Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2012

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa” Saya yakin kalian juga pernah membaca kalimat di atas, entah itu di buku-buku pelajaran, artikel-artikel pendidikan, atau mungkin kalian sering mengucapkan kalimat itu. Saya adalah seorang guru, meski baru seumur jagung masa kerja saya sebagai seorang guru. Akan tetapi, lamanya masa mengajar tentu bukan menjadi tolak ukur profesionalitas seorang guru. Guru itu memiliki tanggung jawab yang sangat besar, dimana ia selalu dijadikan panutan oleh anak didiknya. Guru itu memiliki kewajiban untuk merubah anak didiknya “dari tidak tahu menjadi tahu”. Itulah sebuah proses panjang perjuangan seorang guru. Juli 2011 Kali pertama saya menjadi seorang guru, saya sempat merasakan betapa berat amanah yang ada di pundak saya. Sebuah amanah yang merupakan titipan dari masing-masing wali murid, untuk mendidik anak-anak mereka menjadi putra-putri yang memilik kepribadian unggul. Namun, saya yakin bahwa saya bisa mengemban amanah ini, meski jalan

Guruku Adalah Pahlawanku

Dulu, saya adalah seorang anak yang sangat pemalu, tidak berani mengemukakan pendapat saat di kelas, tidak berani maju menjawab soal-soal yang dibuat oleh guru, tidak banyak bicara. Saya hanya suka dengan kesendirian, diam dan melakukan berbagai macam hal sendiri. Saya tidak banyak berinteraksi dengan teman-teman. “Guruku adalah pahlawanku.” Saya menyebutnya demikian, saya mempunyai seorang guru perempuan, beliau adalah guru yang mengajar tauhid, nama beliau adalah Ustadzah. Sulastri, S.Ag. Beliau begitu perhatian, selalu memberi kesempatan pada saya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang beliau ajukan, dan tidak pernah bosan, meski saya sangat susah untuk menjawab semua pertanyaan itu. Bukan karena saya tidak bisa menjawab, akan tetapi karena malu yang sangat berlebihan yang masih belum bisa saya kurangi. Pada satu kesempatan, saya dipanggil oleh Ustadzah. Sulastri, beliau mengajarkan kepada saya bahwa “malu memang sebagian dari iman.”, Akan tetapi malu yang dima

Bait-bait Rasa

30 Oktober 2012 Sore ini, hujan rintik-rintik membasahi semesta, membiarkan angin berhembus bersamaan dengan jatuhnya air hujan ke bumi. Aku berdiri di depan kelas, menjabat satu persatu tangan murid-muridku, menghantarkan mereka pulang dengan senyum yang tak henti-hentinya terukir di bibirku. Aku memang berusaha mengakhiri pertemuan kami dengan menjabat tangan mereka. Setelah menjabat tangan mereka, suara adzan ashar berkumandang, aku langsung shalat ashar berjama’ah bersama dengan murid-murid. Lepas shalat ashar, hujan masih setia dengan rintiknya, sementara anak-anak kelas VII sudah siap dengan pakaian taekwondo. Mereka masih menunggu pelatih taekwondo datang. Aku menghampiri mereka, bercanda bersama mereka, berbagi cerita, dan ikut berlari-lari kecil bersama mereka. Sudah satu tahun lebih aku menjadi seorang guru, mengabdikan diri guna mendidik putra-putri bangsa ini menjadi putra-putri yang sholeh dan sholehah. Kerap kali berbagai macam komentar dari kawan-kawanku ten

Pergilah, Nak

Malam ini rintik hujan mengantarkan kepergian salah satu murid saya "Nida", semoga Engkau diterima di sisi-Nya.   # nida Rintik hujan masih menitik perlahan, jatuh bersama tetesan air mata orang-orang yang mencintaimu, Nak. Pergilah, kami rela melepasmu # Nida Pergilah, Nak. Jangan Engkau menoleh ke belakang, berbaringlah dengan damai di alam sana. doa kami akan selalu menyertaimu. # Nida "Aku tidak percaya" teriakku pada malam yang dingin, belum sempat kuucapkan kata perpisahan padamu, namun Takdir memisahkan # Nida "Ini Hanya Mimpi" ucapku lirih pada angin yang berhembus. Nak, langkahmu memang berhenti sampai disini, namun kebaikanmu abadi # Nida Kucoba untuk mengingat kembali raut wajahmu, wajah penuh semangat, berjuang menahan sakit yang diderita. Engkau sudah berusaha, Nak   # Nida Kucoba untuk merapal namamu di tengah malam yang gemerlap, "Nida", semua tentangmu akan selalu ada di langit hati kami   # Nida Pelan

Untaian Doa Nak Qois

Selasa, 2 Oktober 2012 Tepat pukul 13.40, saya sedang duduk di teras masjid, menemani anak-anak kelas 7 Al Ikhlas menghafal Al Qur’an. Ada yang sedang menghafal surat Al- Mursalat, ada juga yang sedang menghafal surat Al-Insaan. Saya bersandar pada tangga yang ada di teras masjid, sambil memerhatikan murid-murid secara bergantian. Mataku terhenti pada sosok Qois, nama lengkapnya adalah Muhammad Qois Ruslan. Dia adalah ABK (anak berkebutuhan khusus). Namun bagi saya dia sama seperti yang lain. Dia bahkan istimewa di mata saya. Dia begitu baik dan sopan. Sedikit saja kekeliruan yang dia buat, maka kata “maaf” akan mengalir tulus dari dirinya. Dia tidak pernah malu untuk meminta maaf atas kesalahan yang dilakukannya. Itulah Qois, murid yang baru saja kukenal satu bulan terakhir. Saya sering memanggilnya dengan panggilan “Qois”, ia lahir pada tanggal 12 Mei 1997. Sekarang umurnya sudah 15 tahun. Dia anak pertama dari 3 bersaudara. Dia sangat suka melukis, bahkan dia bercita-

Senyum Hannan

Hannan Hunafa (yang nyandang kamera) Ia berjalan perlahan memasuki gerbang sekolah, menyambut tangan-tangan kami selaku gurunya. Ucapan salam yang ia ucapkan diiringi dengan senyumnya yang khas. Saya hafal dengan baik bagaimana dia tersenyum. Senyum yang selalu ia berikan pada siapa pun. Saya menikmati pemandangan ini, menikmati senyumnya yang menghiasi pagi meski kadang mendung menjelma.             Kadang, aku sengaja mengajaknya untuk bercerita banyak hal. Tentang dia dan cita-cita yang dulu pernah ia rajut selagi masih kecil, tentang dia dan penyakit yang menggerogoti tubuhnya dan masih banyak lagi pembicaraan-pembicaraan yang pernah kami lakukan. Senyum tulus itu tidak pernah hilang dari wajahnya meski penyakit yang ia derita kerap kali datang di saat yang tidak tepat. Hannan, begitu aku memanggilnya. Dia anak kedua dari 2 bersaudara. Dia memiliki seorang kakak. Makanan kesukaannya adalah telor dadar. Minuman favoritnya adalah air putih. Itu saja. Dia tidak terla

Jihan

Namanya Jihan, dia sangat pendiam, dan cenderung pasif. Dia adalah anak yang berkebutuhan khusus. Di SMP Al Irsyad Purwokerto, tempat dimana saya mengabdikan diri pada dunia pendidikan adalah sekolah inklusi, dimana terdapat anak-anak yang istimewa yang belajar bersama dengan anak-anak yang lainnya. Mereka adalah anak-anak yang diberi Tuhan karunia yang istimewa. Saya pertama kali kenal dengan Jihan pada tahun ajaran baru 2011/2012. Tepatnya pada tanggal 23 Juli 2011. Sudah hampir satu bulan saya mengajar, namun saya baru kenal dengan yanga namanya “Jihan”. Saat pertama kali melihat dia, saya betul-betul ingin tahu lebih banyak tentang dia. Saya masih ingat bagaimana dia duduk di pojok kelas, memainkan sepatunya, menggoyangkan sepatunya ke kanan dan ke kiri, sambil matanya mengikuti arah sepatunya mengayun. Saat itu, dia masih belum bisa berinteraksi dengan teman-temannya yang lain. Dia masih asyik dengan dunianya sendiri. Saking saya pengen tahu lebih banyak tentang Jihan

Catatan Hati di Awal Oktober

Dulu, saya memang sudah bercita-cita ingin mengabdikan diri di dunia pendidikan. Mendidik putra-putri bangsa ini menjadi putra-putri yang memiliki akhlak yang mulia. Rasanya akan sangat bangga melihat mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang unggul. Bagiku, bisa berinteraksi dengan berbagai macam karakter anak adalah satu anugerah yang sangat luar bisaa. Dari mereka, saya banyak belajar tentang berbagai macam hal; Tentang ketulusan, tentang kepedulian, dan banyak hal lain. Pagi hari, senyum mereka adalah hal yang paling saya tunggu. Ucapan salam yang mereka sampaikan saat menjabat tangan ini adalah penambah energi positif bagi diri untuk bisa menjadi guru yang baik bagi mereka. Murid saya bermacam-macam; ada yang pendiam, aktif, dan sebagainya. Mereka menjadikan hidup saya lebih berwarna. Perhatian mereka, kepedulian mereka akan saya, dan ketulusan mereka merupakan anugerah yang luar bisaa. Senin, 1 Oktober 2012 Hari ini, kami kedatangan beberapa Guru baru, guna mend