Dua hari yang lalu, saat jam makan
siang, tiba-tiba ada dua orang juarnalis yang datang ke sekolah dan mencari saya.
Padahal tidak ada informasi sebelumnya, tidak ada janji sebelumnya. Tiba-tiba
mereka nongol aja di sekolah dan langsung mencari saya. Saya rada kaget, ini kenapa mereka
nyariin saya? Saya kan nggak ada terkenalnya, kenapa bisa mencari saya? muwhahaha
Faris sedang berada di samping saya,
saat keduanya meminta waktu untuk berbincang dengan saya. Konon mereka sudah
lebih dulu bertemu dengan anak-anak dan bertanya kepada mereka tentang sosok “Guru
Favorit” mereka dan nama saya yang keluar sebagai guru favorit mereka. Wuahaha ini
sedikit lucu deh menurut saya.
“Kami akan akan mem-publish
tentang Bapak sebagai Guru Favorit bagi anak-anak di sekolah ini.” Begitulah penjelasan
mereka saat saya Tanya tujuan dari wawancara singkat ini.
Saya hanya tersenyum tipis, sambil
menatap wajah mereka yang seolah-olah ingin menerkam saya #iniLebay
Dan akhirnya, wawancara pun dimulai. Saya
menjawab dengan santai berbagai macam pertanyaan mereka, mulai dari identias
dasar, sampai pada status saya sebagai Guru Muda yang masih SINGLE (caps lock
on) wuahaha.
“Saya masih canggung untuk memanggil
Bapak Guru, karena dari segi usia masih sangat muda untuk ukuran seorang Guru,”
ucap salah seorang jurnalis saat meminta saya berdiri untuk pengambilan gambar.
Dalam hati saya bergumam, “Sejak
kapan Guru ada batasan usia minimalnya?” hehe
Mereka bertanya banyak hal bagaimana
saya mengajar di sekolah dan mereka sangat tertarik dengan penjelasan saya
tentang sekolah saya yang merupakan sekolah Inklusi, dimana anak-anak berkebutuhan
khusus belajar bersama dengan anak-anak lainnya di sekolah umum.
“Bagaimana cara menghadapi anak-anak
berkebutuhan khusus tersebut, Pak?” tanyanya lagi.
“Menghadapi anak-anak berkebutuhan
khusus tentu memerlukan keterampilan, dimana seorang Guru harus lebih dahulu
mengerti tentang anak-anak ini, dengan demikian, mereka dilibatkan dalam proses
pembelajaran, tidak hanya dijadikan penonton yang tidak dianggap keberadaannya.
Harus ada perhatian khusus kepada mereka yang special needs ini. Kita harus
membuat mereka nyaman dengan kita, membuat mereka merasa dihargai meski mereka
berbeda dengan yang lainnya.”
“Kadang, karena ketidakmengertian
seorang Guru akan anak-anak ini, mereka akhirnya hanya menjadi pendengar yang
tidak dianggap keberadaannya. Mereka tidak dibina dengan baik, sehingga mereka
tidak mendapatkan apa-apa saat bersekolah di sekolah Inklusi. Padahal, mereka
memiliki hak untuk diberi perhatian sama layaknya seperti anak-anak yang
lainnya.” Saya menjawab pertanyaannya sedikit panjang.
Saya selalu bersemangat jika diajak
berbincang tentang anak-anak berkebutuhan khusus. Saya sengaja belajar tentang
anak-anak berkebutuhan khusus, agar bisa mendidik mereka dengan baik, agar
membuat mereka tumbuh sebagai anak-anak yang bisa mandiri nantinya, tidak
selalu harus bergantung pada orang lain. Saya masih dalam tahap pemula akan
anak-anak ini.
Selain itu, saya juga menjelaskan
tugas yang diamanahkan kepada saya, yaitu mengajarkan anak-anak bagaimana
membaca Al Quran dengan baik dan benar. Saya selalu sedih, jika melihat
anak-anak tidak diberi waktu yang cukup untuk berinteraksi dengan kalam Allah. Coba
perhatikan anak-anak yang ada di sekeliling kita, mereka banyak sekali ikut
berbagai macam les A B C D E F, tapi tidak diberi waktu untuk belajar membaca
Al Quran, kenapa tidak ikut les Al Quran? Padahal Al Quran menjadi panduan
hidup kita.
Dua orang jurnalis di hadapan saya
mengangguk tanda setuju.
“Betul sekali, semuanya harus
berimbang, ya, Pak.” Ujarnya sambil menulis di buku yang ada di tangannya.
“Bukankah indah, ketika anak-anak
tumbuh menjadi generasi muslim yang baik? Mereka boleh menjadi dokter, tapi
dokter yang sholeh. Mereka boleh memilih profesi yang mereka inginkan, tapi tetap
berpegang teguh pada Al Quran. Bukankah bahagia jika mereka tumbuh menjadi
polisi yang juga hafal Al Quran, Pilot yang juga hafizh Al Quran, pengusaha
yang juga hafal Al Quran dan profesi-profesi yang lain.” Saya mengakhiri
penjelasan sambil mengusap keringat yang sedari tadi membasahi muka saya.
Perbincangan pun kembali di lanjut,
saya menjawab satu persatu pertanyaan mereka dengan tenang dan penuh antusias
hingga wawancara pun selesai.
Keesokan harinya, saya melihat hasil
wawancara dengan saya di publish di Koran pagi Radar Banyumas dan saya hanya
berharap, semoga saya bisa menjadi teladan yang baik bagi anak-anak didik saya,
sehingga mereka bisa tumbuh menjadi generasi muslim yang bisa memberi manfaat
bagi orang-orang yang ada di sekeliling mereka. Amin
Mari menjadi teladan yang baik bagi
anak-anak kita, karena mereka adalah amanah yang diberikan Tuhan pada kita.
Aidir menyukai ini. (y)
ReplyDeletehttp://mohamadkhaidir93.blogspot.com/
:)
terimakasih :)
Delete