Andita pun memulai ceritanya.
Reza, ( suara Andita terdengar serak-serak basah saat menyebut namaku), tidak lama setelah aku menikah dengan Raka, aku sangat bahagia, bagaimana tidak, aku mendapatkan seorang suami yang begitu menyayangiku dan begitupun sebaliknya aku sangat menyayanginya dengan sepenuh hati. Ia selalu memberikan perhatian begitu besar kepadaku, apa lagi di saat aku sedang mengandung Hanisah, ia selalu mencium perutku dan seolah-olah sedang berbicara dengan jabang bayi yang ada dalam rahimku.
Kebahagian itu memuncak di saat aku melahirkan Hanisah, keluarga kami seakan-akan keluarga yang paling bahagia di dunia ini, aku mempunyai seorang suami yang begitu menyayangiku serta seorang anak yang sangat lucu yang menghiasi hari-hariku.Namun semua kebahagian itu tiba-tiba berubah menjadi duka berkepanjangan hingga akhirnya Raka meninggal dunia.
Saat Hanisah berumur 5 bulan, Raka pamit untuk pergi ke lokasi Bangunan yang sedang Ia kerjakan, ia bermaksud mengawasi para karyawan yang sedang bekerja karena memang saat itu Raka suamiku menjadi pemborong bangunan yang sedang ia kerjakan, di saat itu lah semua bermula, Raka yang sedang mengawasi berjalannya proses pembangunan tiba-tiba berteriak, seorang karyawan segera berlari menghampirinya dan menyaksikan pristiwa yang sangat memilukan, sebagian badannnya tertimpa beberapa kayu yang berukuran besar,tidak jauh dari tempat Raka berdiri memang ada beberapa kayu berukuran besar dan ternyata kayu itu bergeser dan mengenai sebagian badannya, hanya dada dan kepalanya yang terselamatkan sementara bagian yang lainnya sudah berada di bawah tumpukan kayu, Karyawan yang menyaksikan semua itu segera berteriak meminta tolong, semua karyawan berusaha untuk mengangkat kayu yang berada di atas tubuhnya, sepuluh menit berlalu, kayu-kayu itupun bisa dipindahkan ke tempat yang lebih aman.
Raka pun di bawa ke Rumah Sakit, selama di perjalanan menuju Rumah Sakit, raka kehabisan banyak sekali darah, aku mengetahui kejadian itu tiga puluh menit setelah Raka berada di Rumah Sakit dan di tangani oleh beberapa dokter.
Saat itu aku sedang membersihkan rumah sambil menemani Hanisah bermain, setelah mendengar kabar bahwa Raka di rumah sakit, aku pun segera menuju Rumah Sakit yang di maksud, dan kutemukan Raka sedang terbaring lemas tidak sadarkan diri di kamar pasien. Aku menangis dan terus berdo'a untuk keselamatannya. Tidak berhenti kumenatap mukanya yang terbaring di atas tempat tidur dan berharap Ia lekas segera sadar.
Dua puluh jam lamanya Raka terbaring lemah tidak sadarkan diri di ruang pasien, sedikit demi sedikit ia mulai sadarkan diri, aku sangat merasakan kebahagian yang begitu besar saat tahu bahwa Raka sudah sadarkan diri. Ini merupakan sebuah keajaiban, ia bisa bertahan dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Aku tidak peduli akan apa yang akan dilakukan dokter selanjutnya, sekarang melihat suamiku sudah sadarkan diri saja aku sudah merasakan kebahagian yang tidak terbayar oleh apapun. Raka terlihat masih sangat lemah, ia memandangiku dan hanisah sambil tersenyum. Tidak berapa lama kemudian ia kembali tertidur.
Raka di rawat di Rumah Sakit selama kurang lebih empat bulan, setelah empat bulan kemudian ia baru diperbolehkan pulang ke rumah, kedua kakinya sudah tidak bisa berpungsi seperti sedia kali, kedua tangannya pun sudah tidak bisa lagi bergerak, ia mengalami lumpuh Total, hanya bagian kepalanya yang bisa berfungsi untuk bergerak. Aku tidak pernah risih dengan keadaannya saat itu, meskipun aku harus menggantikan posisinya sebagai kepala rumah tangga, aku harus berkerja mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dua bulan berlalu, raka terlihat sehat meskipun dalam keadaan yang sudah tidak sempurna, ia masih bisa makan meskipun harus disuapin, ia masih bisa ke toilet meskipun dengan bantuanku, hari demi hari kami lalui kehidupan ini dengan penuh kesabaran. Aku tidak pernah mengeluh akan keadaannya. Kadang-kadang ia berucap kata-kata yang tidak ingin kudengar, " Dita, jika memang engkau sudah tidak sanggup merawatku dalam keadaan seperti ini, aku rela engkau tinggalkan, aku tidak ingin melihatmu tersiksa. Saat aku mendengar ucapannya, kupeluk tubuhnya sambil menangis dan aku selalu berusaha meyakinkannya bahwa aku tidak akan pernah berpaling darinya meskipun aku harus bekerja dan merawat ia selamanya.
Ternyata tuhan berkehendak lain, memasuki bulan keempat ia pulang dari rumah sakit, ia tiba-tiba sakit panas tinggi, aku pun panik, Raka kubawa ke Puskesmas terdekat, dokter memeriksa kesehatannya dan berkata"; Raka hanya terkena demam biasa, ia hanya butuh istirahat lebih banyak, aku bisa bernapas lega dan sedikit tenang setelah mendengarkan penjelasan dari dokter.
Tepat pukul 00.57 tengah malam,Raka membangunkanku yang tertidur di sampingnya, ia memanggil namaku, aku terbangun dan melihat ia memandangiku sambil menyuruhku memegang kedua tangannya dan berucap:" Istriku, aku sudah tidak tahan dengan semua ini, aku ingin pergi menghadapnya, jika aku sudah pergi jauh, jagalah Hanisah baik-baik, dan aku sudah meninggalkan beberapa wasiat di dalam brangkas yang ada di kamar kita, kau bisa membukanya setelah aku tiada. Mendengar semua itu aku menangis dan kupeluk tubuhnya yang sudah mulai kurus. Di saat aku sedang memeluknya, ia menghembuskan napas terakhir , pergi untuk selamanya dan tidak kembali.
Aku sangat terpukul saat tahu bahwa ia sudah pergi meninggalkanku, aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, semua sudah menjadi takdir hidupku, aku harus kehilangan orang yang aku cintai dalam keadaan seperti ini.
Andita berhenti bercerita dan menundukkan kepalanya sambil sedikit memandangi wajah buah hatinya yang sedang tertidur pulas di pangkuannya. Reza, itu adalah kejadian yang sudah aku alami selama ini, dan berbekal sebuah surat ini aku datang kepadamu. Semua terserah padamu, jika engkau bersedia mengikuti apa yang ada dalam surat ini, maka aku pun akan berusaha menjadi bagian dalam hidupmu. Namun jika memang tidak ada jalan untuk melaksanakan isi surat ini, aku pun tidak mau memaksamu melakukan apa yang ada di dalam surat ini.
Aku terdiam mendengar semua yang diucapkan Andita, aku tidak bisa begitu saja mengatakan menerima atau pun menolak isi surat yang sudah Raka tujukan padaku. Aku butuh waktu panjang untuk bisa berkata iya atau tidak.
Suasana hening, pikirku terpaku akan jawaban apa yang akan aku berikan atas pertanyaan Andita, haruskah aku menerimanya sebagai istriku, ataukah sebaliknya, Jujur, perasaan cinta itu masih ada dalam hati ini, aku memang masih mencintainya, namun hanya sebatas sahabat, perasaanku sudah tidak seperti saat pertama aku jatuh cinta padanya. Perasaan itu sudah memudar termakan oleh waktu. Dan akupun sudah menyerahkan isi hatiku kepada wanita lain yang sekarang menjadi kekasih hidupku.
