Jum’at, 15 Februari 2013
Sore ini hujan, tapi saya dan dua
orang teman penuh semangat ingin berkunjung ke Pesantren An-Nur yang ada di
daerah Rempoah, Baturaden. Kami sedang mencari tempat untuk kegiatan sosial. Meski
hujan, kami tetap semangat menembus rintik-rintik hujan hehehe.
Sesampainya di Pesantren, anak-anak
sedang bermain di depan asrama. Mereka berlarian kesana-kemari, kemudian
berhenti saat melihat kami datang. Mereka menatap lekat-lekat wajah kami. Haru langsung
merembesi hati. Saya itu mudah banget terharu alias nangis (cengeng eh).
Mereka adalah anak-anak kecil yang
sudah yatim, piatu dan juga dhu’afa. Ah Tuhan, melihat senyum mereka, mendengar
renyah tawa mereka, kemudian melihat tingkah lucu mereka, adalah bagian rasa
bahagia yang sekarang sedang saya rasakan. Saya bahagia.
Setelah berbincang sejenak dengan
pihak pesantren, saya langsung menemui mereka, menyapa mereka, kemudian
berkenalan. Mereka malu-malu memperkenalkan nama mereka masing-masing. Kami mulai
bercerita banyak hal, tertawa dan berlarian kesana-kemari. Mereka menarik
tanganku, mengajak bermain bersama mereka. Saya mengikuti langkah kecil mereka,
ikut hanyut dalam dunia mereka. Bahagia sekaligus kasihan, hanya itu yang ada
di dalam hati saya.
Setelah berbincang sejenak, kami
masuk ke dalam kamar mereka, tempat mereka tidur, melepas lelah setelah
seharian beraktifitas. Lagi-lagi, saya amat kasihan dengan mereka. Kamar mereka
jauh dari kata layak huni. Mereka hanya tidur beralaskan kasur yang sudah
lusuh, bahkan ada yang hanya tidur beralaskan karpet. Sungguh sangat
memprihatinkan.
Meski demikian, mereka tetap
tersenyum, tertawa, dan tampak bahagia. Ah… mereka adalah anak-anak yang
mengajarkan saya arti bersyukur atas karunia Tuhan. Diumur mereka yang masih
sangat kecil, mereka sudah harus kehilangan ayah, atau pun ibu. Atau bahkan ada
yang masih belum mengerti tentang kehilangan. Karena mereka masih sangat kecil.
Beberapa di antara mereka sudah menempuh pendidikan di sekolah dasar, beberapa
lagi masih belum sekolah, dan ada juga yang sudah menyelesaikan pendidikan SMP
sederajat dan berhenti, mereka membantu mengelola pesantren. Lagi-lagi karena
tidak adanya biayalah yang menjadi penyebab mereka putus sekolah.
Sebelum pulang, kami shalat maghrib
berjama’ah terlebih dahulu, kemudian baru kembali ke rumah. Minggu depan, pada
tanggal 24 Februari, insya Allah, kami akan kembali berkunjung ke pesantren,
mengadakan kegiatan sosial, berbagi kebahagiaan dengan mereka, berbagi cerita
dan berbagi segala kebaikan. Semoga niat tulus ini tetap ada. Amin.
Aku menjabat tangan mungil mereka
sebelum pergi, salah satu anak bilang gini;
“Kakak, kapan datang lagi ke
pesantren?”
Dan saya hanya tersenyum, kemudian
bilang;
“Minggu depan, Insya Allah.”
Kami pun berpisah, meninggalkan
jejak-jejak kasih di sana.
Ada yang berniat gabung? Silahkan hubungi
saya di twitter @ariansilencer. Mari Berbagi kebahagiaan bersama mereka.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan