Bahagia Merayakan Cinta (6)
Terlabuhlah sudah rindu ini
Terlabuhlah sudah cinta ini
Lama ku nanti hadirmu dalam
dekapku
Kini, telah kujumpai
hangatnya cintamu
Bidadariku, aku bahagia bisa
bersanding denganmu
Dalam hening
malam, jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Evan masih belum bisa memejamkan
kedua matanya. Dia mondar-mandir di dalam kamarnya, seakan-akan dia sedang
memikirkan sesuatu sehingga dia tidak bisa merebahkan badannya di atas ranjang,
kemudian tidur lelap meninggalkan segala kegelisahan yang ada. Inikah yang
dirasakan oleh setiap orang yang akan menikah? Tanyanya dalam hati. Kegelisahan
yang menghantuinya membuat dia mengeluarkan peluh yang membasahi kaos oblong
yang dia pakai. Di tangannya ada selembar kertas yang bertuliskan bacaan ijab
qabul yang harus dia hapal. Dia mengulang kalimat-kalimat itu sampai hapal.
Awalnya, dia mencoba untuk menghapal ijab qabul yang berbahasa arab,
namun dia merasa kesulitan untuk mengucapkannya. Lidahnya masih belum bisa fasih
mengucapkan semua itu. Mungkin itu dikarenakan dia masih belum pandai membaca
Al-Qur’an, dia masih dalam proses memperbaiki bacaannya, agar bisa menjadi
lebih baik dan bisa menjadi imam bagi keluarga kecilnya nanti.
Malam ini adalah
malam terakhir Evan berstatus bujangan. Esok hari jika tidak ada halangan yang
melintang, dia akan menjadi seorang suami. Dia akan menikah dengan wanita
pujaannya. Wanita yang selama ini telah menemani mimpi-mimpinya. Lantas, apa
yang sebenarnya Evan takutkan? Bukankah ini semua adalah keputusan yang sudah
dia buat sendiri? Menikah dengan Winda adalah impiannya. Tapi, dia tetap
gelisah.
Jarum jam
tangannya sudah menunjukkan pukul tiga pagi, Evan baru bisa tidur lelap dan
melupakan kegelisahan yang mengganggu malamnya. Suara gerimis menemani
keheningan malam. Malam betul-betul hening, seakan-akan tidak ingin mengusik
Evan yang baru bisa istirahat melepas lelah.
Evan Pria
Nugraha, hanya dalam hitungan jam dia akan duduk di samping Winda calon istrinya,
di hadapan Pak Penghulu dan disaksikan oleh keluarga kedua mempelai. Mereka
akan disahkan dalam sucinya ikatan pernikahan. Meski dia sudah berusaha untuk
tidak gelisah dan canggung menunggu hari bahagia itu tiba, namun kenyataannya
sejak kemarin dia tetap gelisah menunggu hari bahagia itu datang.
Proses menuju
gerbang pernikahan tidak semuanya sesuai dengan rencananya. Awalnya, kedua
orangtuanya meragukan keputusan mereka menerima Winda sebagai calon menantu
mereka. Keraguan mereka muncul saat Bu Zaitun menceritakan hal yang sebenarnya.
Bu Zaitun memberitahu Pak Nugraha dan istrinya bahwa Winda adalah anak
angkatnya. Namun, keraguan itu berubah menjadi keridhoan saat mereka melihat
kesungguhan putra mereka untuk mempersunting si jantung hati. Hati keduanya
luluh oleh kekuatan cinta yang telah dibina oleh putra mereka. Kedua orangtua
Evan akhirnya mengizinkannya memilih
jalan yang ingin dia lalui bersama bidadarinya. Pak Nugraha dan istrinya juga
tersentuh melihat kejujuran Bu Zaitun yang sudah menceritakan semuanya kepada
mereka.
Evan Pria
Nugraha, nama itu sering menjadi bahan ejekan sahabat-sahabatnya. Mereka paling
suka menjadikan nama “Evan Pria Nugraha” sebagai bahan canda tawa saat mereka sedang
bersama. Tidak ada yang aneh dari nama itu, tapi sahabat-sahabatnya selalu
menggodanya. Seperti kala itu,
“Evan, kenapa
orangtuamu memberimu nama “Evan Pria Nugraha”? tanya Aldo.
“Karena Evan
adalah seorang pria, makanya nama itu yang dipilih. Coba aja kalo perempuan,
pasti namanya Evani Perempuannya Nugraha” Hesta menjawab sesuka hatinya,
kemudian dia pergi meninggalkan Evan dan sahabat-sahabatnya sambil tertawa.
