Surat-surat itu masih tersimpan rapi di dalam lemari. Aku masih
belum mau membaca isi surat-surat itu. Aku sendiri tidak tahu siapa
pengirimnya. Kali pertama aku melihat surat itu berada di dalam absensi kelas
yang aku ampu. Surat berwarna pink bermotif bunga-bunga indah itu tidak
langsung kubuka. Kubiarkan saja. Mungkin ada yang salah letak, atau mungkin ada
yang sengaja meletakkan surat itu ke dalam absensiku.
Beberapa hari kemudian, surat berwarna sama kembali terselip di
dalam absensiku. Arghh .. siapakah gerangan yang mengirim surat-surat ini. Tidak
ada nama pengirimnya dan aku masih belum mau membaca isi surat yang pertama dan
yang kedua itu. Aku biarkan surat-surat itu di dalam lemari di atas tumpukan
tugas-tugas sekolah.
*
Sebuah pesan singkat masuk ke dalam handphoneku;
“Salam. Pak, malam ini sibuk nggak?”
From : 08528976xxxxx
Nomor itu tidak ada tersimpan di handphoneku, entah siapa pengirim
pesan tersebut. Sepertinya dia sengaja mengirim pesan itu tanpa menuliskan
nama. Aku tidak membalasnya. Beberapa menit kemudian, sebuah pesan kembali
masuk ke dalam handphoneku;
“Kok sms saya nggak dibalas Pak”
Pesan singkat itu dari nomor yang sama dengan pesan sebelumnya. Aku
tidak mempedulikan pesan singkat itu. Sudah menjadi kebiasaan, aku tidak pernah
mau peduli dengan pesan singkat, maupun panggilan dari nomor yang tidak
kukenal. Aku kembali melanjutkan memeriksa lembar jawab siswa.
Tiba-tiba aku teringat dengan surat yang ada di dalam lemari. Aku berdiri
dan segera mengambilnya. Kubuka surat yang pertama.
“Dear my teacher”
Rembulan malam ini bersinar terang seterang hatiku ketika memandangmu.
Udara malam ini begitu sejuk, sesejuk hatiku ketika memandangmu. Ketika memandangmu,
ada rasa yang tidak bisa kutepis. Ada rasa yang selalu memaksaku untuk selalu
melihatmu. Sebuah rasa yang berbeda. Entahlah apa yang terjadi, sejak
kedatanganmu di sekolah ini, aku merasa ada semangat baru. Ada sebuah keinginan
untuk terus melihatmu. Ada kekhawatiran saat aku tahu dirimu tidak hadir di
sekolah.
Aku adalah seseorang yang setiap hari memperhatikan segala
tingkahmu. Mulai dari caramu berjalan, caramu tersenyum ketika menyapa
murid-muridmu, dan caramu tertawa, sepertinya aku sudah hapal segala
kebiasaan-kebiasaanmu selama di sekolah. Kerap kali dirimu tersenyum ketika
membaca sebuah buku. Aku sering melihatmu membaca buku-buku yang ada di
perpustakaan dan tersenyum. Iya, aku memperhatikanmu demikian detil.
Malam ini aku ingin mengajakmu untuk makan malam bersama. Aku tunggu
dirimu di rumah makan yang ada di depan sekolah. Aku tidak akan berhenti
menunggu hingga engkau datang menghampiriku.
Dari seorang
murid yang mengagumimu
Aku tersenyum membaca surat yang pertama. Otakku mencoba untuk
mengingat, mungkin aku pernah melihat seseorang yang sering memperhatikanku
selama di sekolah. Ahh.. siapa anak ini?, mengapa dia memiliki rasa yang lebih
dari sekedar seorang Guru dan Murid?.
Aku membuka surat yang kedua;
Dear my love
Hujan malam ini mengiringi air mataku, aku menangis karena dirimu
telah membuatku menunggu begitu lama. Aku menunggumu sejak rembulan menyinari
malam hingga mentari pagi bersinar. Iya, aku menunggumu demikian lama. Tapi dirimu
tega. Membuatku menunggu sendirian di depan rumah makan itu. sia-sia rasanya
semua yang kulakukan. Aku hanya ingin makan malam berdua denganmu. Layaknya pasangan-pasangan
yang lain. Meski kita bukanlah pasangan kekasih, namun izinkan aku untuk
melihat senyummu lebih dekat, dan membiarkan hati ini berbunga saat berada di
dekat mu.
Air mata ini terus mengalir dan memaksaku untuk terus lelap dalam
tidur. Hari ini aku tidak datang ke
sekolah seperti hari-hari sebelumnya. aku memilih untuk berada di rumah. Aku tidak
sanggup jika mataku yang merah karena air mata ini beradu pandang dengan kedua
matamu.
Surat ini kutitipkan kepada seseorang yang kupercaya akan menjaga
rahasia.
Aku menantimu datang menemuiku.
Dari seseorang
yang hatinya telah engkau ambil.
Aku mulai merasa bersalah baru membuka dua surat itu. Mengapa tidak
dari kemarin-kemarin aku membaca surat itu. Dengan demikian tentunya dia tidak
akan menunggu dan sakit hati karena aku tidak datang menemuinya.
*
Hari ini, diam-diam aku memperhatikan suasana di sekelilingku. Mungkin
aku akan menemukan seseorang yang sedang memperhatikanku. Akan tetapi, tidak
ada siapa-siapa yang kucurigai. Semua bersikap seperti biasanya. Tidak ada yang
aneh. Rasa ingin tahuku siapa gerangan yang mengirim surat-surat itu begitu
besar. Aku tidak ingin membuatnya kecewa untuk yang kesekian kalinya. Bila hanya
sekedar makan malam berdua tidak apa pikirku. Setelah makan malam aku akan
memberikan dia pengertian bahwa hubungan yang terjalin hanya sebatas seorang guru
dengan muridnya. Tidak lebih dari itu. aku berharap dia akan mengerti.
Bel berdering pertanda sekolah usai. Kembali kutemukan sebuah surat
berwarna sama di atas mejaku. Aku langsung membacanya;
“Temui aku di alun-alun kota pukul 19.00 malam ini. Aku akan
mengenakan baju berwarna putih, dan memakai jilbab warna putih.”
Ahhh Tuhan, benar kata Emak di kampung. Hati-hati jangan sampai
membuat muridmu jatuh cinta padamu. Perlakukan mereka dengan perlakuan yang
sama. Jangan sampai mereka salah rasa dan akan membuat mereka sakit. Diumurmu
yang masih sangat muda untuk menjadi seorang guru, rasanya sangat besar
kemungkinan muridmu akan jatuh cinta padamu. Dan sekarang sepertinya apa yang
dikatakan Emak benar adanya. Ada seorang murid yang jatuh cinta padaku.
Cuaca cerah, aku menuju alun-alun memakai sepada ontel. Sesampainya
di alun-alun, kuperhatikan orang-orang yang ada di alun-alun. Begitu banyak
orang yang memadati alun-alun, rasanya cukup sulit untuk menemukannya. Aku sudah
lelah terus mencari. Sebuah pesan singkat masuk ke dalam telpon genggamku;
“Pak, aku duduk di depan layar”
Aku segera menuju bagian tengah alun-alun, dari belakang aku bisa
melihat dengan jelas seorang wanita yang mengenakan baju berwarna putih dipadu
padan dengan jilbab putih. Aku menghampirinya, memandanginya dan mencoba untuk
mengenali siapa dia. Ah ternyata dia adalah muridku yang paling pendiam di
sekolah.
Aku mengajaknya untuk pergi ke café yang ada di dekat alun-alun. Tidak
baik seorang guru berada di tengah alun-alun, gelap-gelapan dengan murid
sendiri. Kami duduk berhadapan, dia tersenyum menatapku. Ada sebuah kebahagiaan
yang terpancar dari wajahnya.
“Jadi selama ini yang kirim surat dan sering sms itu Mbak Najmi?” Aku terbiasa memanggil murid putri dengan panggilan Mbak.
Najmi terus menatapku, dia cukup berbeda. Di sekolah dia anak yang
pendiam dan pemalu. Sekarang dia begitu percaya diri duduk berhadapan denganku,
menatapku dengan pandangan seperti itu. Dia tidak menjawab pertanyaanku, dia
hanya memandangiku sambil tersenyum. Sekarang sepertinya aku yang jadi kaku
berhadapan dengan murid sendiri. Huh.. pikirku, mengapa aku jadi dag dig dug
seperti ini. Aneh memang, duduk berduaan dengan murid sendiri.
*
“Farhan, bangun, udah telat ni”
Seseorang memanggil namaku, dan awwww….dia memukulku dengan buku
tebal dan membuatku terbangun dari tidur lelap. Kulihat ke sekeliling, dan
ternyata aku berada di kamar kos. Ahhh syukurlah ternyata itu semua hanya mimpi.
“Kenapa lo senyum-senyum” Debi
sahabatku mencoba untuk mencari tahu.
“ehm… gue barusan mimpi ada murid yang jatuh cinta ama gue” jawabku sambil mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi.
“Hah , murid lo jatuh cinta ama lo?, untung cuma mimpi. Kalo beneran
bisa bahaya”
Debi masih nyerocos sendirian, aku sudah tidak mempedulikan apa
yang dia ucapkan.
Dan ternyata semua ini hanyalah mimpi belaka.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan