Hari
kedua di Bandung, saya bangun tidur menjelang subuh. Setelah selesai subuh,
saya kembali terkantuk-kantuk dan akhirnya bablas ketiduran lagi sampai
pukul delapan pagi. Setelah mandi dan
sarapan pagi, saya siap-siap pergi ke Tangkuban Perahu. Kata mereka yang sudah
berkunjung ke Bandung, nggak sah rasanya kunjungan ke Bandung kalo nggak
berkunjung ke Tangkuban Perahu yang terkenal dengan legenda Sangkuriangnya.
Yang jelas, terlepas dari Legenda yang sampai hari ini tidak saya percayai itu,
saya tetap akan berkunjung dan menyaksikan langsung keindahan puncak Gunung
Tangkuban Perahu.
Kawah Ratu
Setelah
semua siap, dengan backpack yang hanya diisi oleh sebotol air minum, selembar
kaos ganti, buku yang saya jadikan panduan menuju ke Tangkuban Perahu, dan
sebuah camdig, saya pun pergi menuju Tangkuban Perahu. Backpack saya terasa
super ringan, karena saya sudah berniat untuk jalan kaki sampai puncaknya haha.
Dari
penginapan saya harus gonta-ganti naek kendaraan umum. Harap maklum, saya kan
jalan-jalan ala backpacker amatiran, kendaraan umum menjadi transportasi yang
paling keren. Dari penginapan saya naik angkot sampai simpang, kemudian melanjutkan
perjalanan menuju Ledeng, dari ledeng naek angkot lagi menuju Lembang, dari
Lembang naek angkot lagi menuju Cikole. Fiuhhh banyak banget nih gonta-ganti
angkotnya. Sebenarnya dari Ledeng ada mobil kayak L300 gitu yang langsung
sampai Tangkuban Perahu, tapi emang dasarnya saya aja yang ngeyel, lebih
memilih gonta-ganti angkot demi mendapatkan pengalaman keren di angkot, kali
aja nanti ketemu jodoh di angkot hehe.
Setelah
sampai di Cikole, supir angkotnya menawarkan harga 50.000, sampai puncak
tangkuban perahu, belum termasuk tiket masuknya. Saya yang sudah berniat jalan
kaki dari Cikole, akhirnya terpaksa harus menolak tawaran supir angkot
tersebut. Ayo semangat, mendaki gunung tangkuban perahu ini, anggap saja
latihan sebelum bener-bener menjadi pendaki handal #kalem.
Ya
Tuhan, ternyata jauh banget loh mendakinya, tapi semangat masih menggebu-gebu
hingga akhirnya baru setengah jalan, saya udah nggak kuat haha parah nih, sok
kuat jadinya gini. Akhirnya gue ikut rombongan yang lewat, naek angkot sampai
ke puncak tangkuban perahu. Kesan pertama setelah sampai kawah Tangkuban Perahu
itu, saya berdecak kagum, kemudian bilang ke diri sendiri,
Ini keren banget
“Wow,
keren, ya, akhirnya saya bisa sampai sini juga,”
Harap
maklum, ini kunjungan pertama saya ke Tangkuban perahu. Ternyata banyak banget
wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung kesini. Dan
disinilah saya baru menyadari bahwa banyak pengunjung yang berasal dari Saudi
Arabia. Soalnya saya beberapa kali disapa dengan ucapan assalamu’alaikum.
Penasaran, akhirnya saya memberanikan diri untuk berbincang dengan beberapa
pengunjung asal Jeddah dan Yaman.
Ada
kejadian yang sedikit membuat saya kesel #sabar, jadi ceritanya beberapa turis
asal yaman ini mau membeli beberapa macam jualan yang ada di sepanjang jalan mengelilingi
kawah ratu. Harganya kalo nggak salah 275.000, untuk beberapa barang. Kerennya
lagi, saya yang menerjemahkan ke penjual ini kok merasa malu, ya, karena mereka
nawarnya nggak pake otak #emosi. Harga segitu ditawar 50.000, berghh.
Penjualnya langsung ikutan kesel dan ngomel-ngomel. Untungnya mereka nggak
ngerti bahasa Indonesia, jadi saya dan penjual cuma nyengir doang sambil senyum
sinis #elusdada. Nawar sih nggak apa-apa, tapi kalo nawarnya kelewatan gitu sih
nggak etis juga menurut saya. #sabararian
Untuk bisa foto disini harus ngantri loh :)
Seperti
tulisan saya sebelumnya, resiko jalan-jalan sendiri itu susah motret diri
sendiri. Jadi harus sok akrab dengan orang dengan maksud agar mereka mau
motretin saya. Cara lama yang saya gunakan untuk bisa punya foto di
tempat-tempat yang saya kunjungi. Kalo nggak punya foto diri sendiri, kan nggak
bisa pamer dong #modus. Emang dasarnya saya itu super aktif, baru satu jam di
Tangkuban Perahu, tapi udah punya banyak banget kenalan yang jadi kawan ngobrol
ngalor ngidul sambil mengelilingi kawah ratu yang cukup membuat saya ngos-ngosan.
Halah, bagaimana mau mendaki gunung Krakatau, kalo mengelilingi kawah ini aja
saya udah capek banget.
Mahasuci Allah dengan segala keindahan-Nya
Kalo
di Jogja, biasanya saya sering bertemu dengan turis-turis dari Inggris,
Belanda, Germany dan lain-lain, dimana mereka rata-rata bisa berbahasa Inggris
(analisa asal versi saya). Tapi di Bandung ini keren, saya jadi bisa
menggunakan Bahasa Arab untuk berkomunikasi dengan pendatang-pendatang dari
Saudi, karena setelah saya ajak bicara, ternyata tidak semua dari mereka bisa
berbahasa Inggris.
Saya
berjalan kaki menuju kawah upas, tapi sedang ditutup, jadi saya nggak bisa
masuk kesana. Kawah upas memiliki dasar yang dangkal dan datar, dengan
pepohonan liar yang tampak banyak tumbuh di salah satu sisi dasar kawah
menyajikan pemandangan yang sangat natural. Pengunjung harus berjalan kaki +/-
500 m dari pos pemantau.
di depan pintu keluar Goa
Saya
melanjutkan perjalanan ke atasnya lagi, ada air keramat cikahuripan dan sebuah
goa pendek. Jalan menuju kesana juga lumayan membuat keringat membasahi kaos
yang saya pakai. Setelah sampai di Goa dan air keramat cikahuripan, saya masuk
ke dalam Goa dengan membayar 1.000, murah meriah. Air keramatnya itu merupakan
tempat mandi ratu siapa gitu, saya lupa penjelasan penjaga goanya. Yang jelas
air keramat itu sudah di dalam bak penampungan, pengunjung boleh mencuci muka
disana. Tapi saya malah nampung airnya ke dalam botol minum yang sudah kosong.
Buat cuci muka nanti kalo berkeringat di perjalanan pulang haha.
Setelah
dari air keramat cikahuripan, saya kembali turun, menuju warung-warung tenda
yang ada di sepanjang jalan, membeli jagung bakar yang harganya 8.000, kemudian
membeli gorengan yang harga satuannya 2.000, dan sempat kaget waktu ke toilet,
airnya super dingin. Ya iyalah, namanya juga di gunung, ya pasti dingin.
Di depan kantor bagian informasi
Setelah
puas foto-foto, adzan dzuhur berkumandang, setelah shalat dzuhur, saya turun ke
bawah dengan jalan kaki, menuju kawah domas yang masih aktif. Kawah yang
dipuncak kayaknya udah nggak aktif lagi, sedangkan di kawan domas ini masih
aktif, itu kata beberapa pengunjung yang saya temui.
Jalan
kaki dari puncak menuju kawah domas juga menguras energi. Tapi nggak apa-apa,
saya menikmati perjalanan ini #eluskaki. Setelah cukup lama berjalan kaki,
akhirnya sampai juga ke pintu masuk ke kawah domas. Dari pintu masuk kawah
domas, saya harus berjalan lebih dari 1 km untuk bisa sampai ke kawahnya.
Sebenarnya dari puncak tangkuban perahu kita bisa menuju kawah ini dengan
menuruni anak tangga hingga ke kawah domas. Tapi saya memilih melewati jalanan
beraspal. Lagi-lagi karena emang super iseng aja.
Kawah Domas
Di
kawah domas ini, pengunjung bisa menemui sumber mata air panas yang tak
henti-hentinya menggelegak. Sebuah kubangan kecil juga bisa dijumpai disini,
dimana pengunjung dapat merendam kaki menikmati hangatnya air kapur yang
dipercaya dapat menghilangkan penyakit kulit.
Di
kawah domas ini pengunjungnya di dominasi oleh turis dari Arab. Saya
menyempatkan diri untuk merendamkan kedua kaki sampai lutut di air kapur yang
hangatnya tidak terlalu berlebihan. Saya dan tiga orang turis berasal dari
Yaman bersenda gurau, sambil menikmati hangatnya air kapur yang membasahi kaki.
Penampakan kaki saya yang bebas dari penyakit kulit, tapi tetap direndam :p
Sebelum
merendamkan kedua kaki di air kapur, saya membeli dua butir telur, kemudian
merebusnya di sumber air panas kurang lebih 12 belas menit lamanya. Pemandangan
di kawah domas ini keren, saya berasa kayak sedang dunia antah berantah J
Merendam
kaki di air kapur sudah, merebus telur di mata air panas sudah, foto-foto juga
sudah banyak, akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Udah capek juga karena
jalan kaki mulu. Dari kawah domas sampai ke cikole, saya lagi-lagi memilih
berjalan kaki. Entah berapa km perjalanan yang saya tempuh dari puncak hingga
sampai ke cikole.
Tempat membeli oleh-oleh khas tangkuban perahu
Sebenarnya
di Tangkuban perahu ini ada banyak objek wisata. Kawah yang paling atas, yang
paling banyak pengunjungnya disebut kawah ratu. Menikmati pemandangan kawah
ratu seperti melihat mangkuk besar raksasa yang besar dan dalam. Saat cuaca
cerah, lekukan tanah pada dinding kawah demikian juga pada dasar kawah dapat
terlihat cukup jelas sehingga mampu menyajikan pemandangan panoramic yang
spektakuler.
Over
all, saya sangat menikmati waktu saya selama di tangkuban perahu, perjalanan
menurun dari atas sampai bawah juga cukup berkesan, meski harus merasakan capek
yang luar biasa. Jadi wajar kalo ada yang bilang bahwa belum sah ke Bandung
kalo belum pernah berkunjung ke tangkuban perahu, meski letaknya sendiri
sebenarnya jauh dari Kota Bandung, sudah di arah Lembang. Tangkuban perahu
memiliki daya tarik sendiri. Di sini juga ada flora dan fauna khas tangkuban
perahu. Misalkan Cantigi yang merupakan pohon-pohon yang sering diburu orang
untuk Bonsai. Ada macan tutul, ada kukang, lutung jawa yang merupakan jenis
satwa yang dilindungi undang-undang, dan ada juga surili yang merupakan lutung
endemik Jawa.
Telur Hasil ngerebus di sumber air panas :)
Setelah
menempuh perjalan dengan kendaraan umum, saya menyempatkan diri menikmati
berbagai macam kuliner, dalam hati saya berdoa,
“Ya Tuhan, hindarkan saya dari
godaan berbagai macam aneka ragam kuliner ini,” #nyengir
Tapi
rugi dong ya kalo nggak menikmati nuansa masakan sunda dan banyak lagi kuliner
yang lainnya. Setelah puas dan sudah menjelang maghrib, saya kembali ke
penginapan dan istirahat. Sebelum istirahat, saya terlebih dahulu pergi ke
tukang pijat, karena kaki saya kayaknya mau copot #Lebay. Setelah dipijat,
lumayan menghilangkan pegal-pegal yang ada. Malam pun datang, saya bisa
istirahat dengan damai di penginapan.
di tangkuban perahu itu salutnya warganya pada pinter bahasa inggris ama bahasa arab. salut banget! jadi malu sama diri sendiri. hehehe
ReplyDeletealhamdulillahnya kita tinggal di indonesia, orang2nya masih lumayan ramah, jadi bisa diminta tolong potoin deh :p
salam kenal ya kang :)
rpdksm.blogspot.com
haha iya. kalo nggak minta tg fotoin bisa berabe. nggak punya foto haha
Deleteartikelnya menarik gan,,
ReplyDeletesalam sukses,,
lembang bandung memang ngga ada matinya. nice share broo
ReplyDelete