Jika dia tetap di dekat mereka, maka diktat tebal akan menyapa pipinya dengan
mesra. Evan paling suka melakukan itu, melempar diktat ke muka sahabat-sahabat
yang mengganggunya. Evan sudah menyiapkan diktat tebal di tangannya, sejurus
kemudian Hesta sudah menghilang dari kelas. Sementara Faraj dan Aldo hanya
tersenyum melihat tingkah sahabat mereka.
Pagi menjelang,
keluarga besar Evan sudah sibuk menyiapkan diri untuk pergi ke tempat akad
nikah akan dilakukan. Evan masih di dalam kamar, dia masih belum memakai baju
pengantin yang sudah dibuatkan ibundanya. Baju itu masih tersimpan di dalam lemari
pakaiannya. Evan masih berbaring di atas ranjangnya, memeluk bantal guling
berwarna putih bersih. Entah apa yang ada di dalam benaknya, bukankah
seharusnya dia antusias menyambut hari ini?
Bu Nugraha
mengetuk pintu kamar putranya,
“Evan, segera
siap-siap. Bapak dan ibu sudah siap berangkat.”
Tidak ada
jawaban dari dalam kamar. Bu Nugraha mengetuk pintu untuk yang kedua kalinya,
tetap tidak ada jawaban. Bu Nugraha mulai mengkhawatirkan putranya. Ia membuka
pintu kamar Evan yang sengaja tidak dikunci dari dalam. Dia melihat putranya
masih berbaring di ranjang dan memeluk bantal guling. Di tangan Evan ada sebuah
photo, photo Winda dengan seragam SMP. Bu Nugraha duduk di samping putranya,
kemudian mengusap rambut putranya yang sebentar lagi akan menikah dan hidup
bersama Winda istrinya.
“Evan, kamu
kenapa, nak? Coba beritahu ibu, biar ibu tahu apa yang sedang kamu pikirkan.
Ini adalah hari bahagia, semua keluarga sudah siap untuk melihat pernikahanmu,
Jangan buat mereka kecewa.”
Evan masih diam,
pandangannya kosong. Bu Nugraha masih mengusap kepala putranya, menunggu sebuah
jawaban. Evan hanya tersenyum menatap ibunya, kemudian berdiri sambil memegang
kedua tangan ibunya erat-erat,
“Ibu, Evan nggak
apa-apa. Evan hanya masih belum percaya bahwa hari bahagia sudah tiba. Sudah
lama Evan menanti hari ini tiba” ucapnya.
Setelah
memastikan bahwa putranya baik-baik saja, Bu Nugraha meninggalkan putranya menyiapkan
diri.
Pak Nugraha
sudah terlihat gagah mengenakan jas berwarna hitam dan setelan celana panjang
berwarna senada dengan jasnya. Bu Nugraha mengenakan kebaya yang berwarna
kuning, kebaya itu mempunyai kenangan yang begitu berharga. Kebaya itu adalah
pemberian mendiang ibunya. Dia sengaja menyimpannya, kemudian akan memakainya
di hari yang spesial. Hari ini adalah hari yang sangat spesial, karena hari ini
putra semata wayangnya akan menikah dengan wanita pilihannya.
Kedua mempelai
sudah duduk manis di depan Pak Penghulu, menunggu proses ijab qabul
dimulai. Dua orang saksi sudah duduk menemani di samping kanan dan kiri.
Merekalah yang akan menentukan sah atau tidaknya akad nikah hari ini. Evan
begitu tampan mengenakan setelan jas berwarna putih, jas itu adalah hasil
jahitan ibunya sendiri. Evan berharap semua akan berjalan lancar. Dia
memanjatkan doa-doa agar dia bisa mengucapkan ijab qabul dengan baik.
Winda hari ini lebih cantik dari biasanya, kebaya putih yang dia pakai serasi
dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Suasana bahagia memenuhi aula gedung
Kelurahan Purwokerto Wetan. Gedung Kelurahan menjadi tempat akad nikah
dilangsungkan. Sanak saudara yang hadir sudah tidak sabar menunggu proses ijab
qabul dimulai. Keabsahan nikah itu adalah jika telah
terpenuhinya rukun nikah yaitu; adanya dua orang
mempelai, wali, dua orang saksi, dan mahar (mas kawin). Setelah semua dirasa siap,
Pak Penghulu memulai proses akad nikah. Dengan membaca basmalah, dan
sedikit pembukaan, proses akad nikah pun dimulai. Suasana begitu khidmat.
