Mungkin aku hanya ditakdirkan untuk
“mencintai”, bukan “dicintai” apalagi mencintai dan dicintai. Aku hanyalah
seseorang yang terlalu sering mencintai, tanpa pernah merasakan indahnya
dicintai. Atau apakah aku terlalu takut dengan sesuatu yang baru? Seperti
ketika ada seseorang yang memberi perhatian lebih dalam hidupku.
Kadang aku lelah, jika
terus harus mencintai, tanpa pernah dicintai oleh seseorang yang kucintai. Aku
adalah pangeran cinta yang hanya memiliki sebelah sayap cinta yang tidak bisa
membawaku terbang menuju cinta. Aku hanya sendiri, bergelimang cinta yang tidak
pernah berhasil berlabuh ke hati seseorang yang bisa mencintaiku layaknya cinta
yang kumiliki.
“Itu karena kamu terlalu
pemilih, Mas,” ucap salah seorang sepupuku.
Aku? Pemilih? Aku bahkan
tidak memiliki pilihan. Adakah wanita di hadapanku yang siap untuk kupilih?
Tidak ada. Kalian salah jika mengatakan bahwa aku adalah seorang laki-laki yang
terlalu pemilih dalam mencari pasangan hidup. Aku bahkan tidak memiliki pilihan
itu.
“Kamu pernah ngungkapin
perasaanmu ke wanita itu nggak, Mas?” Tanya salah satu temanku.
Mengungkapkan? Selalu.
Aku selalu mengungkapkan rasaku kepada wanita yang kucintai. Tapi, aku hanya
berhasil mengungkapkan rasaku, bukan berhasil merasakan betapa indahnya dicintai.
Aku hanyalah laki-laki yang terkena kutukan dewa cinta
Sendiri, merasakan indahnya mencintai
Tanpa pernah merasakan indahnya dicintai
Inilah aku, laki-laki yang penuh cinta Tapi sendiri
Adakah wanita di luar sana yang ingin memilikiku?
Mereka bilang, aku
hanyalah laki-laki yang terlalu menikmati hidup, hingga lupa untuk membangun
keluarga yang diridhai Tuhan. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa aku mencoba
untuk itu. Apa aku harus berteriak di hadapan semua orang bahwa aku sedang
berusaha untuk mencari seseorang yang memang telah Tuhan takdirkan untukku?
Haruskah?
Sepertinya aku memang
terkena kutukan. Hanya ditakdirkan mencintai, bukan dicintai.
“Pernah nggak seseorang
menyatakan cintanya padamu?” Tanya sahabat dekatku.
Harus kuakui, ada
beberapa wanita yang pernah menyatakan cinta kepadaku. Tapi, tiap kali mereka
menyatakan cinta kepadaku, aku tidak memiliki rasa yang harus kuberikan kepada
mereka. Hatiku tidak mencintai dan memilih untuk tidak menerima dan merasakan
dicintai.
“Mungkin karena itu, Mas,
sekarang mas merasakan hal yang sama, seperti yang pernah mas lakukan kepada
mereka yang menyatakan cinta kepada, Mas.”
Mungkin, jawabku sambil
mengembuskan nafas panjang, mencoba untuk menerima jalan hidup.
“Tidak ada yang namanya
kutukan cinta, hanya saja Tuhan belum mempertemukanmu dengan belahan jiwamu. Kamu
harus percaya, bahwa Tuhan sedang menyiapkan seseorang yang akan menjadi
pendamping hidupmu. Perbaiki diri, siapkan diri untuk menjadi suami yang baik,
ayah yang baik dari anak-anakmu kelak. Percayalah, bahwa Tuhan tidak buta.
Panjatkan doa kepada-Nya dalam tiap sujudmu, pinta pada-Nya istri yang
shalehah, yang akan membuatmu lebih mencintai-Nya.” Seorang ustadz memberiku
pencerahan saat kukatakan bahwa aku terkena kutukan cinta.
Aku tenang, mencoba untuk
bernafas teratur. Setelah mendengarkan panjang lebar penjelasan dari ustadz
itu, aku merasakan ketenangan. Tuhan, aku percaya dengan janji-Mu.
NB;Abaikan tulisan ini haha #kabur
ahaha sabaaar pak ustadz #abaikan komentar inih
ReplyDeletehaha gara2 baca novel Tenun Biru :)
Delete