hari ini dibatalkan, karena perut saya tidak bersahabat.
“You can
go with Farkhad and his wife, Renat, I can stay here alone,” ujar saya
ke Renat sambil berbaring di tempat tidur dengan sebuah buku di tangan kanan.
“No, we
should go together, we can’t leave you here alone. This is “jamaa’h”. don’t
ever think that I’m going to leave you here, ok. Take a rest and we will go to
other island when you feel better.”
Duh, ini
loh kerennya sahabat-sahabat saya ini. Mereka itu mengerti pake banget. Contohnya
kali ini, karena perut saya memang sedang sakit banget, Renat dan lain
memutuskan untuk tidak pergi kemana-mana. Kami hanya stay di hotel. Saya
akhirnya tidur lelap, Renat juga memutuskan untuk menemani dan ikutan molor.
suasana pagi hari di Gili Terawangan
Habis dzuhur,
perut saya sudah mulai baikan, meski kudu tetap bolak-balik toilet. Karena sudah
merasa baikan, kami akhirnya pergi snorkeling. Saya membawa buku yang bisa saya
baca setelah selesai snorkeling. Snorkeling hari ini lebih lama dari biasanya. Kami
melakukan snorkeling lebih jauh dari kemarin, kami menemukan ikan-ikan yang
lebih ramai dan lebih cantik dari kemarin. Ah, ini pemandangan keren. Rasanya pengen
nyemplung terus, menyentuh ikan-ikan yang berwarna-warni itu. Renat yang paling
lama snorkeling.
“I found a
big turtle,” ucap Renat sambil menghampiri saya yang sudah
lebih dahulu istirahat di pinggir sambil membaca buku.
“a turtle?
Why don’t you take and bring it here, we can sell it,” canda
saya sambil tertawa. Renat duduk di samping sambil menyodorkan air mineral. Kami
berempat istirahat sejenak karena sudah cukup lama di dalam air. Tidak lama
berselang, kami pulang ke penginapan untuk istirahat dan bersih-bersih badan
yang super lengket.
wajah kepanasan haha
Mandi selesai,
saya dan Renat duduk di depan kamar, sibuk dengan bacaan masing-masing. Rencananya
sore ini kami akan mengelilingi pulau lagi, sambil menunggu sunset di sunset
point yang ada di pulau ini.
Jarum jam
di tangan sudah menunjukkan pukul lima sore, kami memacu sepeda penuh semangat,
berkeliling dan mampir-mampir ke beberapa toko kesenian, melihat beberapa
barang yang memungkinkan untuk dibeli. Matahari sudah kembali ke peraduannya,
saya sibuk motret. Renat itu super rusuh, dia sengaja nabrakin roda sepedanya
ke roda sepeda saya yang belakang. Pokoknya jangan biarin dia di belakang,
alamat gangguin kenyamanan gue bersepeda. Dia cuma senyum aja gitu, emang dasar
tukang rusuh. He is really a good friend *lemparin pasir*
Kami bertiga
kemudian sibuk foto-foto, istri Farkhad yang menjadi tukang foto. Loncat sana-sini
sambil teriak kemudian tertawa lebar banget. Duh, ini nih yang namanya bahagia,
memiliki teman seperjalanan yang mengagumkan. Fakhad juga tipe kawan yang
nyambung kalo diajak ngobrol, dan jelas-jelas suka iseng. Isengnya rada super
kadang.
Di perjalanan
pulang, saya sukses membuat tiga sahabat saya tertawa, terutama istri Farkhad,
haha. Saya turun dari sepeda, kemudian bergaya seolah-olah sedang jualan.
“Ice
cream,… ice cream… ice cream…”
Saya mengulangi
ucapan tersebut berkali-kali sepanjang jalan, banyak orang yang melongo dan
saya cuekin aja gitu. Ada turis yang ikutan nimbrung kemudian dengan suara
lantang dia bilang gini,
“transport,….transport….transport…”
pose absurd haha
Setelah selesai
dengan adegan tertawa, kami pulang, kemudian shalat maghrib di masjid
berjamaah. Kami meletakkan sepeda di penginapan, kemudian mencari makan malam
di pinggir pantai. Ada banyak pilihan menu yang tersedia, asal siap makan aja
dan kamu kuat bayar. Renat dan saya memesan ikan segar, Farkhad dan istrinya
memesan ayam dan daging sapi.
Perut kenyang.
Kami melanjutkan rutinitas malam hari, berkeliling dan duduk santai di pinggir
pantai. Namun sayang, kami nggak bisa lama-lama melihat suasana pantai di malam
hari seperti malam sebelumnya, karena perut saya kembali bermasalah. Saya bilang
ke Renat dan kami pun memutuskan untuk kembali ke hotel dan beristirahat. Iya,
mereka kompakan loh, padahal saya sudah bilang, biar saya sendirian aja ke
hotel, biar mereka tetap bisa jalan meski tanpa saya.
“Stop
saying that, ok, I will not let you go back alone, we go back together.” Komentar Renat
pas saya bilang demikian. Kalo Renat sudah bilang demikian, lebih baik jangan
dibantah.