“Saya nikahkan engkau, Evan
Pria Nugraha bin Aripin Nugraha dengan
ananda Winda Amali Zaitun binti Ahmad Taslim dengan mas kawin perhiasan emas 18
karat seberat 5 gram dibayar tunai.”
Evan menarik nafas dalam-dalam, kemudian
mengucapkan,
“Saya terima nikahnya Winda Amali Zaitun binti …..”
Evan berusaha mengingat nama Ayah Winda.
Arghh…sepertinya proses ijab qabul tidak cukup hanya sekali. Pak
Penghulu mengulang kembali,
“Saya nikahkan engkau, Evan
Pria Nugraha bin Aripin Nugraha dengan
ananda Winda Amali Zaitun binti Ahmad Taslim dengan mas kawin perhiasan emas 18
karat seberat 5 gram dibayar tunai.”
“Saya terima nikahnya Winda Amali Zaitun binti
Ahmad Taslim dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Kali ini Evan bisa menjawab dengan jelas, tanpa terputus-putus.
Jawaban itu seolah mengisyaratkan bahwa pernikahan ini adalah mimpi besar yang
sudah dia impikan sejak lama.
Pak Penghulu menanyakan kepada dua orang saksi,
“Bagaimana? Sah?”
Kedua orang saksi menyatakan sah, kemudian
diikuti ucapan syukur oleh semua yang hadir. Suasana jadi riuh penuh dengan
kebahagiaan. Evan dan Winda meneteskan air mata bahagia. Suasana syahdu
memenuhi kalbu mereka berdua. Setelah semua proses akad nikah selesai, kini
Evan dan Winda sudah sah menjadi pasangan suami istri. Suasana haru semakin
menjadi, saat Winda menjabat tangan ibunya yang hadir di acara pernikahannya.
Ibunya sedang sakit, dia datang ke akad nikah putrinya sambil menahan sakit
yang dia derita. Di satu sisi, Winda sedang bahagia karena hari ini dia sudah
sah menjadi seorang istri. Namun, di sisi lain dia sedih melihat ibunya yang
semakin lemah menahan sakit.
Sabahat-sahabat Evan, Faraj beserta istri, Aldo,
dan Hesta menyempatkan diri untuk menghadiri pesta pernikahannya. Mereka
sengaja datang dari Jogja demi menghadiri pernikahan sahabat karib. Mereka
menjabat tangan kedua mempelai dan mengucapkan selamat atas pernikahan mereka. Hari
ini sungguh bahagia.
“Ta, sekarang Evan sudah mempersunting Winda yang
dulu sering lo ejek, giliranmu kapan?” tanya Aldo pada Hesta yang duduk
menyendiri di pojokan sambil menikmati mendoan dan segelas teh manis.
“Ah…lo kayak nggak pernah ngejek Evan aja, dan
coba tanyakan pada diri sendiri, Giliranmu kapan?” keduanya tertawa bersamaan.
Jadi sekarang hanya kita berdua yang belum menikah, dua orang sahabat kita
sudah lebih dahulu membina rumah tangga. Keduanya mengangguk secara bersamaan,
kemudian sama-sama merenungi nasib.
“Gimana kalo kalian berdua nikah aja, udah serasi
tuh, sama-sama single” celetuk Faraj sambil menggandeng tangan istrinya
dan duduk di dekat dua sahabatnya. Aldo dan Hesta saling pandang,
“Stressss……s” ucap mereka secara serempak.
“Tuh, kan…kalian berdua itu memang cocok.
Buktinya barusan bisa barengan gitu” ucap Faraj.
Faraj meninggalkan kedua sahabatnya itu, membaur
bersama tamu undangan yang hadir di pernikahan sahabatnya. Kini, Evan dan Winda
sedang bahagia merayakan cinta yang sejak lama mereka bina. Rasanya baru
kemarin mereka bercanda bersama, menertawakan photo Winda dengan seragam SMP
yang selalu dipajang di meja belajar Evan, menertawakan puisi yang dibuat Evan
untuk Winda, atau merasa geli dengan cerita cinta antara Evan dan Winda yang
berawal dari pertemuan di depan gerobak sayur. Cerita cinta mereka memang unik.
Bang Ucup, laki-laki yang menjadi saksi cinta dua
hati yang sedang berbunga itu juga hadir di akad nikah Evan dan Winda, ikut mendoakan
agar mereka bisa terus bersama hingga ajal memisahkan. Cerita cinta yang telah
mereka ukir masih diingat dengan baik oleh Bang Ucup. Pertemuan Winda dan Evan,
benih cinta yang mereka tanam menumbuhkan getar-getar rindu, sampai pada saat
Evan melamar Evan di depan gerobak sayur miliknya. Kadang Bang Ucup sering
tertawa sendiri bila mengingat perjalanan cinta dua insan yang sedang bahagia
itu.
