Sore ini, saya mendapat surat dari pembaca buku saya yang berjudul
“Dear Faris”. Beberapa hari sebelumnya saya juga mendapat surat dari lima orang
pembaca buku saya dan meminta saya untuk menemui mereka, mereka ingin mengundang
saya dan berbincang santai. Mereka butuh motivasi, mereka butuh arahan agar
bisa menjadi lebih baik lagi dalam menjalani hidup. Saya pun menyanggupi
keinginan mereka, dengan syarat di akhir pekan, karena saya tidak bisa
bepergian selain di akhir pekan.
Dan sore ini, kala hujan semakin menderas, seseorang mengetuk pintu
kamar saya dan mengantar surat yang dibalut dengan amplop berwarna putih
bersih, dan disana tertulis jelas ditujukan untuk saya. Saya membukanya
perlahan, kemudian membaca surat singkat namun menyentuh hati.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat malam Pak Ustadz Arian
Sahidi, semoga Allah memberikan kesehatan untuk Ustadz.
Nama saya Okta, Ustadz. Setelah saya
membaca novel “Dear Faris”, saya sangat terinspirasi dengan novel tersebut.
Awalnya, saya juga putus asa karena
ditinggal kedua orang tua saya. Kedua orang tua saya meninggal karena
kecelakaan maut yang terjadi pada saat saya kelas 6 SD. Waktu itu, saya sedang
pergi ke mushala bersama nenek. Pas saya pulang, saya langsung mendengar kabar
meninggalnya kedua orang tua saya. Pantesan, waktu berangkat ke mushala rasanya
nggak niat banget. Orang tua saya meninggal di Jambi, Sumatra.
Sejak waktu itu, saya selalu tidak
percaya kalau kenyataannya orang tua saya sudah tiada. Saya juga anak tunggal. Sebenarnya,
saya punya saudara kembar, tapi tidak tahu dimana, dibawa oleh orang dan saya
pun menjadi anak tunggal.
Tapi, setelah saya membaca novel
Ustadz, saya selalu teringat kata ustadz “Bahwa kehilangan bukan berarti harus
kehilangan semangat hidup”.
Terimakasih, ya, Ustadz, sudah
menciptakan novel “Dear Faris” yang sangat menginspirasi saya.
Saya harap, suatu saat Ustadz bisa
berkunjung ke asrama, dan kalo boleh, Okta dan teman-teman asrama ingin punya
nomornya Ustadz Arian. Ditunggu balasannya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
**
Dear Okta, titip salam untukmu dan untuk teman-temanmu di asrama, ya.
Terimakasih sudah membaca buku saya, semoga bisa memberi inspirasi
dalam hidup Mbak Okta.
Kita memang tidak pernah bisa tahu, kapan Tuhan akan mengambil
orang-orang yang kita cintai, bisa saja hari ini, esok, atau mungkin di waktu
yang masih lama. Kita memang tidak pernah akan tahu, karena semua itu adalah
rahasia Allah SWT.
Sebagai hamba-Nya, tugas kita adalah menghambakan diri
sepenuh-Nya, menjalani kehidupan ini dengan baik, meski berbagai macam cobaan datang
silih berganti. Sedalam apapun luka, Tuhan selalu menyediakan penawarnya. Nyatanya
Tuhan tidak pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan kita. Ia percaya,
bahwa hamba-Nya pasti mampu menghadapi cobaan yang Ia berikan.
Saya belum pernah merasakan kehilangan Ayah maupun Ibu, jadi saya
tidak terlalu paham betapa dalam luka yang engkau rasakan, tapi saya percaya,
Mbak Okta bisa bertahan sampai hari ini karena keyakinan akan kehendak Tuhan. Inilah
jalan hidup yang harus kita lalui, kita hanya bisa melakukan semuanya dengan
baik, bahkan terbaik. Tuhan selalu ada bagi hamba-Nya.
Insya Allah, saya akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan
kalian semua di asrama, dan semoga pertemuan bisa segera terwujud, saling
berbagi inspirasi, saling menguatkan satu sama lain. Karena, kadang kita hanya
butuh didengarkan, tanpa perlu adanya penghakiman.
Terimakasih sudah mau berbagi cerita dengan saya, dan semoga saya
bisa terus melahirkan karya-karya yang bisa memberi manfaat bagi ummat. Amin.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan