Bahagia, satu kata itu yang selalu
muncul tiap kali saya menulis. Menulis adalah bagian dari saya yang sudah mulai
saya cintai sejak beberapa tahun terakhir. Ada bahagia yang meluap-luap saat
melihat buku saya terbit.
Sebagian besar dari buku saya adalah based on a true story, saya merasa lebih
nyaman menulis apa yang benar-benar saya alami. Saya masih belajar untuk bisa
menulis fiksi, dan itu memang butuh waktu. Saya harus meluangkan waktu untuk
bisa menulis dengan baik dan lebih baik lagi.
Menulis itu candu, candu yang nikmat.
Kamu tahu, saya menemukan passion ini
sejak menjelang semester akhir kuliah dan saya masih ingat dengan baik, ketika
ada orang yang merobek tulisan saya di majalah dinding kampus dan itu saya
jadikan semangat untuk terus berkarya.
Kemarin, saya mendapatkan kiriman
paket buku terbaru saya yang berjudul “Dear Faris” sebuah buku yang juga saya
ambil dari catatan harian saya saat menemani dia di kondisi yang terluka.
Faris Ersan Arizona, dia adalah salah satu murid saya, dia begitu baik dan tegar dalam
menjalani cobaan demi cobaan di usianya yang masih muda. Dan saya kagum akan
ketegarannya dalam menjalani itu semua.
Dia dan bapaknya mengalami
kecelakaan. Bapaknya meninggal dunia, sedangkan Faris harus menjalani proses
operasi di bagian kakinya. Luka? Ah jangan kalian Tanya lagi betapa dalam luka
yang ia rasakan. Namun satu hal yang ingin saya beritahukan, betapa ia tegar
dalam menjalani semua itu.
Faris menjalani operasi, kemudian
satu bulan selanjutnya dia terjatuh dan menjalani proses operasi lagi. Disaat itulah
dia sempat down dengan apa yang ia
alami. Dan buku ini adalah perjalanannya untuk kembali melangkah, meski harus
tertatih. Dia tetap berusaha untuk tegar meski harus mengulang kembali semua
perjuangannya sedari awal. Saya melihat sendiri bagaimana dia berjuang untuk
terus bertahan disaat hati ditemani luka yang semakin dalam
Tapi, Faris, pahlawan kecilku ini
begitu meyakini akan kuasa Tuhan. Ia percaya, bahwa Tuhan tidak akan pernah
mencoba hamba-Nya, melebihi kemampuan sang hamba. Dengan demikian, meski sempat
down, tapi dia tidak membenci Tuhan.
Tuhan selalu mempunyai rencana yang
indah untuk hamba-Nya. Bukan? Seberat apapun cobaan yang kita alami, selalu ada
jalan keluar yang Allah berikan, kita hanya harus melakukan semuanya dengan sebaik
mungkin, jangan pernah berputus asa, karena Allah begitu sayang pada kita.
Dan ketika kita semua melakukan
semuanya dengan terbaik, maka Allah pun akan memberikan hasil terbaik pada
kita. Ia tidak pernah tidur dan tidak pernah lengah atas tingkah hamba-Nya. Bahkan
ketika kita jauh akan Tuhan, Ia tetap Mahakasih, memberi kita begitu banyak
anugerah hidup.
Dari Faris, saya banyak belajar
bagaimana menyikapi permasalahan hidup.
Darinya, saya belajar untuk tetap
tegar, meski luka semakin dalam.
Dan darinya, saya semakin belajar
untuk mencintai Tuhan.
Akhirnya, inilah persembahanku untuk
pahlawan keciku, terimakasih karena sudah menjadi inspirasi dalam penulisan
buku ini.
Selamat berjuang, anakku
Salam, dari gurumu
Arian Sahidi
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan