Skip to main content

Kapan Nikah?


 “Aku sendiri bukan karena tidak ada yang memilih. Kesendirianku adalah sebuah proses memperbaiki diri, dengan harapan Allah akan mempertemukanku dengan seseorang yang juga sedang berusaha menjadi lebih baik di hadapan-Nya.”

Mungkin sudah ratusan, bahkan bisa jadi ribuan kali pertanyaan ini diajukan padaku. Tiap kali pertanyaan itu diajukan, aku hanya tersenyum, kemudian menjawab “Insya Allah, segera”. Aku menganggap bahwa pertanyaan ini adalah pertanyaan sakral, karena memang tidak ada yang bisa mengetahui kapan aku akan menikah. Menikah bukan hanya sekedar menyatukan dua insan atas nama cinta, tapi lebih dari itu. Pernikahan adalah bagian dari bentuk ketaatan kita akan Ia yang segala Maha. Dialah yang telah memberi kita rasa untuk memiliki pasangan hidup. Namun pertanyaannya adalah, kapan jodoh itu akan ia pertemukan?
            Mungkin pertanyaan ini sedikit dramatis. Ada banyak sahabat yang dari segi umur sudah tidak bisa dibilang masih “muda”. Hingga umur yang hampir memasuki kepala empat, namun jodoh tak kunjung datang.
            “Kapan, ya, saya akan bertemu dengan jodoh yang dijanjikan Tuhan.”
            Kami berbincang sambil menikmati segelas teh hangat di salah satu tempat makan.
            Aku menatapnya lekat-lekat. 
            “Allah sudah menjanjikan jodoh bagi hamba-Nya. Tapi kamu nggak bisa hanya berdiam diri begitu saja. Jodoh itu harus dicari. Ibarat kamu lapar, harus makan dulu baru bisa kenyang. Nggak mungkin kamu bisa langsung kenyang kalau hanya berdiam diri di kamar. Harus ada usaha untuk menemukannya.”
            “Aku putus asa,” jawabnya lesu tak bersemangat.
            “Hey, kok jadi lesu gitu? Kamu percaya kan dengan janji Tuhan?”
            Ia mengangguk, kemudian menyeruput minumannya yang tinggal separoh.
            Mungkin ada banyak orang yang di luar sana, yang juga putus asa karena jodoh tak kunjung datang. Sekian lama penantian, namun tidak ada tanda-tanda kehadiran si dia yang notabene akan menjadi pasangan hidup. Bersabarlah, sambil terus berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.
            Pertanyaan “Kapan nikah?” sebenarnya adalah pertanyaan yang sangat sensitif, terutama bagi perempuan. Bagi seorang laki-laki mungkin tidak terlalu sensitif, meski kadang aku juga merasa sedikit terganggu dengan pertanyaan ini. Aku lebih menganggap bahwa ini adalah pertanyaan yang muncul karena bentuk perhatian mereka, tidak ingin melihatku terus menyendiri.
            Ada banyak orang yang sampai marah karena terus dijejali oleh pertanyaan ini. Karena memang tidak semua orang bisa memberikan jawaban. Siapa yang tidak ingin menikah? Mereka hanya sedang berproses menuju semua itu. Tak perlu kalian jejali dengan pertanyaan itu. Kamu tahu, kadang pertanyaan itu membuat seseorang segera mengakhiri kesendiriannya, menikah dengan siapa pun asal dia tidak lagi mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi, bukankah setelah menikah akan ada pertanyaan lain? “Kapan punya anak?” Setelah punya anak pun aka nada pertanyaan selanjutnya, “Kapan punya anak lagi?”
            Jika ada rekan guru yang terlalu sering menanyakan pertanyaan “kapan nikah?” ini, aku hanya bisa tersenyum, kemudian menjawab, “Mohon doanya,ya”. Kadang pertanyaan tidak terhenti sebatas satu pertanyaan saja, bisa diikuti dengan runtutan pertanyaan-pertanyaan yang lain.
            Apa lagi yang kamu tunggu? Bukankah kamu sudah siap untuk menikah?
            Setiap kali ada pertanyaan ini, aku selalu merangkai doa-doa kepada Tuhan, semoga aku dipertemukan dengan seseorang yang shalehah, yang akan menjadi pendamping hidupku, yang akan mendidik anak-anakku kelak dengan tuntunan yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam shalat malamku, aku kadang menangis, sembari memohon ampunan kepada-Nya. Karena aku percaya dengan janji-Nya; bahwa laki-laki yang baik akan mendapatkan pasangan hidup yang baik pula. Begitu pula sebaliknya. Aku sedang berusaha untuk menjadi lebih baik lagi, dan aku percaya, bahwa dia yang akan menjadi pasangan hidupku juga sedang berusaha untuk menjadi lebih baik lagi di hadapan Tuhannya.
            Sebagaimana dengan janji Allah dalam QS. An Nur: 26 :
                “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).” (An Nur: 26)
            Jika ayat di atas dihubungkan dengan kehidupan kita, maka sebenarnya setiap orang pasti memiliki pasangannya (jodohnya) masing-masing yang sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Sederhananya begini, jika kamu ingin mengetahui seperti apa pasangan hidupmu nanti, maka silahkan berkaca diri. Jika kamu selalu berusaha untuk menjalani hidup sesuai dengan aturan Allah Swt., maka kamu pun akan mendapatkan pasangan hidup yang juga selalu berusaha menjadikan Allah Swt. sebagai pelindungnya dalam menjalani kehidupan di dunia. Begitu juga sebaliknya, jika kamu selalu berbuat dosa, maka pasangan hidupmu pun akan sama demikian, yaitu seseorang yang juga dilumuri oleh dosa.
            Lantas bagaima dengan kenyataan yang ada, ada banyak wanita baik-baik, tapi mendapatkan pasangan hidup yang tidak baik?
            Allah yang maha tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya. Kita hanya mengetahui sedikit hal. Bisa saja itu adalah cobaan dari Allah Swt. bagi hamba-Nya. Bisa saja seseorang yang menurut kita baik, belum tentu baik di hadapan Allah Swt. Begitu juga sebaliknya, seseorang yang menurut kita tidak baik, bisa jadi baik di hadapan Allah Swt.
            Ini adalah janji Allah Swt. Ia tidak mungkin akan mengingkari janji-Nya sendiri. Sebagai hamba yang baik, tugas kita adalah memercayai janji-Nya, seraya berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.
            Ada banyak orang yang menulis sekian banyak kriteria dalah mencari pasangan hidup, dengan harapan akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi saat berpasangan dengan seseorang yang shaleh/shalehah. Pertanyaannya adalah, sejauh mana seseorang itu mengoptimalkan keshalehan dirinya sendiri tanpa menuntut orang lain yang notabene orang yang akan menjadi pasangannya untuk menjadi seseorang yang shaleh/shalehah? Sementara dirinya jauh dari keshalehan. Seseorang yang paham akan berusaha memperbaiki dirinya terlebih dahulu, sebelum ia mencari seseorang yang shaleh/shalehah yang akan menjadi pasangan hidupnya.
            Sebesar apa pun usaha yang kita lakukan untuk mendapatkan seseorang yang sejak lama kita sukai, jika bukan jodoh maka tidak akan dipersatukan oleh-Nya. Karena semua itu adalah rahasia Allah Swt. Dia lah yang Mahakuasa atas hati manusia. Begitu juga sebaliknya, jika ada seseorang yang selama ini tidak masuk dalam perhitunganmu dalam mencari jodoh, jika memang sudah jodoh maka akan dipersatukan oleh-Nya. Jodoh tidak akan kemana. Tapi, tetap saja, orang-orang yang berikhtiar lebih keras, cenderung lebih cepat mendapatkan jodohnya daripada orang-orang yang menunggu datangnya jodoh. Karenanya, kita pun harus introspeksi diri, seberapa besar usaha kita untuk mendapatkan jodoh tersebut. Selebihnya biarkan Allah Swt. yang memperlihatkan betapa indah rencana yang telah Ia atur untuk kehidupan kita.
“Jika ingin mendapat suami yang baik, maka jadilah perempuan yang baik. Jika ingin mendapatkan istri yang baik, maka jadilah laki-laki yang baik.”

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Singgah Keren di Batu

Tempat tidur super nyaman Kota batu adalah salah satu kota yang menjadi favorit saya saat ini, selain karena saya memang stay disini sejak 1,5 tahun yang lalu, kota ini memang memiliki daya tarik luar biasa, apalagi kalo bukan alamnya yang indah, udaranya yang sejuk, dan beberapa tempat wisata yang modern seperti Jatim Park 1, Jatim Park 2, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, dan masih banyak lagi. Jadi, Batu merupakan salah satu pilihan yang tepat untuk dijadikan tempat berlibur bersama orang-orang yang dicintai.             Meski sudah stay di Batu selama kurang lebih 1,5 tahun, namun saya belum berhasil mengunjungi semua tempat wisata di Batu, biasalah saya ini pengangguran yang banyak acara, sibuk sama buku-buku di perpustakaan (ini pencitraan banget). Baiklah, saya tidak akan membicarakan tentang liburan saya yang tak kunjung usai, akan tetapi, saya akan memberi satu tempat rekomendasi yang bisa kamu jadikan tempat bermalam selama kamu berada di Batu. Saya jamin, tempa

Paralayang Batu

Salam. Tiga hari terakhir, saya lagi banyak kerjaan (baca: tugas kuliah ama jalan-jalan, hehe). Kebetulan Reimer, sahabat saya dari Rotterdam-Holland sedang berkunjung ke Malang. Sebagai sahabat yang baik, tentunya saya mau mengajak dia menjelajahi Malang dan sekitarnya, dong, hehe. Sejak Minggu saya sudah menemani Reimer jalan-jalan. Saya hanya menemai ketika kuliah sudah selesai aja, sih. Biasanya dari ashar sampai malam. Nah, selain kelayapan di Malang, saya mengajak Reimer untuk menikmati keindahan pemandangan dari atas ketinggian Gunung Banyak yang merupakan tempat bagi kamu yang berani uji nyali untuk terbang dari ketinggian dengan bantuan parasut atau biasa dikenal dengan Paralayang.

Tentang Tato

Bermula dari tweets saya yang membahas tentang tato, sekarang saya ingin menjadikannya sebuah artikel. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, atau menghakimi orang-orang yang mempunyai tato. Tulisan ini dari sudut pandang agama (Islam) dan medis. Tentunya ini hanya sebatas pengetahun saya saja. Saya pernah menanyakan alasan bertato kepada teman-teman yang mempunyai tato. Sebagian besar jawabannya adalah “seni, keren, punya makna tersendiri, laki banget, dan sebagainya” . Tato tidak hanya digemari Kaum Adam, namun Kaum Hawa pun juga menggemari tato. Saya pernah membaca, tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang berarti “tanda”. Para ahli menyimpulkan bahwa tato sudah ada sejak tahun 12.000 Sebelum Masehi.  Lantas bagaimana Islam memandang tato?  Sumber hukum utama dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya sebagai landasan utama umat Islam hidup. Allah swt. memberikan kita pedoman dalam menjalani hidup. Di dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa ayat 119 Alla