Dalam sebuah tabloid, saya pernah
membaca tentang “Pria sensitif”, disana dijelaskan bahwa A “Sensitive” Guy
adalah seorang pria yang memiliki perasaan yang sangat halus, emosinya mudah
terkuras, selalu menghindari tontonan yang berbau kekerasan, hal-hal kecil bisa
membuatnya berempati sedemikian tinggi, lebih peka terhadap kejujuran lawan
bicaranya (memiliki intuisi yang bagus untuk menilai kejujuran lawan bicaranya),
memiliki apresiasi yang tinggi terhadap alam, musik, dan lain sebagainya.
Sejak awal, saya menyadari, bahwa
saya tipe laki-laki yang sangat sensitif. Ada banyak hal yang membuat emosi
saya terkuras, saya mudah menitikkan air mata, saya sangat mudah tersentuh
dengan suatu kondisi tertentu meski bagi laki-laki lain itu adalah hal biasa,
saya kadang mudah tersinggung meski sebenarnya teman sedang bercanda, saya
kadang tidak menerima sesuatu yang orang lakukan yang tidak sesuai dengan
harapan saya pada mereka dan kadang menyalahkan diri sendiri.
Ustadz Toha pernah bilang,
menurutnya, pria sensitif adalah pria yang lembut hatinya, dia baik. Dan saya
hanya bisa terdiam saat beliau membicarakan tentang hal itu menjelang
keberangkatan saya ke Malang.
Kadang, saya bersikap berlebihan
dalam memandang sesuatu yang menurut kebanyakan orang adalah hal yang sangat
biasa. Seperti saat-saat saya akan berpisah dengan anak didik saya, saya
menangis untuk beberapa waktu. Saat pamitan dengan kepala sekolah pun saya
meneteskan air mata, bahkan saat berbicara di hadapan rekan guru, saya hampir
saja menangis, meski akhirnya bisa ditahan dan hanya meneteskan bulir-bulir
hangat di ujung sana. Iya, saya sedemikian sensitifnya. Saya tidak tahu
bagaimana penilaian orang lain terhadap a “sensitive” guy.
Dalam artikel yang lain, ada yang
menulis bahwa perempuan banyak yang
mengharapkan seorang laki-laki yang sensitif, yang mana menurut mereka akan
lebih peka dalam menjalani kehidupan bersama dengan mereka, lebih lembut dalam
menjalin hubungan dan tentu saja lebih perhatian. Entahlah, saya malah tidak
percaya dengan semua itu karena memang saya belum sampai pada tahap hidup
bersama dengan seseorang yang disebut “istri”. Terlepas dari pandangan positif
dan negatif orang terhadap laki-laki yang sensitif, kadang saya tidak merasa
nyaman dengan perasaan sendiri.
Begitu juga dalam pertemanan, sering
saya merasa tidak nyaman dengan komunikasi yang menurut orang adalah hal yang
wajar, namun menurut saya itu adalah hal yang tidak wajar. Kadang, hanya karena
perbedaan pemahaman terhadap sesuatu, karena tidak terjalinnya komunikasi yang
baik, bisa membuat saya berpikiran yang tidak baik, menyalahkan diri sendiri, mungkin
saya yang salah, mungkin saya yang terlalu berlebihan, mungkin saya yang
terlalu serius, dan ada banyak kemungkinan yang lain.
Pernah suatu ketika, saya merasa
sangat bersalah dengan seorang teman hanya karena kesalahan dalam memahami
bahasa. Seorang teman pernah mengirimi saya sebuah pesan dalam bahasa Inggris,
“Don’t bother,”
Pemahaman saya, itu artinya “Don’t
disturb”, saya balas,
“Sorry, I just wanna keep my promise”
Beberapa saat kemudian pesan balasan
masuk,
“You don’t understand, I mean “Don’t
worry”
Barulah kemudian ada penjelasan bahwa
dia menggunakan google translate untuk membalas pesan saya, dan saya
paham dengan usahanya untuk bisa berbahasa Inggris. Hanya karena komunikasi
yang demikian saja, saya kadang merasa sangat bersalah, dan tidak nyaman. Saya tidak
tahu apakah ini bagian dari sifat seseorang yang sensitif atau bukan. Yang jelas,
saya berusaha untuk bersikap senormal mungkin.
Lain lagi dengan masalah kepekaan
hati, saya tipe orang yang mudah tersinggung, meski disisi yang lain saya mudah
“memaafkan”. Namun, kadang perasaan yang demikian mudah tersinggung dengan
ucapan maupun sikap orang lain, saya merasa “unsecure” dengan diri
sendiri dan saya rasa ini perlu untuk diubah menjadi lebih baik, lagi, bukan?
Saya percaya, tidak hanya saya
sendiri yang merasakan hal ini, ada banyak orang yang mungkin juga merasakan
hal yang sama dengan apa yang saya rasakan. Dalam sebuah artikel yang lain saya
pernah membaca 7 ways to treat a sensitive guy, ada beberapa cara yang
dipaparkan, kemudian saya menemukan dua cara yang menurut saya lumrah dan itu
normal. Pertama, make him feel secure, kedua, don’t try to make him
jealous,. Oh well, siapa sih yang mau dibuat “unsecure” oleh
pasangan hidupnya? Siapa sih yang mau dibuat “jealous” oleh pasangannya?
I think no one wanna feel that way.
PR terbesar saya adalah bagaimana
mengelola perasaan yang cukup sensitif ini, bisa menjadikannya sebagai sebuah
kelebihan dalam memaknai sesuatu. Bisa berusaha semaksimal mungkin menjadi
seseorang pribadi yang baik terlepas dari kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Inilah keunikan ciptaan Tuhan, manusia diciptakan dengan
kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan saya percaya akan itu.
*curcol pagi, ditulis
sambil menunggu dosen Tafsir*
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan