Skip to main content

Bale Kambang


8 November 2014
Bismillah, akhirnyaaaaa….
Setelah dua bulan saya berada di Malang dan belum sempat jalan-jalan, megeksplor keindahan Malang karena tumpukan tugas yang aduhai keren-keren itu and now goodbye books, papers, journals haha, I can go to Bale Kambang beach with my friends from rusia; Renat, Mir ‘Athoullah, dan Farhat beserta istrinya.
Habis subuh si Renat udah bikin rusuh di WhatsApp sebelum keberangkatan, tiba-tiba dia bilang nggak jadi berangkat, kemudian saya telpon, dia ketawa ngakak, sambil bilang “I’m kidding”, sumpah, Renat lama-lama bikin saya naik darah, deh, akhir-akhir ini saya tidak bisa membedakan kapan dia serius, kapan dia becanda, dan kalian tahu, kan, saya ini laki-laki yang lembut, baik hati, dan rajin menabung?? #abaikan
Jam tujuh pagi, kami pergi ke Bale Kambang, dari Malang kota kurang lebih memakan waktu 2 jam perjalanan, saya dibonceng Renat karena saya nggak berani bepergian jauh dengan mengendarai motor sendiri. Dari awal saya sudah bilang ke dia, saya mau ikut kalo saya dibonceng (dasar saya malas nyetir haha). Farhat boncengan ama istrinya, sedangkan Mir ‘Athoullah sendirian. Saya dan Renat kompakan banget pakaiannya, sementara yang lain simple. Yang lain bawa tas, Renat bawa kantong plastik haha, jadilah dia disebut pemulung sepanjang jalan-jalan kali ini.
Kami sampai pantai Bale Kambang jam 9 pagi, langsung beli tiket masuk 10.000/orang, kemudian menitipkan motor di tempat parkir dengan membayar 3.000,/motor.
Setelah parkir motor, kami langsung mencari tempat makan, iya, kami semua belum sarapan. Jadilah agenda pertama adalah pesan ikan bakar yang gedenya bikin saya cemas (halah). Dahi saya berkerut ketika mereka pesan ikan sebanyak itu untuk berlima doang, ukurannya menurut saya gede, karena saya makannya dikit (dikit-dikit nambah) haha. Kerennya lagi, jalan-jalan kali ini saya pake nggak bawa dompet lagi, parah pake banget. Tapi tenang, ada Renat yang siap menanggung semua biaya liburan kali ini. Thank you, Renat, you are my best friend (muji karena ada maunya), eh becanda, Renat memang teman baik saya sejak di Malang.
Sambil menunggu ikan bakar siap saji, kami duduk bareng, ngobrol banyak hal, dan saya kadang senyum-senyum nggak jelas ketika mereka ngobrol pake bahasa Rusia, tapi lagi-lagi Renat sangat tanggap, dia akan menjelaskan semuanya menggunakan bahasa Arab atau Inggris. Untungnya Renat dan Mir ‘Athoullah mahir dalam Bahasa Arab. Renat lumayan bisa bahasa Inggris karena selama ini berkomunikasi dengan saya memakai Inggris. Sedangkan Farhat lebih mahir bahasa Inggris. Jadi komunikasi di antara kami berjalan lancer jaya.
Pas sedang nunggu ikan bakar siap, malah sibuk foto-foto, apa-apa di foto, lagi minum es degan difoto, kemudian si Mir ‘Athoullah malah sibuk foto-foto sambil mengangkat beberapa kelapa yang masih bersatu dalam satu tangkai, dan Renat jadi tukang fotonya. Haha. Persis kayak binaraga, bedanya dia nggak ada otot-otot kayak binaragawan #dijitak.
Masih menunggu, kemudian ada ulat yang entah datang dari mana, tiba-tiba udah ada di celana Renat, jadilah kegiatan selanjutnya adalah maenin si ulat, iya, semuanya malah sibuk menyentuh ulat, memerhatikannya, sementara saya udah geli (baca: takut), fiuh, saya takut ulat, bro. aih, laki-laki macam apa saya ini.
Finally, ikan bakar siap dan kami pun makan. Suasana penuh khusyu, karena sedang berhadapan dengan ikan bakar yang cihuy, lezatnya mantap. Kalian harus coba deh kalo berkunjung ke Bale Kambang, jangan lupa pesan ikan bakar. Saya udah selesai duluan, satu doang udah bikin saya kekecangan, yang lain masih asik makan. Renat udah berulang kali nyuruh ngabisin ikan yang satunya lagi. Karena emang jatahnya 2/org. Saya udah nyerah. Melihat saya sudah nggak kuat melanjutkan perjuangan memakan ikan, timbul sebuah kata bijak Mir ‘Athoullah, bijak tapi nyebelin.
            “Seseorang dikatakan laki-laki seutuhnya, kalo makannya banyak.”
Kemudian diikuti oleh gelak tawa semuanya, dan saya pun ikut ketawa. Si Renat malah ikut-ikutan, si Farhat lebih banyak diemnya, ketimbang membenarkan ucapan Mir ‘Athoullah. Setelah selesai makan, ikan yang nggak berhasil saya habiskan akhirnya dibungkus, kali aja ntar lapar lagi. Untuk kami berlima, udah lengkap dengan nasi, minum es degan, ikan bakar, Cuma habis 200.000, lebih dikit. Karena sudah jam 11 siang, kami istirahat sebentar di masjid, sambil menunggu waktu dzhuhur.
Setelah shalat, saatnya ganti pakaian, kemudian mandiiiiiii. Jangan lupa pake sunblock kalo ke pantai, maklum lah, hasil lukisan sinar matahari itu bikin kulit keren alias item cuy. Yang lain sudah mulai nyebur, Renat nemenin saya foto-foto dulu, maklum ini kunjungan pertama saya, sedangkan Renat dan yang lain sudah beberapa kali ke sini. Jadilah saya dan Renat motret sana-sini. Setelah banyak, baru inget.
“Renat, we don’t have picture together, should we ask someone to take our picture?” tanya saya ke Renat yang bikin saya ketawa ngakak, karena dia bawa plastik layaknya seorang pemulung, dia malah ketawa ketika saya jelaskan bahwa he looks like a pemulung. Saya juga akhirnya dipanggil pemulung, karena ikut-ikutan bawa plastik karena tas saya nggak muat.