Aldo dan Hesta
masih penasaran dengan kisah cinta Evan dan Winda. Mereka berdua menghampiri
Bang Ucup, memintanya menceritakan cerita cinta Evan dan Winda sejak pertama
kali mereka bertemu hingga mereka berdua memutuskan untuk menikah. Sesekali
Aldo dan Hesta menganggukkan kepala saat mendengar cerita yang dituturkan
dengan runtun oleh Bang Ucup, tapi mereka lebih banyak tertawa dengan cerita
cinta yang menurut mereka aneh bin ajaib itu. Semoga bahagia selalu menyertai
mereka berdua.
Terlabuhlah sudah
lelah ini
Tersandarkan sudah
rindu hati
Terimakasih
Yaa Rabbi atas pernikahan ini
Belahan jiwa
lelah ku nanti.. telah kujumpai
(Seismic:
Terlabuhkan)
-Bersambung-
happy ending, tp msh bersambung??sambunganya ntar dibikin konflik yang lbh seru pak.. :)
ReplyDeleteyupz masih panjang ceritanya haha.
DeleteAda yg typo pak.. Tapi kereennn..
ReplyDeleteCuma sekedar saran aja, knapa ga pakai adat sesuai aturan Islam pak? Maksudnya, kalau dalam Islam yg saya tahu, mempelai wanita baru boleh bertemu mempelai pria setelah ijab kabul.. Jadi sebelum ijab kabul, mempelai wanitanya berada di ruangan yang berbeda dengan mempelai pria. Menurut saya ini yang menambah gregetnya pak.. Saya rasakan itu saat menghadiri akad kakak sepupu saya. Whuiiih.. Saya yg deg2an, padahal yg nikah kakak sepupu saya.. Heheh, maaf jadi curcol niih..
Lanjutannya lebih seru ya pak..
(ง'̀⌣'́)ง
terimakasih masukannya. siap dilaksanakan. tapi bagian salah ketiknya dibagian mana? hehe kasih tahu dong biar saya tahu :)
Delete"Sabahat"-sahabat Evan, Faraj beserta istri, Aldo, dan Hesta menyempatkan diri untuk menghadiri pesta pernikahannya.
DeleteItu sabahat pak tulisannya, harusnya sahabat kan??
Oiya, yg bener tuh "Photo" atau "foto" pak??
Ada yg typo pak.. Tapi kereennn..
ReplyDeleteCuma sekedar saran aja, knapa ga pakai adat sesuai aturan Islam pak? Maksudnya, kalau dalam Islam yg saya tahu, mempelai wanita baru boleh bertemu mempelai pria setelah ijab kabul.. Jadi sebelum ijab kabul, mempelai wanitanya berada di ruangan yang berbeda dengan mempelai pria. Menurut saya ini yang menambah gregetnya pak.. Saya rasakan itu saat menghadiri akad kakak sepupu saya. Whuiiih.. Saya yg deg2an, padahal yg nikah kakak sepupu saya.. Heheh, maaf jadi curcol niih..
Lanjutannya lebih seru ya pak..
(ง'̀⌣'́)ง
Ini saya copas pak..
ReplyDelete"Sabahat-sahabat Evan, Faraj beserta istri, Aldo, dan Hesta menyempatkan diri untuk menghadiri pesta pernikahannya."
Harusnya sahabat kan pak?? ;D
Oiya, kok "photo" ya pak?? Bukannya foto? :p
baiklah. terimakasih atas koreksinya ahha
DeleteMau tanya lagi pak.
ReplyDeleteDi sini Winda itu kan anak angkatnya Pak Ahmad kan, bukan anak kandungnya? Kenapa pake binti Ahmad taslim?? Kenapa ga di ceritain ayah kandungnya siapa? Paling nggak, ada usaha dari Winda untuk mencari siapa orang tua kandungnya. Karena setahu saya, yang menjadi Wali untuk mempelai perempuan itu harus Ayah/saudara laki2 kandung dari mempelai perempuannya kan? Jika memang tidak ketemu juga, di walikan oleh Wali hakim. Karena jika tidak, pernikahannya tidak sah (dalam Islam).
Maaf, ini hanya analogi saya loh pak..
Selamat menulis lagi pak guru.. :D
terimakasih sudah diingatkan :)
Delete