Saya istirahat
di kamar, berbaring di ranjang. Renat duduk di ranjang sambil membuka laptop. Agenda
kami adalah melihat seabrek foto-foto yang sudah diambil beberapa hari ini. Tidak
ketinggalan melanjutkan agenda melihat foto-foto Renat di Rusia.
Malam semakin
larut, saya memilih untuk segera tidur, Renat duduk di luar kamar sambil
melakukan video call orang tuanya melalui skype.
Hari
Ketiga
Hari ini
merupakan hari terakhir saya di Gili Terawangan, karena jam dua siang saya
harus kembali ke Lombok karena penerbangan saya besok jam 11 siang. Jika ditempuh
dari Gili Terawangan, saya takut bakalan telat, karena lokasi Gili dan airport
cukup jauh. Oleh karena itu saya memilih untuk menginap di guest house
yang ada di Mataram.
Kami sarapan
bareng, kemudian berkeliling pulau dengan sepeda. Laut sedang surut di bagian
lain pulau Gili Terawangan. Kami meletakkan sepeda di pinggir, kemudian jalan
kaki menuju terumbu karang yang terlihat menawan. Setelah itu kami melanjutkan
perjalanan mengeliling pulau seperti biasa, kejar-kejaran pake sepeda, dan
tentu saja ada Renat yang seperti biasa dengan ulahnya yang kadang pengen gue
timpuk pake sepeda, haha, becanda.
“Farkhad,
take care of Renat, ok, don’t let him jump from the bridge,” pesan saya ke
Farkhad dan dia langsung tertawa.
“I
will, don’t worry,”
Setelah berkeliling,
kami mengembalikan sepeda ke tempat penyewaan, padahal cuma saya sendiri loh
yang mau pulang hari ini, mereka ikutan mengembalikan sepeda, padahal mereka
masih lama di Gili, kemungkinan sampai tanggal 12 Januari. Biar kompak katanya.
Kami berjalan
kaki bareng-bareng kemudian nyebur ke laut. Ada perahu yang sedang bertengger
di bibir pantai, saya naik di atasnya kemudian nyebur dan teriak
sekuat-kuatnya. Tidak lama kemudian pemilik perahu datang dan melarang saya
melompat dari atasnya haha. Kami melanjutkan rutinitas harian alias nyebur. Kulit
udah makin gelap aja, emang dari sononya udah gelap sih, jadi nggak usah
komentar masalah warna kulit.
“I wanna
have skin like yours,” komentar Farkhad dan saya cuma nyengir doang.
Yaelah, masa iya mau punya kulit kayak gue ini *jedotin kepala ke tembok*
Edisi nyebur
selesai. Jam satu siang kami kembali ke penginapan, Renat itu menjadi tukang kontrol,
dia memastikan saya tidak terlambat. Setelah semua siap, ketiga sahabat saya
mengantarkan saya menuju boat yang akan membawa saya kembali ke Lombok.
“Why don’t
you stay here with us?” tanya Farkhad. Ini pertanyaan yang kesekian
kalinya. Dan saya sudah menjawab berulang kali.
“I can’t
stay here with you, because I have to go to Pare to continue my English course.
Maybe next holiday we can go together again to Komodo Island. I really wanna go
there.” Jawab saya.
“Farkhad, Renat
is my assistant, tell him if you need anything, he will take care of everything
you need. Just tell him and he will do it for you, ok.” Ucap saya
sambil menepuk pundak Renat yang duduk di samping saya. Yang diomongin cuma senyum
doang.
“ok guys, I’ll
see you in Malang soon. Enjoy your holidays.”
Saatnya berpelukan
dan berpisah. Saya langsung menuju Boat. Tiga sahabat saya tetap berdiri
di pinggir pantai dan melambaikan tangan hingga Boat saya semakin
menjauh barulah mereka pergi. Saya menatap mereka dari kejauhan dan
berterimakasih kepada Tuhan, karena sudah dipertemukan dengan sahabat-sahabat
yang demikian baik. Berada di tengah-tengah mereka, saya merasakan bahagia yang
betul-betul bahagia. Saya kagum bagaimana mereka berusaha memahami satu sama lain,
berusaha untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dan rela menghentikan
kegiatan jika salah satu dari kami tidak bisa. Bagi saya, kebersamaan seperti
ini adalah anugerah yang demikian besar, karena berada di sekitar orang-orang
yang demikian baik. Tinggal bagaimana sekarang saya memaknai persahabatan yang sudah
terjalin dalam empat bulan terakhir.
Renat tipe
sahabat yang sangat peka dalam banyak hal, dia selalu memastikan bahwa saya
baik-baik saja. Farkhad dan istrinya tipe sahabat yang sering melontarkan
lelucon yang kadang membuat saya tertawa lepas tanpa beban. Kami berempat bisa
kompak, meski kami memiliki latar belakang yang jelas-jelas berbeda, dengan
budaya yang tentu saja berbeda. Renat tipe sahabat yang selalu menjunjung
tinggi kebersamaan. Farkhad tipe sahabat yang juga pengertian. Semoga kebaikan
selalu menyertai mereka semua.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan