Kurang lebih sudah 3 Minggu saya
hengkang dari Mafaza karena melanjutkan Studi di Pascasarjana UIN Malang. Sejak
awal, saya memang sudah mewanti-wanti pada anak-anak di Pesantren Mafaza untuk
tetap melakukan kebiasaan-kebiasaan baik yang sudah saya tanamkan pada mereka
selama ini. Tentu ada air mata yang menemani kepergian saya dari Mafaza. Di mafaza
lah saya belajar menjadi lebih dewasa, mulai berbaur, mulai menjalin hubungan
baik dengan anak-anak Mafaza, dan juga mulai memperbaiki kualitas ibadah kepada
Allah SWT.
Ada banyak hal yang Allah berikan
pada saya selama berada di Mafaza, terutama saat menemani para santri yang ada
di Mafaza. Nah, beberapa hari terakhir, ada banyak yang sms, WhatsApp, inbox di
Facebook, BBM ataupun melalui skype. Tri Irawan, Jovi, Yoko, Eko sudah sejak
beberapa waktu yang lalu berbagi cerita tentang kondisi mereka di pesma saat
ini.
Seperti pagi ini, saya menyapa Nasir
melalui facebook. Kemudian menanyakan bagaimana Mafaza. Berikut jawaban Nasir;
“Waduh semuanya sepi, kayak membangun
dari nol lagi. Mas Arif juga pergi. Good Habbits
yang kemarin coba dibangun berantakan lagi.”
Saya membalas pesannya.
“Justru sebenarnya inilah pembuktian,
apakah kalian sudah bisa mandiri atau belum. Mungkin kenyataannya memang belum
siap ditinggal.”
“Mungkin emang bener juga. Kalo diruntutkan,
baru tanam awal habbits ketabrak
ramadhan, setelah lebaran belum terkondisi, kemudian ditinggal pergi.” Lanjutnya.
“Bukannya ada Ustadz yang baru pindah
ke Mafaza?” Tanya saya lebih lanjut.
“Jika saya pribadi, liat Ustadz yang
baru belum bisa bermesraan dengan anak-anak pesma, entah karena sudah terlanjur
berkeluarga atau ada sebab lain. Memang memprihatinkan, anak-anak masih belum
siap dilepas betul.”
Chatting pun
saya akhiri.
Tri Irawan beberapa hari yang lalu
juga chatting dengan saya,
menyampaikan kekhawatirannya karena tidak ada lagi yang membimbing mereka
menghafal Al Quran. Hafalan yang kemarin sudah dimulai malah terhenti, tidak
ada semangat untuk melanjutkan lagi karena tidak ada yang membina secara khusus
seperti sebelumnya. Hanya Jovi yang terus menambah hafalannya dengan penuh
semangat. Selebihnya biasa saja. Kekhawatirannya juga ada pada santri baru.
Jovi pernah mengeluh karena teman-temannya
tidak lagi ada semangat untuk bangun malam seperti sebelumnya, hanya segelintir
santri yang ikut shalat malam. Biasanya, pagi Jumat, pukul 03.30, kami shalat
tahajud bersama, saya yang menjadi Imam, kadang bergantian dengan santri Pesma.
Selain pagi Jumat, shalat tahajud dilakukan secara mandiri di masjid. Sebelum subuh
biasanya mereka sudah di Masjid.
**
Dear Pesma
Jangan pernah berhenti berusaha lebih
baik, karena orang yang beruntung adalah mereka yang hari ini lebih baik dari
hari-hari sebelumnya. Jangan lepas dari kebaikan-kebaikan yang sudah kita
bangun bersama, disinilah pembuktian kemandirian kita dalam membangun kesadaran
beragama sebagaimana yang sering kita sampaikan saat Ramadhan yang baru saja
berlalu.
Jika sebelumnya kita bisa saling
beriringan, bersama-sama mewujudkan sebuah kondisi dimana satu sama lain saling
mengingatkan akan kebaikan, maka seharusnya sekarang pun kalian bisa lebih
mandiri dalam mewujudkan generasi-generasi yang dirindukan surga.
Kehidupan memang demikianlah adanya,
selalu saja ada yang datang dan pergi dari kehidupan kita. Disinilah pembuktian
kesadaran diri kita masing-masing untuk meyakinkan bahwa kita siap untuk tetap
konsisten dalam melakukan good habbits
yang sudah kita sepakati dahulu.
Jangan lepas dari Al Quran, jangan
lepas dari shalat malam yang selalu kita dirikan bersama, jangan lepas dari
kesadaran untuk menyegerakan diri untuk menghadap Allah SWT. Kalian sudah
dewasa, sudah bisa memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang tidak. Lakukan
semua dalam rangka mencari keberkahan hidup, dalam rangka mencari ridha Allah
SWT.
Perlu perjuangan hebat memang, untuk
mewujudkan itu semua. Disinilah perjuangan kita semua, dalam mewujudkan apa
yang sudah kita impikan bersama. Jika terus seperti ini, terlena dalam
kekosongan, bisa saja akan menguap, menghilang begitu saja dan semua kembali
seperti semula, dimana Pesma hanya sekadar tempat tidur, tanpa menghasilkan
apa-apa.
Pesantren Mahasiswa ini adalah
sebagai wadah kita mengembangkan diri. Kalian yang lebih tahu apakah kalian
sudah semakin lebih baik atau malah sebaliknya. Mafaza memang belum bisa
memberikan pelayanan terbaik untuk kalian. Belum bisa membina secara terus
menerus, belum bisa secara fokus mewujudkan harapan kalian saat pertama kali
masuk ke Mafaza. Tapi jangan jadikan itu alasan untuk tidak berjuang menjadi
lebih baik.
Kalian tahu? Saya sering menangis
saat bangun malam, mendengar suara lantunan ayat-ayat suci Al Quran dari kalian
semua. Saya sering menangis sebagai ucapan syukur karena akhirnya kalian mau
bangun malam, mendirikan shalat malam, menghafal ayat-ayat Allah hingga subuh
menjelang, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Saya sering
meraba dada yang berdegup lebih kencang saat melihat tawa bahagia kalian saat
sedang bersama-sama bergotong royong membersihkan rumah Allah yang selama ini
telah menjaga kita. Maka, jangan biarkan kondisi sekarang ini merusak semua
kebiasaan-kebiasaan baik yang sudah kita jalani beberapa waktu yang lalu.
Saya
percaya, kalian bisa kembali harmonis, kembali bahagia menjalani ini semua
dalam rangka menjadi pejuang Allah dalam rangka menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi ini. Melangkahlah dengan
pasti, buang kekhawatiran-kekhawatiran yang selama ini menjadi beban,
percayalah, bahwa Allah SWT selalu ada bagi hamba-Nya yang selalu berusaha
mendekatkan diri pada-Nya. Tetap semangat, Faiza
‘Azamta Fatawakkal’Alallah. Salam rindu dariku untuk kalian semua.
Insya Allah Ustadz.
ReplyDeleteBukan hanya saya saja sebenarnya yang masih semangat menghafal Qur'an tadz. Mas Nasir, Ulil, Eko, Pahri, Arifin, Mas Andi, dan masih banyak lagi yang lain. Mereka semua hebat. Insya Allah kedepannya juga akan tetap hebat.
Barakallah.
Jovi dan kawan-kawan.
Alhamdulillah :)
Delete