“Yes, sure, you can ask him to take the picture,” jawab Renat sambil menunjuk seseorang. Saya minta tolong seorang pengunjung untuk motret saya dan Renat, karena sebagai sahabat, kami belum pernah punya foto bareng baik di kampus, asrama, dan lain-lain.
Setelah itu, dilanjutkan foto-foto secara bergantian, dan plastik keren itu selalu ikut dalam setiap sesi foto, haha. Renat bilang kalo plastik itu bergambarkan kampus pas dia S1 di Rusia. Setelah dirasa cukup, saya dan Renat menyusul yang lain, yang sudah lebih duluan nyebur. Farhat sudah berada di deburan ombak bareng istrinya. Mir ‘Athoullah sudah sibuk nulis nama adiknya di pasir, saya dan Renat berusaha menuju agak ke tengah, tapi saya sudah ciut, sementara Renat masih terus berjalan menuju agak ke tengah.
“Renat, up your hand if you need help,” teriak saya dan Farhat dari pinggir.
Kalo kalian kesini kemudian nggak mandi, dijamin garing, justru disini kerennya. Justru mandi disini yang bikin suasana jadi lebih seru. Yang lain sibuk dengan kesenangan masing-masing, saya dan Mir ‘Athoullah pergi ke arah ujung, mencoba untuk berenang di lokasi yang lain. Tapi, pas mau nyebur, ada semacam kayak ular laut kali, ya, saya nggak tahu. Akhirnya karena saya takut, dan dia juga takut, haha, nggak jadi deh. Kemudian ditanya Farhat kenapa nggak jadi?
“I’m not afraid, he is afraid,” jawab saya sambil ketawa melihat Mir ‘Athoullah.
“No, you are the one who afraid of the snake.” Jawabnya. Kami pun tertawa bareng. Si Renat nimbrung, saya kembali menjelaskan bahwa saya nggak takut, tapi Mir ‘Athoullah yang takut, semua kembali bertawa, karena semua juga tahu kalo saya itu paling penakut di antara semua peserta liburan kali ini.
Setelah puas mandi, selanjutnya adalah mencari lokasi keren buat berjemur, iya, berjemur, bro. eh apa jadinya kulit saya kalo kelamaan berjemur? Makin kelam yang jelas. Renat tidur pulas di pinggir, sementara saya, Mir ‘Athoullah, dan Farhat beserta istrinya masih sibuk mandi dan maen air kayak anak kecil. Iya, kami saling siram, saling lempar (pake air tentunya, gila aja kalo pake karang). Renat akhirnya gabung, jadilah saya jadi sasaran utama yang kena siram air laut yang asin dan pas kena mata bikin perih. Fiuhh, mata saya merah. Renat melihat mata saya merah kemudian menghentikan serangan, kemudian meminta Mir ‘Athoullah untuk nanyain kalo saya nggak apa-apa.
“Yeah, I’m ok,”
Selanjutnya adalah bikin penampilan aneh, Renat kembali tidur, Mir ‘Athoullah dan saya kembali berjemur sambil maen air. Farhat dan istrinya masih sibuk berdua. Saya memakai kantong plastik untuk menutupi kepala dari sinar matahari, kemudian memakai topi milik Mir ‘Athoullah.
Suasana hening, semua sibuk, saya sibuk di bibir pantai alias tidur, Mir ‘Athoullah juga tidur, Renat jangan ditanya, dia yang paling lama tidurnya, pake acara buka baju pula, saya dan Farhat masih lengkap dengan kaos dan celana setengah tiang. Gila aja kalo saya ikutan berjemur kayak gitu, dijamin antik banget kulit saya (ini mulai lebay). Renat ketawa melihat plastik di kepala saya, dan saya cuek.
Setelah puas mandi, berjemur, selanjutnya adalah istirahat, minum es kelapa muda, makan gorengan, ngobrol santai. Laut mulai surut, kita bisa berjalan di atas batu karang yang kokoh. Pemandangannya keren banget. Nggak mau ketinggalan menikmati keindahan pantai yang sedang surut, kami pun berjalan beriringan, berpijak di atas batu karang yang berwarna-warni, foto-foto bareng, mencari sesuatu yang mungkin bisa diambil, dan bikin video kebersamaan.
Saya betul-betul bahagia banget bisa liburan bareng, semua tugas kuliah berasa hilang semua dari ingatan, haha. Jam sudah menunjuk waktu ashar, kami istirahat, mandi, ganti pakaian, kemudian shalat ashar bareng dan saatnya pulang ke asrama. Jam 4 sore kami pulang. Di perjalanan pulang, Renat kembali mengulangi apa yang selalu dia ucapkan pas berangkat tadi,
Rayyan, don’t sleep.
Pas berangkat tadi, mungkin dia mengulangi kalimat itu sampai 20 kalian, karena dia tahu saya suka tidur alias ngantuk pas dibonceng haha. Ini parah dan belum bisa saya ubah. Yang lain sudah duluan, kami ketinggalan, jadilah kami pisah. Saya dan Renat berhenti di pom bensin, shalat maghrib berjamaah, kemudian memanfaatkan google map untuk mencari jalan pulang, karena ternyata Renat belum terlalu hafal jalan pulang.
Dengan bantuan google map, akhirnya kami sampai juga, pas waktu shalat isya. Langsung berjamaah isya di masjid, setelah itu makan malam, baru kemudian ke kamar Renat. Kemudian saya ingat kalo saya nggak bawa STNK, nggak bakalan diizinin keluar kalo nggak bawa STNK. Kemudian Renat muncul ide brilian, dia yang mengendarai motor, karena anak-anak luar negeri nggak pernah tuh ditanyai STNK, it’s not fair. Setelah di luar gerbang, Renat turun kemudian kembali masuk jalan kaki ke asrama, dan saya pulang.
“Thank you for everything, jazaakumullah khairon katsiron,” ucap saya pada renat.
“Waiyyakum, la syukro ‘ala wajib,” jawabnya.
Sampai kamar, saya rebahan dan tidur ganteng. Selamat menikmati akhir pekan.
*sengaja nggak masukin foto saya dan teman-teman, karena renat nggak mau fotonya di share*

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat bermalam selama kamu berada di Batu. Saya jamin, tempa

Seluas Bahasamu, Seluas Itu Pula Duniamu

Bagi yang pernah berpergian ke suatu tempat, dimana bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak bisa dipahami, tentu akan menyadari betapa pentingnya bahasa sebagai alat untuk komunikasi antara satu sama lain. Inilah sebuah keajaiban, dimana masing-masing Negara bahkan daerah memiliki aneka ragam bahasa yang memiliki ciri khas tersendiri. Di Bengkulu terdapat berbagai macam bahasa yang digunakan, masing-masing Kabupaten bahkan memiliki ragam bahasa tersendiri yang tidak semuanya saya pahami. Berbicara di ruang lingkup yang lebih besar, saat pertama kali belajar di tanah Jawa, saya seperti orang asing yang datang dari dunia antah berantah, yang sama sekali tidak paham tentang bahasa yang mereka gunakan, yakni bahasa Jawa. Lantas bagaimana akhirnya saya bisa sedikit mengerti tentang bahasa Jawa? Meski sampai hari ini saya hanya sebatas paham dan tidak bisa mengucapkannya. Adanya kebiasaan mendengar tentu memiliki peran penting di dalam perkembangan kemampuan seseorang di dalam

Paralayang Batu

Salam. Tiga hari terakhir, saya lagi banyak kerjaan (baca: tugas kuliah ama jalan-jalan, hehe). Kebetulan Reimer, sahabat saya dari Rotterdam-Holland sedang berkunjung ke Malang. Sebagai sahabat yang baik, tentunya saya mau mengajak dia menjelajahi Malang dan sekitarnya, dong, hehe. Sejak Minggu saya sudah menemani Reimer jalan-jalan. Saya hanya menemai ketika kuliah sudah selesai aja, sih. Biasanya dari ashar sampai malam. Nah, selain kelayapan di Malang, saya mengajak Reimer untuk menikmati keindahan pemandangan dari atas ketinggian Gunung Banyak yang merupakan tempat bagi kamu yang berani uji nyali untuk terbang dari ketinggian dengan bantuan parasut atau biasa dikenal dengan Paralayang.