Reza, terdengar suara Andita memanggil namaku, aku sedikit tersentak dari lamunan. Aku mencoba untuk melihat kearahnya, Andita memandangku dengan pandangan yang tidak biasa, pandangan itu begitu tajam, aku pun tidak sanggup beradu pandang dengannya, entah mengapa pandangan itu begitu berbeda, ia memandangku seolah-olah memintaku untuk memberikan kepastian.
Dengan suara sedikit serak, Andita menyebut namaku untuk yang ke sekian kalinya, Reza, hari ini aku sudah sedikit lega karena sudah bisa bertemu denganmu dengan membawa selembar surat ini, perasaanku akan semakin lega setelah aku mendapat jawabmu akan semua ini.
Dengan dipenuhi kebingungan, aku mencoba untuk menyatakan apa yang ada dalam benakku saat ini. Dita, bukan aku tidak mau menjalankan amanah dari Raka suamimu dan juga Sahabatku, aku butuh waktu yang tidak sebentar untuk bisa memberikan kepastian akan jawaban atas semua ini. Aku akan memikirkan semua ini terlebih dahulu, jika memang aku sudah bisa menjawab, nanti aku akan coba untuk menghubungimu. Dan aku harap engkau bisa menerima apapun jawaban yang akan kuberikan nanti.
Aku tidak tahu pasti apakah Andita kecewa atau tidak, yang jelas setelah mendengar penjelasanku, ia segera berpamitan untuk pulang. Aku pun tidak bisa mencegah ia untuk tetap tinggal di sini. Aku hanya berharap ia bisa kuat menerima keadaan ini. Ia pergi dengan perasaan tidak menentu, kadang-kadang terlihat ia menoleh kearahku, hingga akhirnya beberapa menit kemudian Andita dan buah hatinya hilang di kejauhan.
Kututup pintu rumahku dan kembali duduk di depan sebuah LCD TV yang ada di ruang tamu, sambil melihat program-program yang ada di TV, aku mengambil segelas air putih dengan harapan akan membuat pikiranku sedikit lebih tenang.
Tiga hari berlalu, aku masih belum bisa menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang kuhadapi saat ini, hingga memasuki hari ke tujuh, aku mencoba untuk menghubungi nomor handphone Andita dan membuat janji bertemu.
Tepat pukul 19.45 menit, aku datang lebih awal ke tempat yang sudah kami sepakati sebelumnya, sebuah taman yang terletak tidak begitu jauh dari rumahku dan tempat dimana Andita menginap. Lima belas menit kemudian, Andita datang dengan menumpang sebuah taksi berwarna biru, ia mengenakan gaun berwarna hijau muda, di tambah dengan sebuah tas kecil yang membuat penampilannya begitu sempurna, ia masih terlihat cantik meskipun sudah mempunyai seorang anak, ia masih terlihat seperti seorang gadis yang belum pernah menikah. Ia menuju tempat dimana aku sudah menunggunya.
Andita terlihat seperti tidak ada persoalan sedikitpun, ia terlihat lebih santai jauh berbeda saat pertama ia datang kerumah. Aku tidak mau menunda-nunda lagi, aku langsung ke tujuan utama pertemuan ini. Dita, aku ingin memberikan kepastian jawaban atas apa yang ada dalam surat Raka beberapa hari yang lalu. Aku berharap engkau bisa menerima apapun jawaban yang akan engkau dengar nanti.
Andita, Aku tidak bisa menikah denganmu, perasaanku sudah tidak seperti dahulu saat pertama kali aku jatuh cinta denganmu. Sekarang yang ada di hatiku hanyalah perasaan seorang sahabat. Meskipun aku masih sendiri, tapi hatiku tetap meronta saat ingin kuterima semua yang ada di dalam surat suamimu. Aku harap engkau mau menerima keputusanku. Maaf bila wasiat cinta ini tidak mampu untuk aku tunaikan. Karena cintaku sudah berpindah ke lain hati.
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentarnya Gan